Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho The Neon Demon (2016)

"I see 20 or 30 girls come in here every day. Mostly from small towns with big dreams. Because some guy named Chad in the food court told them they were beautiful enough to be a model." Demikian ungkap Roberta Hoffman (Christina Hendricks) pada Jesse (Elle Fanning), gadis polos berusia 16 tahun yang mengadu nasib ke Los Angeles demi menggapai mimpi menjadi model. "The Neon Demon" bicara mengenai "American Dream" dan industri fashion di mana keduanya sama-sama punya sisi gelap, layaknya iblis rahasia mengintai, bersembunyi di balik gemerlapan neon yang membutakan, perlahan menguasai hati manusia. 

Nicolas Winding Refn ("Drive", "Only God Forgives") dengan "The Neon Demon" tak ubahnya Michael Bay menciptakan film berjudul "The Explosion Robot" atau Martin Scorsese menciptakan "The New York Gangster". "Only God Forgives" mengatakan fetish NWR terhadap warna warni neon dan karya terbarunya ini kembali didominasi hal tersebut, ditemani tempo lambat yang tak jarang dilengkapi slow motion, musik synth buatan Cliff Martinez, serta surreal imageries. "The Neon Demon" terperinci membelah penonton. Satu sisi bakal jengah dan bosan dibuatnya. Tapi ada pula yang akan terpikat, merasa terhipnotis oleh gaya NWR. Saya termasuk golongan kedua.
Pertemuan Jesse dengan fotografer amatir, Dean (Karl Glusman) merupakan awal lompatan karirnya. Hasil foto Dean membawa Jesse diterima di agensi model milik Roberta, menjalani sesi pemotretan dengan fotografer kenamaan, Jack (Desmond Harrington), kemudian menjadi epilog peragaan busana karya Robert Sarno (Alessandro Nivola). Lonjakan karir mendadak itu memancing rasa iri pada dua model lain, Gigi (Bella Heathcote) dan Sarah (Abbey Lee). Walau demikian, Jesse selalu menerima pembelaan dan santunan dari penata rias berjulukan Ruby (Jena Malone). 

Kenapa Jesse gampang merenggut atensi orang-orang? It isn't just beauty, it's about purity. NWR coba menekankan, di tengah glamornya industri yang diselimuti kehampaan pula kepalsuan, kemurnian Jesse bersinar terang kolam mutiara di lautan. Di sinilah sosok "demon" muncul dan aspek horor mengambil alih. Iblis bukan digambarkan secara literal, melainkan metafora sisi gelap industri yang mana tak kasat mata. Terornya tidak berwujud nyata, entah dreamy surreal vision atau ketika Jesse mendapati ada seseorang (atau sesuatu) berusaha mendobrak ke dalam kamarnya. The unseen demon lurks around her. Kita pun diajak mencicipi ketidaknyamanan atmosfer creepy selaku manifestasi kondisi tersebut sambil sesekali diperlihatkan adegan disturbing seperti nekrofilia. 
"The Neon Demon" merupakan proses tatkala kemurnian dikonsumsi kegelapan. Transisi karakternya dikemas secara abstrak sewaktu Jesse mencium pantulan dirinya di cermin (penggambaran narsisme yang mengambil alih). Terjadi begitu cepat, namun bukankah hidup memang demikian? Seseorang berkembang menjadi sosok yang jauh berbeda tanpa kita sadari. Soal karakterisasi, naskah garapan NWR bersama Mary Laws dan Polly Stenham mungkin terasa dangkal dan tipis, tapi kelemahan itu ditebus sang sutradara melalui tuturan visual mengagumkan nan menghipnotis. Bersenjatakan permainan cahaya lampu neon plus properti yang ditangkap tepat oleh sinematografi Natasha Braier, tiap shot adalah keindahan asing yang menerangkan visi NWR membangun pengalaman out of this world.

Seringkali filmnya berdiam terlalu usang di sebuah sequence (yang juga bergerak lambat) tanpa substansi, namun sejatinya "dosa" terbesar "The Neon Demon" bukanlah alur yang terlampau pelan, melainkan perasaan kosong jawaban nihilnya rasa dan emosi. Saya tahu ini intensional. NWR hendak mengkritisi hampa serta dangkalnya industri fashion yang menyatakan bahwa "beauty isn't everything, it's the only thing". Tapi ketika filmnya menjadi apa yang dikritisi, terciptalah standar ganda. Beside that, "The Neon Demon" is still a crazy, disturbing tale about the heartless, shallow and cannibalistic nature of fashion industry. 

Artikel Terkait

Ini Lho The Neon Demon (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email