Thursday, November 8, 2018

Ini Lho Dunkirk (2017)

Nolan seringkali bermasalah soal drama. Setidaknya demikian yang dilontarkan para pengkritiknya, bahwa karya-karya sang sutradara tak menyimpan rasa. Saya tidak membantah, alasannya ialah gres Interstellar yang memercikkan hati. Namun tidak pula sepenuhnya setuju, toh kebutuhan akan hati gres mencapai urgensi di Interstellar yang menuturkan kisah ayah-anak. Sisanya, Nolan memang sengaja menekankan permainan alur berkonsep tinggi atau gemuruh spectacle. The Dark Knight Rises dan Inception menggedor jantung, tapi rasa yang dimaksud ialah sentuhan kemanusiaan. Dunkirk yang didasari insiden kasatmata penyelamatan prajurit sekutu pada Perang Dunia II terang memberi Nolan modal besar guna "memperbaiki kekurangan" di atas

Naskah goresan pena Nolan terbagi menjadi tiga cabang. The Mole mengisahkan usaha angkatan darat Sekutu kabur dari serangan Jerman di bibir pantai Dunkirk melalui sudut pandang Tommy (Fonn Whitehead) si prajurit Inggris. The Sea mengambil perspektif Dawson (Mark Rylance) bersama putranya, Peter (Tom Glynn-Carney) dan cendekia balig cukup akal berjulukan George (Barry Keoghan) selaku satu dari sekian banyak warga sipil yang berani menyeberang lautan demi membawa pulang prajurit di Dunkirk. Terakhir ialah The Air, yang menyerupai judulnya, berlokasi di udara menyoroti tiga pilot Spitfire termasuk Farrier (Tom Hardy). Masing-masing berlangsung selama satu minggu, satu hari, dan satu jam.
Nolan masih gemar bermain-main dengan persepsi waktu. Ketiga dongeng dikemas non-linier. Saling bersinggungan namun tak berurutan. Misalnya, kita lebih dulu melihat prajurit tanpa nama (Cillian Murphy) terombang-ambing di tengah lautan, tertekan tanggapan PTSD dalam The Sea, sebelum menyaksikan penyebab ia hingga ke sana pada The Mole. Tujuannya untuk memberikan bermacam-macam perspektif terhadap satu peristiwa. Menarik, alasannya ialah kerap lahir sudut pandang gres nan berlainan, yang bagi tiap tokoh kelak memproduksi memori berbeda-beda akan insiden tersebut. Bagaimana di tengah kekacauan yang melibatkan ratusan ribu manusia, bermacam persepsi berlawanan mungkin tercipta. Pula bagaimana tanpa seseorang sadari, tindakan orang tak dikenal berdampak besar akan dirinya. Pendekatan alur ini cocok mewakili konsep filosofis tersebut.

Masalahnya, ketiadaan penanda pergantian waktu   yang mana disengaja demi menggambarkan ambiguitas pemahaman tokoh akan detail situasi   justru melemahkan narasi. Sulit mengidentifikasi apakah sebuah insiden gres kita lihat atau pengulangan dalam sudut pandang gres tanpa keberadaan transisi pasti. Ditambah lagi, lebih banyak didominasi durasi berisi kekacauan yang mirip. Hitung berapa kali adegan kapal tenggelam. Alhasil sulit terikat oleh rangkaian insiden itu. 
Kembali soal emosi. Sedari film dimulai saya menantikan Nolan memacu rasa melalui paparan heroisme kental unsur kemanusiaan. Sedari awal scoring Hans Zimmer selalu mengiringi. Sesekali beralih ke gaya biasa berupa hentakan perkusi pemancing detak jantung, tapi lebih banyak didominasi ialah alunan atmosferik ditambah bunyi konstan detik jam, kolam mengesankan ancaman selalu mengintai, sanggup sewaktu-waktu menerjang. Terbukti, acap kali dentuman mengejutkan menyeruak di dikala tak terduga, menyiratkan potensi Nolan meramu jump scare efektif dalam horor. Sementara musik non-stop mendukung niat sang sutradara bercerita lewt visual penuh momen sunyi (sampai titik filmnya bagai silent movie) dibungkus sinematografi berkesan ironi karena Hoyte van Hoytema menangkap horor peperangan macam mayit bergelimpangan di pantai secara cantik. Dampaknya, pemandangan itu mengendap di pikiran. 

Otak saya sanggup mengolah semua itu, mencerna tujuan-tujuan di baliknya. Seperti ketika saya paham hebatnya Nolan mengemas agresi yang otentik berkat meminimalkan pemakaian CGI. Mungkin hanya ia yang diberi keleluasaan demikian, termasuk menempatkan kamera di tiap sudut pesawat tempur di angkasa. Sekali lagi, otak saya mengerti betapa dari segi teknis, Dunkirk tiada cela. Namun ada kekosongan ketika totalitas sanksi itu jarang mengguncang perasaan, baik haru melihat usaha umat insan maupun ketegangan mendapati sederet agresi tanpa henti. Lalu saya sadar kalau tidak kenal tokoh-tokohnya sebab Dunkirk disajikan sebagai event ketimbang karakter-sentris. Manusia ialah "sekumpulan makhluk dalam peristiwa" daripada individu unik berkepribadian serta berlatar belakang lengkap. Dampaknya, sulit tercipta kepedulian walau mereka berulang kali karam atau terjebak di tengah hujan bom. Jadilah dongeng kemanusiaan yang urung memanusiakan manusia, walau cast-nya solid di porsi masing-masing; kecemasan Cillian Murphy, ketenangan di balik heroisme Tom Hardy, kehangatan sosok ayah Mark Rylance. Harry Styles dalam debut aktingnya pun lancar bermain rasa. 
Faktor lain terkait kesengajaan menekan gejolak emosi, menolak dramatisasi demi kesan realistis. Keputusan yang berlawanan sekaligus melemahkan materinya. Kedatangan menyentuh rakyat sipil "membawakan rumah" bagi para tentara, harap-harap cemas menyaksikan agresi heroik di udara, hingga selipan kisah keluarga, bergulir di nada rendah, enggan diletupkan. Misi Dunkirk ialah soal kepahlawanan menggugah. Nolan melucuti esensi itu demi otentitas yang bahu-membahu layak dipertanyakan ketika kita takkan menemukan darah mengalir. Merupakan inkonsistensi sewaktu usaha merangkai kondisi realistis perang tak dibarengi darah selaku citra kebrutalan. Melalui Dunkirk, Nolan membuat film perang realistis yang berakhir tidak realistis, pula menahanemosi dalam interpretasi atas insiden kasatmata emosional. 

Saya keluar dari bioskop dengan kehampaan. Namun ada perasaan abnormal yang tak kunjung hilang. Perasaan ingin kembali mengunjungi Dunkirk meski telah dikecewakan. Perasaan yang belum sanggup saya pecahkan bahkan sesudah goresan pena ini selesai. Mungkin di luar ketiadaan rasa, Nolan berhasil membuat sesuatu yang jarang dicapai blockbuster belakangan, yakni cinematic experience. Mungkin Dunkirk sejatinya masterpiece andai diihat dari sudut pandang lain sebagaimana perbedaan perspektif yang menimpa tokoh-tokoh di dalamnya. Tapi untuk sementara, Dunkirk merupakan karya terlemah Christopher Nolan.


Review film ini juga tersedia di: http://tz.ucweb.com/7_1FFXi

Artikel Terkait

Ini Lho Dunkirk (2017)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email