Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho Bridget Jones's Baby (2016)

15 years after the critically acclaimed and commercially successful "Bridget Jones's Diary" and 12 years after the underrated but also commercially successful "Bridget Jones: The Edge of Reason", Bridget (Renee Zellweger) is back, and (once againshe's all by herself. Sungguh, hubungan Bridget dan Mark Darcy (Colin Firth) semakin mendekati persahabatan Professor X dan Magneto yang berulang kali mengalami putus-sambung. Tapi biarlah, meski menunjukan kemalasan para penulis naskah (Helen Fielding, Dan Mazer dan Emma Thompson) membangun pemicu konflik, setidaknya jenis percintaan semacam itu memang kerap terjadi di dunia nyata.

Di hari ulang tahunnya yang ke-43, Bridget kembali duduk sendiri tanpa kehadiran pasangan hidup. Serupa film pertama, ia ditemani iringan lagu "All By Myself", tapi kali ini Bridget segera menggantinya dengan nomor upbeat, "Jump Around" milik House of Pain, seolah menegaskan jikalau "Bridget Jones's Baby" bukan lagi mengenai ratapan frustasi mencari cinta, melainkan bagaimana seorang perempuan sampaumur bisa berdiri kokoh seorang diri. Sebuah bentuk adaptasi kisah terhadap kondisi masa kini, tapi lewat lyp sinc dan tarian konyol, Renee Zellweger pribadi mencuri perhatian, memastikan bahwa Bridget belum berubah, masih sosok awkward idola penonton.
Seperti telah tertulis di judulnya, permasalahan Bridget berasal dari bayi dalam kandungannya. The baby is not the problem, the father is. Bridget tidak yakin siapa ayah bayi sesungguhnya. Apakah Jack (Patrick Dempsey), spesialis algoritma cinta asal Amerika yang gres ia kenal di Glastonbury, atau Mark yang sudah bertahun-tahun tak ia temui dan sekarang telah menikah. Di ketika bersamaan Bridget pun harus berusaha keras mempertahankan karirnya sebagai produser siaran informasi televisi. Begitulah inti perjalanan alur 123 menit filmnya, bentuk kesederhanaan yang berujung bagai dua sisi mata pisau.

Pasca konflik "besar" melibatkan masalah penyelundupan narkoba internasional pada "The Edge of Reason", kembali membumi dalam penyajian kisah memberi kesempatan mengolah keintiman kisah yang jadi kekuatan film pertama. Masalahnya, alur "Bridget Jones's Baby" tampil formulaik baik dari segi bentuk maupun timing penempatan konflik dan resolusi. Ditambah lagi Sharon Maguire seringkali terlalu usang berputar di satu titik penceritaan. Bermaksud memberi eksposisi mendalam ihwal banyak sekali hal (karakterisasi, paparan cinta segitiga, karir Bridget) karenanya justru draggy nan melelahkan, minim letupan, minim kelokan. Cukup Bridget saja yang berdiam diri terjebak di satu fase jawaban dilema, filmnya tak perlu.
"Bridget Jones's Baby" patut berterima kasih pada jajaran cast baik muka usang atau baru. Zellweger tetap piawai menciptakan sisi quirky Bridget  yang masih sulit bicara di muka umum  mudah disukai. Firth pun masih seorang charming British gentleman yang meski dari luar nampak kaku dan sukar bersikap romantis tapi rela berbuat apapun demi cintanya. Sedangkan Patrick Dempsey  disokong karakterisasi cermat naskahnya  menjadikannya lawan sepadan bagi Mark menggantikan Daniel (Hugh Grant). Unlike Daniel, Jack is not an asshole playboy, but a sweet man with a lot of sweet surprises. Beberapa tokoh pendukung turut mencuri perhatian dengan Emma Thompson sebagai Dr. Rawlings yang direpotkan oleh situasi pelik Bridget jadi yang paling memikat. Bertindak selaku co-writer, Emma memancing tawa lewat kesempurnaan comic timing serta humor verbal cerdas (the "X-Factor joke" is one of the funniest).

Keterlibatan Emma Thompson dalam penulisan naskah memuluskan modernisasi cerita, dari pencarian cinta menuju pembuktian seorang perempuan atas kekuatannya. Beberapa kali penuturan pesannya tegas, tepat target namun tanpa melupakan sentuhan komedi semisal celetukan Dr. Rawlings mengenai bagaimana para laki-laki tidak memahami betapa sakitnya proses melahirkan. Tapi sempat pula pesan ihwal kekuatan tersebut melukai film, menyerupai bagaimana Bridget justru tampak kurang bertanggung jawab ketimbang besar lengan berkuasa nan berani terkait dilema di daerah kerja (she's clearly wrong and responsible). Keseluruhan "Bridget Jones's Baby" pun serupa, penuh hit-and-miss namun tetap menyenangkan. 

Artikel Terkait

Ini Lho Bridget Jones's Baby (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email