Thursday, December 13, 2018

Ini Lho Me And Earl And The Dying Girl (2015)

Me and Earl and the Dying Girl punya segala pesona quirky yang bakal menciptakan Wes Anderson dan Noah Baumbach jatuh cinta. Well, pada faktanya film yang disesuaikan dari novel berjudul sama goresan pena Jesse Andrews (juga menulis naskah filmnya) ini memang diproduksi oleh "Indian Paintbrush", sebuah production company yang telah banyak menciptakan film-film karya Wes Anderson. Karakter utamanya ialah Greg Gaines (Thomas Mann), dewasa socially awkward sekaligus siswa tahun final sebuah Sekolah Menengan Atas di Pittsburgh. Dia menjalani masa Sekolah Menengan Atas hanya dengan satu tujuan: bertahan hidup. Greg begitu memandang rendah diri sendiri, dan menjadi self-loathing karena hal itu. Dari segala aspek itu, gampang menerka Greg bakal menjadi korban bully di sekolah. Greg sendiri menyadari hal tersebut dan menyiapkan siasat guna menawarkan garansi keamanan bagi dirinya.

Siasat itu ialah coba mendekatkan diri dengan banyak sekali tipe orang di sekolah, mulai dari gerombolan emo berdandanan gothic, sampai para penghisap ganja. Greg melaksanakan itu semoga ia tidak diasosiasikan dalam golongan tertentu. Tapi sebetulnya tidak ada satu pun dari mereka yang benar-benar menjalin pertemanan dengannya. Demi menjaga situasi "netral" Greg hanya berosialisasi dengan masing-masing golongan secara sesekali. Here's the uncommon charm of this movie. Disaat banyak film dengan tema serupa menampilkan perjuangan karakternya secara konkret menjauh dari sentra bulat sosial, Greg justru sebaliknya. Dia ingin berada di segala sisi bulat semoga tidak meninggalkan satu jejak pasti. Tapi Grerg sebetulnya bukan dewasa dengan kemampuan sosial buruk. Dia bisa memahami bahkan mengaplikasikan identitas sosial yang ia pelajari. Dia hanya tidak yakin dengan kemampuan dirinya.
Itulah kenapa Greg takut dengan istilah "teman". Bahkan Earl (Ronald Cyler II) yang sudah bersahabat dengannya sedari kecil tidak ia sebut "teman" melainkan "rekan kerja". Earl bukanlah seorang pecundang atau anti-sosial. Dia ialah tipikal dewasa yang hanya ingin melaksanakan keinginannya. Sifatnya easy going, yang menyebabkan Earl sahabat tepat bagi Greg. Earl tidak peduli kalau Greg tak pernah menyebut kekerabatan keduanya sebagai pertemanan. Karena dibalik sifatnya yang terkesan cuek, Earl amat memahami alasan dari keengganan Greg tersebut. Sekilas kita akan melihat tidak ada ikatan persahabatan berpengaruh diantara keduanya. Satu-satunya hal yang nampak mengikat mereka ialah kegemaran terhadap film-film kasik (khususnya Werner Herzog). Mereka pun banyak menghabiskan waktu menciptakan versi sweded dari film-film tersebut (ex: Senior Citizen Kane, Vere'd He Go?, The Seven Seals, Eyes Wide Butt, etc.) Semua sweded movie karya Greg dan Earl selalu menghadirkan kelucuan di tengah keliaran kreatifitas. Saya selalu tidak sabar menanti adegan yang menghadirkan film-film mereka.

Maka, tercipta kejutan hangat dikala di sebuah adegan Earl memaparkan secara detail mengenai kepribadian Greg. Siapa sangka dibalik sosoknya yang lebih banyak diam, Earl menyimpan perhatian sebesar itu? Me and Earl and the Dying Girl memang dipenuhi character relationship yang unik namun hangat. Hal itu pula yang terpancar terang dikala Greg pertama bertemu dengan Rachel (Olivia Cooke) pasca si gadis didiagnosis menderita leukimia. Dengan jujur Grerg mengaku alasannya berkunjung ialah alasannya ialah paksaan sang ibu. Tapi justru alasannya ialah itulah Rachel bersedia menemuinya. Setelah itu kekerabatan keduanya semakin dekat. Diluar dugaan Rachel bisa terhibur oleh humor-humor Greg, dan Greg sendiri semakin tidak merasa terpaksa menemani Rachel.Rachel sama sekali tidak keberatan (bahkan terhibur) dengan dagelan Grerg yang bisa sangat sensistif bagi penderita kanker stadium akhir, meski Grerg sendiri pada hasilnya merasa tidak yummy hati dengan guyonan tersebut.  
Dari kekerabatan mereka berdua, sutradara sekaligus penulis naskah Alfonso Gomez-Rejon ingin menawarkan perspektif yang lebih positif terhadap kematian. Gomez-Rejon sama sekali tidak menggaungkan gema tearjerker sepanjang filmnya. Jika ada air mata atau rasa haru menyeruak, itu ialah respon alamiah yang hadir tanpa paksaan kasar, khususnya berkat simpati terhadap sosok Rachel. Pertemuan pertama dengan Rachel meninggalkan kesan bahwa ia ialah gadis yang gloomy, bahkan meski tanpa penyakit yang diderita. Tapi seiring berjalannya waktu disaat senyum penuh kebahagiaan tanda ketegaran makin banyak tersungging dari bibirnya, saya makin menyukai dia. Olivia Cooke menawarkan penampilan yang menyebabkan tiap senyuman dari Rachel terasa begitu berharga dan tiap tangisan menawarkan iba. I love to love her because of those smiles and tears.

Me and Earl and the Dying Girl bukan film yang mengajak penontonnya menyesali nasib jelek berupa kematian. Tapi juga tidak pernah terlalu muluk dengan berkata "don't be sad, everything's gonna be okay". Kesedihan pula keputusasaan tetap menyelimuti, tapi bagaimana seseorang bisa bangun dan mengambil sisi positif dari semua itu ialah yang paling utama. Melalui kedekatan dengan kematian, karakter-karakternya justru semakin banyak mempelajari kehidupan. Kematian yang makin bersahabat turut mempererat Rachel dan Greg. Rachel mendapat senyumannya kembali, dan Greg menyadari banyak hal untuk menciptakan hidupnya lebih berharga. They learned more about life through death. Sebuah ironi yang makin menghangatkan pemaparan drama filmnya. Kehangatan itu turut diperkuat oleh keberhasilan komedinya dalam menawarkan tawa. Tanpa perlu menjadi tearjerker film ini bisa terasa mengharukan. Tanpa perlu menjadi terlalu naif, film ini sanggup terasa positif. What a sweet story about friendship.

Artikel Terkait

Ini Lho Me And Earl And The Dying Girl (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email