Friday, December 28, 2018

Ini Lho 21 Grams (2003)

"Life goes on" yaitu kalimat yang sering didengar oleh tokoh-tokoh dalam film ini, alasannya masing-masing dari mereka memang gres saja dihadapkan pada bencana yang menghalangi untuk melangkah maju, membenamkan mereka dalam masa kemudian akhir kekangan sedih mendalam. Sebagai kepingan kedua dari trilogy of death setelah Amores perros hasil kerja sama sutradara Alejandro Gonzales Inarritu dan penulis naskah Guillermo Arriaga, 21 Grams masih menggunakan cara bertutur nonlinier yang serupa. Tiga orang aksara yang tidak saling kenal "dipersatukan" oleh sebuah peristiwa yang tidak hanya merubah kehidupan masing-masing tapi juga mempertemukan mereka. Ketiga karakternya yaitu seorang dosen matematika yang sekarat alasannya penyakit jantungnya, Paul Rivers (Sean Penn), mantan narapidana yang kini mengabdikan hidupnya untuk Jesus, Jack Jordan (Benicio del Toro) dan seorang ibu dengan dua orang puteri, Cristina Peck (Naomi Watts). 

Kejadian yang menjadi titik poin sentral kisah yaitu sebuah kecelakaan. Filmnya pun bergerak dengan mengakibatkan titik tersebut sebagai pemisah "babak". Ada tiga buah bagian, yakni sebelum, disaat dan setelah kecelakaan. Kita pun melihat ibarat apa kehidupan tiap-tiap aksara sebelum peristiwa tersebut, bagaimana mereka "berperan" pada ketika itu, serta dampak dari kecelakaan terhadap kehidupan masing-masing. Tapi pengemasan yang nonlinier membuat setiap fase tidak sanggup dengan gampang diidentifikasi. Layaknya kepingan puzzle yang masih disebar secara acak, penonton tidak akan pribadi tahu kapan sebuah adegan terjadi. Sekilas bagaikan style over substance, tapi bagi saya gaya tersebut menjadi cara untuk menguatkan unsur "mystery of moment" yang diusung film ini. Seperti yang dikatakan Jack pada Cristina, yaitu suatu misteri bagaimana suatu peristiwa sanggup mempertemukan dua orang. Cara bertutur film ini memperkuat kesan tersebut, dimana penonton dibentuk bertanya-tanya bagaimana permulaan dari tiap momen. 
Hyperlink Cinema semacam ini juga berkhasiat untuk mengakali panjangnya durasi yang diperlukan untuk menuturkan aneka macam cerita. Dengan alur yang lurus, tiga arc film ini mungkin membutuhkan waktu mendekati tiga jam untuk sanggup mendapat imbas yang diinginkan. Pada hasilnya memang akan lebih total dalam eksplorasi aksara serta transformasi, suatu hal yang menjadi sedikit kekurangan 21 Grams, tapi juga berpotensi berjalan terlalu panjang. Dengan teknik bertutur ini, Inarritu sanggup bermain-main dengan pikiran penonton untuk membantu menghubungkan setiap cerita. Penggunaan alur lurus mengharuskan suatu film menampilkan setiap detail momen sehingga tidak ada kesan terputus yang hadir. Tapi gaya melompat-lompat antar kisah dan timeline semacam ini membuat penonton secara tidak sadar membangun sendiri jembatan untuk mengaitkan satu momen dengan yang lain. Alhasil penghematan durasi sanggup dilakukan tanpa harus mengorbankan kekuatan narasi. Tapi bahkan meski sudah menghemat durasi, 21 Grams tetap terasa dragging pada paruh kedua, tepatnya disaat aneka macam misteri telah banyak terungkap. Dari film yang tadinya dinamis menjadi lebih sering berlama-lama pada satu titik, yang justru menurunkan tensi daripada memperkuat cerita.

Tidak hanya dipertemukan, tiap aksara dalam film ini turut mempengaruhi kehidupan satu sama lain secara signifikan. Jack dan Cristina berada dalam kondisi yang serupa. Kehidupan tenang yang mereka jalani tiba-tiba berubah total sejak kecelakaan tersebut. Sedangkan Paul yaitu penengah yang kehadirannya berkhasiat sebagai penghubung kedua tokoh lain. Meski begitu, penempatan Paul dalam narasi tidak diselipkan secara paksa. Dia bukan sosok yang entah tiba darimana hanya sebagai penghubung antar karakter. Berbeda dengan Jack dan Cristina, kecelakaan yang terjadi justru memperbaiki kehidupan Paul yang tadinya sekarat. Bahkan pada konklusi pun nasib yang ia alami berbeda dibandingkan dua tokoh lain. Paul yaitu perlambang suatu pengorbanan, alasannya dalam realita dunia tidak tepat yang penuh bencana dan kejahatan (digambarkan begitu tepat disini), kebahagiaan bukanlah sesuatu yang gratis dan sanggup didapatkan begitu saja.
Bicara soal konklusi, 21 Grams punya epilog yang memperlihatkan bahwa meski dipenuhi dengan simpulan hayat serta sedih (judulnya saja merujuk pada jumlah pengurangan berat badang insan setelah mati), film ini tetap sebuah film optimis wacana cita-cita dan kesempatan untuk memulai kehidupan baru. Film ini menawarkan optimisme yang tidak overly-dramatic karena ber-setting di tengah realita. Bicara soal realita, meski dibuat 12 tahun lalu, 21 Grams justru semakin relevan dengan kondisi sosial masyarakat kini ini. Era globalisasi telah memfasilitasi masyarakat untuk sanggup berafiliasi dengan banyak orang di seluruh dunia tanpa terbatas jarak dan waktu. Tentu saja misteri yang sering disebut "kebetulan" wacana bagaimana seseorang sanggup bertemu dengan orang lain secara "tidak sengaja" semakin sering pula terjadi. 

Para pemainnya menawarkan totalitas demi menghidupkan tugas masing-masing. Naomi Watts dan Benicio del Toro menghadirkan sedih lewat cara berbeda. Watts berhasil memperlihatkan fase manic yang dialami Cristina dengan tangisan dan amarah meledak-ledak, tapi ketika berada dalam fase depresif, ia hanya akan duduk melongo sambil mengungkapkan pesimisme untuk menjalani masa depan. Saat harus berhadapan dengan seseorang yang melampiaskan emosi alasannya sedih mendalam, kita tentu akan lebih banyak kebingungan dalam merespon orang tersebut, hal itulah yang berhasil ditunjukkan oleh Watts. Sedangkan dari Benicio del Toro terhampar terperinci sosok seorang laki-laki yang keimanannya tengah goyah. Disaat ia merasa telah menawarkan seluruh hidupnya pada Tuhan hanya untuk merasa dikhianati maka timbul rasa sakit, tak percaya, dan benci yang campur aduk. Sedangkan Sean Penn sudah melaksanakan yang terbaik, khususnya ketika Paul dalam kondisi sekarat, namun fakta bahwa dinamika emosi karakternya tidak sedalam Jack dan Cristina menciptakan aktingnya pun tidak sekuat Watts maupun del Toro.

Verdict: Gambaran mengejutkan wacana relasi antar insan yang penuh twist dan terasa dramatis tanpa perlu berlebihan mengeksploitasi kedua hal tersebut. Sebuah showcase berisikan kehebatan Inarritu dalam menuturkan kisah sederhana secara kompleks.

Artikel Terkait

Ini Lho 21 Grams (2003)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email