Friday, December 28, 2018

Ini Lho Minions (2015)

Ini beliau salah satu kebiasaan jelek Hollywood. Disaat mereka mendapati satu atau sekelompok abjad sampingan dalam sebuah film berhasil menjadi favorit penonton, yang terjadi selanjutnya yakni eksploitasi. Entah dengan cara memperbanyak kiprah si abjad pada sekuel atau bahkan membuat spin-off khusus. Hal serupa terjadi pada para makhluk mungil berwarna kuning penggila pisang yang menggemaskan berjulukan Minions. Kemunculan perdana mereka pada Despicable Me lima tahun kemudian sukses merebut hati penonton. Dalam waktu singkat Minions menjadi pop culture yang mendominasi dunia. Tidak mengherankan film kedua menawarkan porsi lebih besar pada mereka meski harus sedikit melupakan esensi filmnya sendiri. Hasilnya, pendapatan sebesar $970 juta pun diraup. Namun perlukah membuat spin-off bagi Minions disaat Despicable Me 3 sendiri bakal dirilis tahun 2017? Bagi aku tidak, namun Illumination Entertainment terperinci berpikiran lain.

Segala upaya dikerahkan guna menyulap film ini menjadi gunungan uang, termasuk dengan trailer menarik yang menampilkan sejarah Minions. Disitu kita melihat bahwa Minions sudah hidup sejak awal terciptanya Bumi. Tujuan hidup mereka hanya satu: melayani penjahat nomor satu di dunia. Kenapa? Saya sendiri berharap filmnya menawarkan balasan dan ternyata tidak sama sekali. Mulai dari T-Rex, Napoleon, hingga Dracula sempat menjadi bos bagi para Minions, tapi kesemuanya berakhir dengan "tragis". Selalu gagal mempertahankan bos mereka, Minions pun mulai kehilangan tujuan hidup. Saat itulah Kevin mengambil inisiatif untuk pergi berkeliling dunia guna mencari penjahat gres untuk dilayani. Bersama Stuart dan Bob, Kevin memulai pencariannya dari Antartica hingga berakhir di New York. Rangkaian sinopsis tersebut tidak hanya di-tease oeh trailer-nya, tapi juga dipaparkan secara lengkap. Berhasil menarik perhatian memang, namun terperinci melucuti banyak potensi film. Bahkan bahan trailer tersebut hampir semuanya merupakan rangkaian pembuka, kurang lebih 15 menit awal. 
Kesan pertama begitu penting untuk mengikat atensi penonton terhadap suatu film. Tanpa awal yang menarik, sangat sulit bagi sebuah film untuk bisa bangun nantinya. Karena itu aku tidak habis pikir mengapa film ini sudah membocorkan adegan-adegan tersebut dalam trailer. Alhasil Minions dibuka dengan begitu datar, sebab lebih banyak didominasi penonton termasuk aku sudah berkali-kali melihat semua itu. Tawa yang diharapkan hadir sudah habis terkuras beberapa ahad sebelumnya. Penonton pun jadi berharap filmnya cepat bergerak menuju adegan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Tapi ibarat yang aku sebutkan, sulit untuk film ini menggaet atensi sesudah kegagalan pada opening. Ditambah lagi bahan pembuka tersebut yakni yang paling fresh secara konsep sekaligus mempunyai humor paling lucu dibandingkan apa yang hadir berikutnya. Setelah itu, mulai dari bahan dongeng hingga gaya melucu sama sekai tidak menghadirkan hal baru.
Minions bakal bertemu seorang penjahat perempuan berjulukan Scarlet Overkill (Sandra Bullock) yang bakal menjadi bos gres mereka dan diberi kiprah untuk mencuri mahkota milik Ratu Elizabeth. Tapi toh semua itu hanya alasan guna mengirim Minions dalam petualangan sehingga filmnya bisa mengeksploitasi tingkah konyol mereka yang (harapannya) menggemaskan. Sayang sekali dengan premis menarik yang mengulik sejarah Minions, film ini kembali berakhir sebagai rangkaian komedi-aksi yang generic. Tidak hanya melupakan dasar ceritanya, pengemasan film ini pun meminggirkan segala pesona yang dimiliki film pertama Despicable Me, yakni abjad supervillain unik dengan agresi heist menarik serta selipan drama penuh perasaan. Segala potensi untuk lebih dalam mengenalkan penonton pada para Minions pun hilang tak berbekas disaat filmnya hanya ibarat denah demi denah komedik. Bagaikan Minions yang kehiangan tujuan hidup tanpa tuan, film ini pun sama. Kehilangan arah, kebingungan untuk berjalan, dan hanya berfokus pada eksploitasi kelucuan Minions yang sudah ratusan kali kita lihat sebelumnya.

Tidak hanya orang yang berharap menerima sajian fresh seperti aku saja yang kecewa, sebab mereka para fans setia pun tidak akan menerima kepuasan total sebab semuanya terlalu familiar. Tanpa film ini pun para penggemar sudah bisa dihibur oleh agresi serupa dengan menonton dua film Despicable Me atau aneka macam video komedi entah official maupun fan-made yang banyak bertebaran di YouTube. Penonton belum dewasa pun sama saja. Setidaknya di bioskop daerah aku menonton film ini, belum dewasa lebih sering duduk membisu sambil menengok kesana kemari atau sesekali tersenyum. Tidak ada tawa lepas ibarat yang biasanya hadir. Minions jelas salah satu prekuel/spin-off paling tidak diharapkan yang pernah aku tonton. Sebuah prekuel/spin-off seharusnya bisa menawarkan citra lebih dalam wacana abjad yang diangkat sehingga penonton bisa mengenal mereka secara lebih jauh. Tapi film ini hanya ber-setting pada masa kemudian tapi dengan penggarapan yang sama saja. Bahkan semakin alurnya maju, setting masa lalunya semakin tidak terasa lagi.

Verdict: "Minions" turned the previously lovable supporting characters into boring main characters. Stop making movies about Minions, please.

Artikel Terkait

Ini Lho Minions (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email