Friday, December 28, 2018

Ini Lho The Age Of Adaline (2015)

Film dengan konsep menyerupai The Age of Adaline sebenarnya bukan merupakan hal yang benar-benar gres ketika ini. Kisah perihal seseorang yang tidak bisa bertambah renta pernah dieksplorasi secara lebih mendalam dan filosofis oleh The Man from Earth, sedangkan selipan romansanya mengingatkan pada The Curious Case of Benjamin Button. Kisahnya mengangkat kehidupan Adaline Bowman (Blake Lively) yang lahir pada tahun 1908. Pada usia 29 tahun, ia mengalami kecelakaan dan karam di sungai yang membeku. Suhu hirau taacuh dalam sungai ditambah sambaran petir yang menyusul kemudian "menghidupkan kembali" Adaline. Tapi alasannya ialah dua hal tersebut ia tidak lagi bertambah renta untuk selamanya. Karena kondisinya itu, beliau sempat diburu oleh FBI. Adaline pun tetapkan untuk terus berpindah daerah tinggal serta identitas setiap 10 tahun demi menghilangkan kecurigaan. Bukan hal gampang untuk dilakukan, apalagi Adaline harus meninggalkan puterinya, Flemming (Ellen Burstyn) yang terus bertambah tua, meski keduanya tetap meluangkan waktu untuk bertemu sesekali.

Sebagai eksplorasi terhadap keabadian usia Adaline, film ini sesungguhnya tidak terlalu mempunyai kedalaman. Dengan kondisi semacam itu pastilah banyak konflik rumit yang harus ia lewati. Tapi tidak banyak benturan-benturan yang digali oleh naskahnya. Sebaliknya, untuk seseorang dengan kondisi dan cara menjalani hidup yang abnormal, kehidupan Adaline nampak terlalu nyaman. Dia tidak menemui kesulitan untuk bertemu dengan Flemming yang notabene ialah satu-satunya kerabat akrab yang ia miliki. Konflik paling besar hanyalah disaat ia harus terus kabur untuk menghindari kejaran pihak-pihak menyerupai FBI. Namun menyerupai yang diungkapkan Flemming, mereka yang mengejar Adaline telah usang mati, sehingga bahaya pun tidak lagi ada. Esensi dongeng mengenai insan sebagai makhluk mortal pun tidak dipaparkan lebih dalam. Usaha mengemas unsur fantasi yang ada secara lebih scientific lewat aneka macam klarifikasi ilmiah mengenai kondisi Adaline bukannya memperkuat tapi justru melemahkan dongeng disaat sentuhan sains itu pun tidak terasa logis.
Untungnya, seiring durasi berjalan The Age of Adaline lebih banyak berfokus pada romansa dilematis yang harus dijalani karakternya. Sebagai drama kehidupan film ini memang terasa lemah, tapi sebagai pemaparan romantika, "daya bunuhnya" jauh lebih kuat. Selalu hidup berpindah demi merahasiakan identitas, menghalangi Adaline dalam menjalin relasi percintaan. Baginya, cinta jadi tidak bermakna ketika seseorang tidak bisa menghabiskan masa renta bersama pasangannya. Pada era 60-an Adaline pun diceritakan pernah menjalin relasi dengan seorang laki-laki tapi ia menentukan pergi ketika mengetahui laki-laki tersebut berniat melamarnya. Setelah sekian usang Adaline kembali jatuh cinta, kali ini pada Ellis (Michiel Huisman) yang ia temui pada sebuah pesta perayaan tahun baru. Tidak butuh waktu usang bagi mereka berdua untuk jatuh cinta. Tentu relasi itu tidak berjalan mulus alasannya ialah Adaline masih terjebak dalam problem antara kejujuran perasaan dengan sumpahnya untuk terus pergi dari satu kehidupan menuju kehidupan yang baru.
Dari sini daya pikat filmnya mulai terasa. Meski tidak memperlihatkan eksplorasi lebih jauh, unsur fantasi yang ada telah menjauhkan film ini dari romansa-romansa klise yang sudah banyak bertebaran. Tapi kekuatan sesungguhnya dari kisah cintanya berasal dari kedua tokoh utama. Adaline dan Ellis sekilas ialah pasangan yang cocok. Sepasang perempuan elok dan laki-laki tampan merupakan kombinasi tepat untuk mencuri hati para penonton. Ellis tidak diberikan karakterisasi mendalam, tapi sosoknya terang memperlihatkan kesan seorang laki-laki baik, dan itu sudah cukup. Sedangkan Adaline menjadi daerah bagi Blake Lively (yang terlihat menyerupai Cate Blanchett) untuk memperlihatkan salah satu performa terbaik sepanjang karirnya. Pengalaman hidup selama ratusan tahun membuatnya menjadi seorang perempuan yang cerdas dan tangguh. Sang aktirs bisa menghadirkan kedua aspek tersebut. Tapi yang paling memikat ialah ketika unsur kedewasaan sukses disuntikkan Blake Lively kedalam sosok perempuan muda yang ia perankan. Tentu dengan kondisinya, usia psikologis Adaline akan tampak lebih renta dibandingkan usia kronologis yang nampak dari penampilan fisiknya. Akting ditambah pertolongan make-up dan kostum berhasil mewujudkan kesan tersebut. 

Satu lagi sajian memikat dari departemen akting ialah Harrison Ford. Menanggalkan sosok laki-laki tangguh, Ford bertransformasi sebagai laki-laki renta yang kembali ringkih ketika dihadapkan dengan kenangan masa kemudian yang masih terus membekaskan luka dalam hatinya. Sebenarnya pengenalan abjad William yang diperankan oleh Ford terasa klise. Dimaksudkan sebagai twist, tapi sudah bisa "tercium" sebelum sepenuhnya dipaparkan. Tapi berkat akting sang aktor, dongeng klise itu justru berhasil menambah sentuhan emosi bagi ceritanya. Ekspresinya yang penuh kerapuhan, serta bagaimana ia menceritakan refleksi masa kemudian menyiratkan rasa sakit yang bisa ikut penonton rasakan. Disaat abjad Adaline dengan keabadian dihadapkan pada masa depan yang tanpa batas, William sebaliknya, beliau masih terjebak dalam kenangan masa lalu. The Age of Adaline memberikan konklusi yang klise, tapi berkat kepedulian yang dirasakan pada masing-masing karakter, saya dengan bahagia hati mendapatkan itu dan tidak menganggapnya sebagai satu hal yang dipaksakan. 

Verdict: Sebagai observasi kehidupan, The Age of Adaline tidak memperlihatkan kompleksitas yang menjadi potensinya. Tapi dalam tataran romansa, film ini menghadirkan dinamika emosi besar lengan berkuasa khususnya berkat penampilan simpatik dari Blake Lively dan Harrison Ford. I love this epic fantasy-romance tale and I love Adaline Bowman too.

Artikel Terkait

Ini Lho The Age Of Adaline (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email