Thursday, December 13, 2018

Ini Lho National Gallery (2014)

Pada salah satu adegan film ini, nampak dua staff "National Gallery" tengah membicarakan (atau berdebat) mengenai hal apa yang dirasa kurang dalam museum itu. Salah satu dari mereka menyatakan bahwa museum kurang memperhatikan apa yang pengunjung/masyarakat inginkan, atau bisa dibilang "kurang merakyat". Banyak orang tidak memahami apa yang ditawarkan oleh museum yang sudah berdiri semenjak tahun 1824 di London itu. Faktanya memang ada lebih dari 2.300 koleksi lukisan dari aneka macam macam seniman legendaris menyerupai Leonardo da Vinci, Johannes Vermeer, Vincent van Gogh, J.M.W. Turner, dan masih banyak lagi. Faktanya memang tidak semua orang paham apa yang mengakibatkan semua itu spesial, alasannya ialah tidak banyak pula pemahaman masyarakat umum mengenai pemaknaan karya seni lukis. Bagi sebagian orang, lukisan tidak lebih dari gesekan cat air di kanvas yang tidak bisa dipungkiri nampak indah, namun hanya itu.

Dibandingkan medium seni lain, lukisan memang salah satu yang paling segmented. Orang bisa berkunjung ke bioskop untuk mendapat hiburan berupa blockbuster movie. Orang berbondong-bondong tiba ke konser musik untuk bernyanyi bersama atau sekedar memuaskan hasrat eksistensi mereka bertatapan langsung dengan musisi ternama. Bagaimana dengan museum lukisan? Kunjungan ke daerah semacam itu bagi banyak orang terdengar membosankan. Mereka masuk, kemudian berdiri melihat satu per satu lukisan berumur ratusan tahun tanpa tahu makna yang terkandung. Bahkan sekedar mengambil foto untuk dibagikan ke media umum pun dilarang. Bagi kalangan menengah ke bawah pun museum menyerupai "National Gallery" terasa "intimidatif". Ruangan besar dengan kesan eksklusif, serta pemikiran bahwa hanya kalangan cendekiawan saja yang bisa menikmati lukisan sudah jadi tembok penghalang besar untuk sekedar melangkahkan kaki kesana. Belum lagi mendalami seni lukisan itu sendiri.
Sutradara Frederick Wiseman mengakibatkan dokumenternya ini sebagai pintu masuk bagi penonton untuk menjelajahi tiap sudut "National Gallery". Ini ialah dokumenter dengan tingkatan detail eksplorasi tinggi. Setelah lampu musem menyala, Wiseman langsung menunjukkan satu demi satu lukisan secara bergantian, bagai sebuah perkenalan singkat untuk para penonton awam mengenai isi museum. Kemudian kita diajak berkeliling sambil mendengarkan para kurator menjelaskan makna juga latar belakang dari tiap lukisan pada para pengunjung. Tidak hanya menawarkan satu pengetahuan gres mengenai masing-masing lukisan beserta pembuatnya, kita juga melihat ikatan yang terjalin antara kurator dengan lukisan. Bagaimana ia memandang sebuah karya dan mengapa itu amat bermakna baginya. It isn't an emotional journey, but still kinda fascinating to see how people can be moved by an artwork and deeply interpreted it. 
Masih banyak pemandangan lain untuk disaksikan dalam film ini; proses restorasi lukisan, acara pembelajaran, seminar, persiapan pameran, sampai para tuna netra yang tengah menikmati lukisan. Semua ditampilkan oleh Wiseman dengan begitu detail. Durasi panjang, alur lambat dan beberapa poin repetitif kemungkinan besar bakal terasa melelahkan, tapi kesabaran penonton bakal berujung pada hasil observasi mendalam berkat detail menyeluruh yang dipaparkan Frederick Wiseman. Uniknya tidak ada sekalipun interaksi langsung (seperti interviiew) antara objek yang ditampilkan kepada kamera. Kita menyerupai hantu yang melayang bebas diantara bangunan megah "National Gallery" dan lukisan-lukisan bernuansa mistikal di dalamnya. Kita melihat semua detail, semua orang beserta acara mereka, tapi mereka tidak merespon kearah kita. Hal itu menciptakan aku tidak merasa "dipaksa" dalam acara menyerap segala sisi film ini. Saya hanya diperlihatkan apa adanya "National Gallery".

Terasa dreamy saat film ini bagaikan perjalanan ke dunia lain yang berisikan mahakarya seni. Atmosfer itu terpancar berpengaruh dalam kemegahan museum "National Gallery", secara umum dikuasai berkat situasi sunyi yang tak jarang menghadirkann rasa khidmat. Tapi aku tidak dipenjarakan oleh Wiseman disitu, alasannya ialah beberapa kali filmnya menunjukkan kondisi di luar, seolah mengajak untuk rehat sejenak. 

Pada hasilnya Frederick Wiseman tidak pernah memaksa penonton untuk kemudian harus menyukai lukisan atau ingin segera berkunjung ke "National Gallery". Dia hanya ingin bertutur lewat sebuah bazar tanpa impian (berlebihan) untuk didengarkan. Apakah pada hasilnya anda tertarik atau merasa semua hal artsy film ini terlalu tinggi untuk dicerna, atau bahkan mengalah dan berhenti sebelum filmnya usai itu terserah. Penonton bisa "mendapatkan" sesuatu, bisa juga tidak. Jika tidak pun, National Gallery tetap menjadi perjalanan mistis dipenuhi visual memikat ketika lukisan diposisikan sebagai suatu hal penuh makna (bahkan terkadang religius) yang bisa menjalin ikatan intim dengan penikmatnya. Art imitates life.

Artikel Terkait

Ini Lho National Gallery (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email