Thursday, December 13, 2018

Ini Lho Z For Zachariah (2015)

Sekilas Z for Zachariah bagaikan hanya suatu romansa cinta segitiga di tengah dunia post-apocalyptic. Apakah film garapan sutradara Craig Zobel ini telah menyia-nyiakan setting tersebut? Justru sebaliknya, alasannya ialah begitu ditelaah lebih dalam, kisahnya memaparkan secara gamblang wajah orisinil dari manusia. Merupakan pembiasaan dari novel berjudul sama karangan Robert C. O'Brien, film ini menampilkan kondisi dunia pasca peristiwa nuklir yang tidak hanya menewaskan lebih banyak didominasi umat manusia, tapi juga berbagi radiasi mematikan. Radiasi itu membuat kerusakan lingkungan. Udara dan air higienis menjadi hal yang sulit ditemukan. Tapi di sebuah desa terpencil, seorang gadis berjulukan Ann Burden (Margot Robbie) masih bertahan hidup. Karena alasan yang tidak dijelaskan, daerah itu terhindar dari bahaya radiasi.

Z for Zachariah diawali dengan rangkaian kesunyian ketika kita melihat Ann melaksanakan kesehariannya. Tinggal disana sendirian sesudah kepergian orang-orang desa untuk mencari sisa korban selamat, Ann pun menghidupi dirinya sendiri. Dia mengolah lahan sendiri, mencari makan sendiri dengan berburu, dan banyak sekali acara monoton lainnya. Hanya ditemani oleh anjing peliharaannya, suasana sepi itu menggambarkan bagaimana perasaan hati Ann. Saya memahami bahwa cita-cita terbesar Ann ialah bertemu dengan insan lain. Karena itu ketika seorang laki-laki dengan baju anti-radiasi mendadak tiba di desa tersebut, tak pelak Ann begitu antusias. Pria itu ialah John Loomis (Chiwetel Ejiofor), seorang ilmuwan yang nekat pergi dari bunker bawah tanah daerah pihak militer berlindung dari serangan radiasi. John menentukan pergi alasannya ialah kerinduannya akan dunia luar, meski itu harus membuatnya menderita penyakit akhir radiasi.
Berdua, mereka menemukan tanggapan atas pencarian masing-masing. Ann menemukan orang lain untuk menghilangkan kesepiannya, sedangkan desa yang subur nan hijau itu menyembuhkan kerinduan John kepada alam. Ann merawat John sampai kesehatannya membaik, sebaliknya John membantu Ann memecahkan persoalan di perkebunan ibarat menghidupkan traktor sampai mengembalikan daya listrik disana. Tidak butuh waktu usang dan tidak mengejutkan pula ketika keduanya mulai saling jatuh cinta. Margot Robbie dan Chiwetel Ejiofor memperlihatkan performa memikat baik dalam penghantaran abjad individual maupun pembangunan chemistry berdua. Ejiofor memunculkan daya pikat dari seorang laki-laki yang sanggup memperlihatkan rasa nyaman dan kondusif bagi Ann. 

Tapi Robbie-lah daya pikat terbesar dari departemen akting. Setelah banyak sekali tokoh glamor, sensual dan "nakal" yang akhir-akhir ini ia mainkan, kesan membumi dari sosok Ann ialah pembuktian statusnya sebagai aktris versatile yang tidak hanya mengandalkan pesona fisik belaka. Ann ialah gadis lugu, taat beragama namun disisi lain juga kesepian. Tentu bakal canggung ketika ia harus bertemu dengan seorang laki-laki sesudah sekian lama, bahkan tinggal berdua dengan laki-laki itu. Itulah yang bisa dimunculkan Margot Robbie. Kecanggungan hasil dari pengucapan obrolan penuh keraguan namun terburu-buru, keengganan untuk menatap mata John, sampai tindakan-tindakan quirky lainnya. 
Dua insan terakhir di muka Bumi karenanya bertemu, saling mengisi dan mencintai. Tidakkah semua itu terdengar indah? Tapi terperinci tidak ada happily ever after di dunia yang telah mendekati akhir. Situasi diantara John dan Ann sekilas merupakan dambaan banyak orang. "We have all the time in the world", mungkin begitu pikir mereka (khususnya John). Sampai datanglah orang ketiga dalam sosok Caleb (Chris Pine) yang juga menentukan kabur dari dalam bunker. Dari sisi abjad John, kedatangan Caleb membuat aku mulai mempertanyakan segala motivasinya. Benarkah ia pergi keluar alasannya ialah rindu akan alam dan seisinya? Atau ada sebuah insiden? Benarkah ia memang ingin mengakibatkan "rebuilding civilization" sebagai tujuan? Semakin banyak keraguan aku pada John, makin berubahlah sosoknya dari charming guy jadi semakin mengerikan. Kengerian yang berpuncak ketika pertanyaan dalam benak aku makin bertumpuk pada ending.

Sedangkan dari sisi cerita, kedatangan Caleb menjadi pintu masuk bagi tema kemanusiaan yang diusung film ini. Manusia, siapapun itu punya hasrat besar untuk memiliki. Siapapun niscaya menentukan posisi sebagai penguasa yang memegang kontrol dan mendapat segalanya bila mampu. John mulai cemburu pada Caleb yang ia anggap semakin erat dengan Ann. Pada karenanya ketika hasrat mempunyai semakin besar, seseorang bisa terbutakan dan berujung pada kehancuran. Sebuah ironi memikat yang hadir, alasannya ialah "kehancuran" terperinci berlawanan dari tujuan awal John yakni "membangun kembali". Penggunaan hasrat dalam sebuah konflik cinta segitiga ini bukanlah penyia-nyiaan potensi. Dibalik kesederhanaan konfliknya, film ini menyimpan eksplorasi mendalam ketika penonton diajak mengintip sisi gelap insan yang tidak lain ialah sifat dasar insan itu sendiri. Z for Zachariah memahami siapa itu manusia, dan merupakan citra terdekat mengenai apa yang akan terjadi jikalau suatu hari kelak dunia post-apocalyptic benar-benar tercipta.

Artikel Terkait

Ini Lho Z For Zachariah (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email