Thursday, December 13, 2018

Ini Lho Monster Hunt (2015)

Here's the highest-grossing film in China of all time. Dengan mengumpulkan total pendapatan $384.7 juta, Monster Hunt berhasil menumbangkan raksasa-raksasa blockbuster dari Hollywood macam Furious 7, Avengers: Age of Ultron hingga Jurassic World. Film garapan sutradara Raman Hui ini memang punya formula tepat untuk melaksanakan itu. Cerita ringan penuh adegan agresi dan komedi yang kental, serta tentunya polesan CGI yang mendominasi yaitu jawabannya. Tapi faktor utama yang membuat penonton China menyerbu film ini yaitu alasannya yaitu Monster Hunt merupakan produk dalam negeri. Saat anda mendengar sebuah film negeri sendiri yang bisa menyuguhkan tontonan ala-Hollywood, pastilah rasa ingin tau bakal memuncak. Tapi apakah film ini merupakan perjuangan yang berhasil dan memang layak mencetak angka pendapatan sebesar itu?

Sebelum anda berharap film ini punya kualitas CGI tinggi yang membuat para monsternya serealistis mungkin menyerupai Jurassic World misalkan, hilangkan dulu ekspektasi tersebut. Para pembuatnya tahu, keterbatasan dana merupakan halangan terbesar untuk membuat imbas visual realis. Karena itu visualnya sengaja dibentuk cartoonish sebuat saja menyerupai Alice in Wonderland-nya Tim Burton, hanya lebih kasar. Itu keputusan tepat, alasannya yaitu Monster Hunt akhirnya mampu mengatakan hiburan visual penuh warna yang imajinatif. Para monster tidak terlihat menyatu dengan dunia nyata, tapi itu bukan masalah. Karena goal utama dari film ini yaitu menyajikan hiburan menyenangkan, tidak peduli meski kesan silly nampak terang dari sana. Well, Monster Hunt memang sebuah junk food yang makin menyamakan rasa film ini dengan blockbuster dari Hollywood.
Film dibuka oleh narasi perihal legenda para monster yang telah diusir oleh para insan sehingga harus tinggal di suatu kawasan tersembunyi. Monster yang nekat memasuki wilayah insan akan diburu oleh para Monster Hunter. Hingga suatu hari terjadi perang saudara untuk menggulingkan raja monster. Perang itu membuat banyak monster harus melarikan diri dari kejaran pasukan raja baru, termasuk ratu dari raja lama. Saat itu sang ratu tengah dalam kondisi mengandung, dan otomatis bayi dalam kandungannya ikut menjadi sasaran. Kemudian kita akan bertemu dengan Song Tianyin (Jing Boran), perjaka yang bekerja sebagai tukang jahit sekaligus koki di restoran milik keluarganya. Dengan keseharian menyerupai itu, wajarlah jikalau sang nenek (Elaine Jin) menganggap Tianyin sebagai pecundang. Apalagi sang ayah yang dulu membuang Tianyin dikenal sebagai pemburu monster hebat. 


Kita menerima abjad utama seorang pecundang, dan di lain pihak ada bayi monster yang sedang membutuhkan perlindungan. Formula klasik dari zero-to-hero langsung terasa. Akan berjalan menyerupai apa dan kearah mana kekerabatan antara insan dan monster terbaca jelas. Monster Hunt memang klise, entah caranya membangun kekerabatan antar-karakter dan eksplorasi individual, penyajian romansa, sampai cara yang ditempuh untuk memancing emosi penonton. Tidak ada kompleksitas dimana terdapat garis batas tebal antara hitam dan putih. Segalanya familiar. Bahkan abjad Tianyin yang digambarkan berkaki pincang dan beberapa monster dengan desain menyerupai naga terang mengingatkan pada How to Train Your Dragon. Tidak mengejutkan sebenarnya, mengingat Raman Hui memang banyak berkontribusi dalam film-film DreamWorks termasuk sebagai co-director dalam Shrek the Third.

Tapi apakah klise merupakan hal buruk? Untuk kasus Monster Hunt ini terang bukan, malah sebaliknya menjadi salah satu kekuatan. Film ini tidak berambisi besar untuk menjadi sajian epic yang cerdas. Menyadari adanya keterbatasan dana, maka secara sengaja CGI untuk para naganya dikemas komikal. Sadar dengan tampilan menyerupai itu akan sulit bagi penonton menganggap serius filmnya, maka dibuatlah kisah ringan dipenuhi banyolan konyol. Demi hiburan seringan dan selucu mungkin, sangat sulit menemukan satu abjad yang tidak berakhir melaksanakan tindakan konyol, menyerupai Huo Xiaolan (Bai Baihe) dan Luo Gang (Jiang Wu) yang awalnya digambarkan sebagai pemburu monster dengan tatapan mata dingin, sebelum balasannya menjadi konyol pula. Komedinya yang abstrak juga efektif memancing tawa. It's funny because it's weird
Sosok bayi monster yang imut dengan tingkah laris menggemaskan memang bintang utama film ini. Sudah bisa dibayangkan laba besar dari merchandise yang didapatkan berkat sosoknya. Tapi diantara abjad manusia, Bai Baihe yaitu bintangnya. Karakter Xiaolan melewati tiga fase. Dari pemburu monster yang keras, perlahan menjadi konyol berkat aneka macam comic relief, hingga memunculkan sisi anggun dikala mulai terlibat romansa dengan Tianyin. Baihe tepat dalam tiga fase tersebut, khususnya dikala harus melakoni adegan komedi. Ekspresi dan gesturnya tepat sasaran, membuat Xiaolan tidak hanya lucu, tapi juga likeable. Bersama Jing Boran, ia menjalin love/hate relationship yang menarik. Terasa hidup alasannya yaitu kepribadian mereka bertentangan. Semakin unik alasannya yaitu keduanya bagai bertukar "peran gender". Tianyin lebih berperasaan dengan hobi menjahit dan memasak, sedangkan Xiaolan keras, hirau taacuh dan jago bela diri. Keabsurdan komedi Monster Hunt makin tampak dikala Tianyin harus mengandung si bayi monster dalam perutnya.

Tidak ada kedalaman emosi pula eksplorasi abjad mendalam. Beberapa karakternya berubah perilaku tanpa ada gradasi yang terang dan perwatakan kuat. Tapi disaat saya tidak pernah ikut mencicipi emosi mereka atau terikat oleh ceritanya, Monster Hunt tetap berhasil membuat saya menyukai semua itu. Hanya sekedar mengatakan kesenangan, tapi tidak ada yang salah dengan sebuah kesenangan yang kosong bukan? Kaprikornus kembali pada pertanyaan diawal, "apakah film ini merupakan perjuangan yang berhasil dan memang layak mencetak angka pendapatan sebesar itu?" Jawabannya "ya". 


Artikel Terkait

Ini Lho Monster Hunt (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email