Thursday, December 13, 2018

Ini Lho May Who? (2015)

Film terbaru garapan sutradara Chayanop Boonprakob (SuckSeed) ini memberi pola trailer yang bagus dan jelek disaat bersamaan. Bagusnya, dengan nuansa corny penuh kebodohan yang sekilas murahan saya terbujuk untuk menonton filmnya. Buruknya, trailer May Who? terlalu banyak mengungkap dagelan serta plot di dalamnya. Tapi yang menyebabkan film ini Istimewa ialah meski mempertontonkan terlalu banyak hal di trailer, saya masih sangat terhibur (meski potensinya sedikit terlucuti). Secara mengejutkan May Who? juga bukan hanya bazar kebodohan, tapi mempunyai hati berbentuk romantisme sampaumur hangat. Komedi-romantis hakikatnya bisa mengkombinasikan kelucuan dengan romantisme, dan itulah pencapaian yang bisa didapatkan film ini. 

Bahkan sedari adegan pembuka yang menampilkan deskripsi abjad Pong (Bank Thiti) terhadap banyak sekali level siswa di sekolahnya. Level tertinggi ialah kapten tim, sedangkan level terendah ialah golongan orang biasa yang ketika acara olahraga hanya duduk sebagai suporter. Bagi Pong, ia berada di bawah level terendah, alasannya ialah tidak ada satupun orang yang mempedulikan dirinya kecuali para tukang bully. Yap, kita mendapat satu lagi abjad utama "pecundang" disini. Sebaliknya, ada Fame (Tor Thanabob) yang sesuai dengan namanya berada di atas level tertinggi. Dia tampan, seorang atlet, sekaligus kapten tim. Satu-satunya kekurangan (menurut Pong) dari Fame ialah putingnya yang menjorok kedalam. Dengan semua kelebihan itu, Fame pun menjadi sosok idola di sekolah. Bahkan murid pria dan guru pun histeris meneriakkan namanya. 

Lalu kita masuk ke bab romansanya. Pong yang invincible nyatanya menyimpan perasaan pada Mink (Frung Narikun) yang notabene salah satu gadis terkenal di sekolah. Tapi dengan status mereka yang bagaikan bumi dan langit, Pong hanya berani memperhatikan gadis pujaannya dari jauh sambil terus menggambar komik ihwal relasi mereka yang penuh imajinasi (romantic and pervert one). Baik Mink maupun Fame bukanlah abjad murid terkenal yang digambarkan sombong. Kita mendapat abjad menyerupai itu dalam sosok para cheers. Fame tetap murah senyum, sedangkan Mink selalu penuh semangat menyulut semangat rekan-rekannya untuk mendukung tim mereka di pertandingan olah raga. Praktis memahami mengapa Pong menyukai gadis tersebut. Kemudian muncul May-Who (Punpun Suttata) sang titular character.
Meski berparas cantik, menyerupai namanya May-Who ialah sosok yang "tidak terlihat". Sama menyerupai Pong, ia berada di bawah golongan murid level terendah. Semua itu ia lakukan secara sengaja alasannya ialah kondisi tubuhnya yang tidak normal. Jika detak jantung May mencapai 120 kali per-menit (distumulus oleh rasa lelah, gugup, terkejut) tubuhnya akan memancarkan arus listrik yang kuat. Sangat besar lengan berkuasa bahkan bisa untuk mengisi ulang baterai aki. Kondisi ini pula yang menciptakan May enggan untuk mendekati Fame meski telah usang memendam cinta. Diawali sebuah perselisihan, May dan Pong yang sesama outcast pun menjalin pertemanan. Tujuan awalnya ialah membantu satu sama lain untuk mendapat sosok idaman mereka yang kebetuan sama-sama populer. 

Tentu ceritanya klise apalagi ditambah trailernya yang membuka tabir plot terlalu banyak. Saya tahu keduanya akan saling membantu, saya tahu pada kesannya Fame akan menyatakan cintanya pada May, saya juga tahu kesannya Pong justru jatuh cinta pada si "gadis listrik". Tapi kecuali bab "Fame menyatakan cinta" gotong royong alur dalam komedi-romantis memang sudah sanggup ditebak sampai akhir. Tinggal bagaimana seorang sutradara bisa mengemas perjalanan yang menarik untuk mencapai titik ending. Bukan tujuan final yang paling penting, melainkan prosesnya. May Who? adalah pola bagaimana sebuah proses tepat bisa melahirkan kepuasan pada ending yang sudah kita semua tahu akan menyerupai apa. 
May Who? adalah film bodoh, dan tidak ada niatan sedikitpun menutupi kebodohan itu. Justru dagelan yang akan menghadirkan respon "lebay" atau "tolol" pada penontonnya begitu dieksploitasi disini, bahkan jadi kunci kesuksesan terbesar. Dengan semangat menghadiran segalanya secara berlebihan, Chayanop Boonprakob bagai tidak menyisakan daerah untuk hal berbau realisme. Dari para cheerleader "tukang pukul" sampai murid kutu buku yang ditakuti guru lebih daripada begundal sekolah, merupakan pola bentuk absurditas berkemampuan tinggi untuk memancing tawa. May Who? seolah tidak memberi waktu bagi saya untuk istirahat tertawa. Boonprakob pun menghadirkan scene demi scene dalam pace cepat yang berpadu dengan editing dinamis. Hampir tiap sequence diisi komedi, dan hebatnya presentase kegagalannya kecil. Bahkan di momen-momen yang sudah dipaparkan oleh trailernya, saya masih bisa tersenyum.  

The only thing that relatable in this movie is the romance. Bagi penonton khususnya usia sampaumur atau 20-an tahun akan terasa kedekatan dengan jalinan romansa film ini. Kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang penuh pengorbanan, menjadi penggemar diam-diam di masa sekolah, sampai sebuah pertemanan yang berujung saling jatuh cinta, semuanya ada disana. Chayanop Boonprakob nyatanya cukup peka dalam menyusun drama percintaan itu. Di tengah kekonyolan bertubi-tubi, sering saya menemukan bittersweetness khususnya yang melibatkan abjad Pong. Penyematan beberapa adegan dalam kemasan animasi turut membantu tercapainya hal ini. Teknik visual tersebut dipakai oleh Boonprakob bukan sekedar biar terlihat stylish, melainkan demi menguatkan kesan fantasi indah penuh mimpi dalam kisah percintaan Pong.

Memahami perasaan dalam konflik yang dialami karakternya ialah kunci keberhasilan film ini membangun romantisme. Semangat bersenang-senang yang tinggi ialah kunci keberhasilan film ini menghadirkan tawa tanpa henti. Kombinasi kedua hal tersebut ialah kunci keberhasilan May Who? sebagai sebuah komedi-romantis. Just stay away from the trailer for maximum pleasure.

Artikel Terkait

Ini Lho May Who? (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email