Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho Tale Of Tales (2015) / Weiner (2016) / Things To Come (2016)

Tale of Tales - Raja dan Ratu yang begitu mendambakan anak sampai bersedia memburu monster laut, seorang raja menemukan kutu raksasa kemudian memelihara dan menyayanginya lebih dari sang puteri yang ingin segera dinikahkan, abang beradik bau tanah nan jelek rupa kebingungan kala sang Raja jatuh cinta sehabis mendengar indahnya nyanyian salah satu dari mereka. Tiga kisah berbeda setting tersebut hadir silih berganti, hanya bersinggungan di awal dan selesai dalam penyesuaian "Pentamerone", koleksi dongeng dari kala 17 karya Giambattista Basile ini. Jangan harapkan kisah happily ever after, lantaran "Tale of Tales" merupakan dark fantasy penuh kematian, tragedi, pula ironi ihwal cinta yang tidak berjalan semestinya.
Tercipta keganjilan adiktif dunia fantasi. Ketika Raja Longtrellis (John C. Reilly) memburu naga, kombinasi tepat antara practical effect, CGI secukupnya, dan suasana keruh bawah air membuatnya nampak lebih positif dan meyakinkan dibanding Hollywood blockbuster dengan bujet ratusan juta dollar sekalipun. Sinematografi Peter Suschitzky turut menguatkan visual fairy tale-nya, semisal pada penampakan gadis berambut merah di tengah hutan. Naskahnya urung memperhatikan logika sebab-akibat maupun psikis abjad selaku pendorong tiap perbuatan. Tapi dongeng memang tak mengutamakan kompleksitas karakter, lantaran mereka sebatas alat demi memberikan pesan cerita. Film ini berhasil berpesan walau lewat cara yang twisted. (4/5)

Weiner - Menonton "Weiner" tanpa terlebih dahulu mengenal subjek beserta skandal dan resolusinya menciptakan dokumenter bergaya fly on the wall ini bak political thriller dinamis berbalut twist. Opening-nya memperkenalkan pada kita Anthony Weiner, anggota kongres New York yang begitu vokal, berapi-api menyuarakan hak rakyat kecil, membuatnya  meski kontroversial  disukai publik. Bagi penonton awam menyerupai saya, ia bagai politikus idaman. Lalu semua berbalik ketika pada 2011, foto celana dalamnya beredar di Twitter, mengubah Weiner dari jagoan menjadi pesakitan mesum, memaksanya mundur dari kongres. Selang dua tahun, Weiner mencalonkan diri sebagai Walikota New York, kembali ke ranah politik.
Pada masa kampanye inilah eksplorasi filmnya berpusat. "Weiner" berlangsung dramatis, penuh naik-turun fase perjalanan Anthony Weiner, konstan memunculkan fakta mengejutkan sekaligus mempermainkan persepsi penonton akan sang titular subject. Duo sutradara Josh Kriegman dan Elyse Steinberg tidak banyak "ikut campur", membiarkan kamera bergerak menangkap kisah yang bagai sudah tertulis dengan sendirinya. Keduanya tidak memihak atau memojokkan Weiner, tidak pula menaruh simpati berlebih pada sang istri, Huma yang walau sekilas nampak menyerupai korban sikap dan ambisi suami, isi hatinya tetaplah misteri. Kriegman merupakan mantan karyawan Weiner, sehingga memudahkan jalan masuk menangkap momen-momen personal menyerupai keheningan intens antara Weiner dan Huma selepas mendengar info mengejutkan. (4.5/5)

Things to Come - Nathalie (Isabelle Huppert) ialah guru filsafat yang piawai membedah fatwa para filsuf besar, menyaring pemaknaan atasnya. Tapi nyatanya kemampuan itu urung membantu Nathalie menghadapi setumpuk persoalan hidup yang bergantian hadir. Sang ibu (Edith Scob) selalu menelepon pagi dan malam akhir panic attack. Buku karyanya kurang laris di pasar, sehingga tim marketing berusaha mengemasnya lebih komersil, suatu hal yang tak disukai Nathalie. Terakhir, suaminya, Heinz (Andre Marcon) mengaku telah berselingkuh. Ketiadaan putera-puteri yang telah sampaumur menciptakan Nathalie hanya mempunyai Fabien (Roman Kolinka), mantan murid kesayangannya yang sekarang tinggal di gunung, bergabung dengan komunitas filsuf radikal.
Kentalnya unsur perpisahan dan kehilangan tidak menciptakan Mia Hansen-Love selaku sutradara sekaligus penulis naskah mengusung nuansa depresif. Pengadeganan dinamis, pergerakan alur taktis (pelan tanpa harus menyeret), ditambah pencahayaan terperinci sinematografi Denis Lenoir menimbulkan perjalanan Nathalie  yang berkat akting Isabelle Huppert terlihat bersemangat di luar namun kentara ringkih di dalam  tersaji ringan, gampang diikuti. Contohnya ketika salah seorang tokoh meninggal, filmnya urung berdiam diri terjebak di kesedihan, bagai waktu yang terasa bergulir cepat dalam hidup. Mia Hansen-Love turut mempertanyakan makna kebebasan. Apakah suatu hal memang bentuk kemerdekaan atau penjara gres berupa ketidakmampuan? (4/5)

Artikel Terkait

Ini Lho Tale Of Tales (2015) / Weiner (2016) / Things To Come (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email