Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho Passengers (2016)

Kejutan terbesar "Passengers" yakni ketika anda mendapati film ini bukan cerebral sci-fi macam "Gravity" atau "Interstellar", tidak pula menyimpan misteri berbalut twist sebagaimana ditonjolkan oleh bahan promosinya. It's simply "Titanic" in space with some nods to "Sleeping Beauty" and "The Shining". Karya terbaru sutradara Morten Tyldum ("The Imitation Game") ini mungkin takkan terdengar di ajang penghargaan ibarat yang sebelumnya diprediksi, namun pentingkah itu ketika dua bintang paling panas Hollywood ketika ini, Chris Pratt dan Jennifer Lawrence dipersatukan? 

Pesawat Avalon terbang menuju Planet Homestead II, daerah 5.000 orang penumpangnya akan membangun peradaban baru. Mereka direncanakan berhibernasi selama 120 tahun, kemudian berdiri empat bulan sebelum mendarat guna mempelajari cara hidup berkoloni dipandu 238 kru Avalon. Malang bagi Jim Preston (Chris Pratt), kerusakan kapsul hibernasi membangunkannya 90 tahun lebih cepat. Jadilah Jim sendirian di luar angkasa, bermain basket dan "Dance Dance Revolution", minum-minum di kafe sambil ditemani robot bartender bernama Arthur (Michael Sheen) yang mengingatkan pada tokoh Lloyd dalam "The Shining", sembari sesekali mencari cara untuk hibernasi kembali.
Luar angkasa selalu penuh misteri tanpa batas. Membayangkan terjebak seorang diri menanti simpulan hidup di sana memudahkan untuk memahami degradasi psikis yang dialami Jim. Setahun berlalu hasilnya ia mendapat sahabat tatkala Aurora  like in "Sleeping Beauty"  yang diperankan Jennifer Lawrence ikut terbangun. Saya takkan mengungkap penyebabnya, namun tragedi ini memunculkan ambiguitas moral dalam ceritanya. Here's the best part of this movie, when the romance sparks between those two while we realize that there's a human's dark side inside. Namun (creepily) sisi gelap tersebut sanggup dimengerti sehingga pertanyaan kemanusian tidak hanya ditujukan pada huruf filmnya, pula bagi kita sendiri. 

Serupa banyak suguhan sci-fi di luar sana, naskah garapan Jon Spaihts turut menuturkan ihwal kepongahan manusia. Seperti Titanic yang dianggap tak bisa tenggelam, pihak Homestead menyatakan kapsul hibernasi tidak pernah gagal berfungsi. Pada hasilnya kita tahu bagaimana nasib kedua "mahakarya" tersebut. Spaihts menekankan bahwa kesombongan ini bersahabat kaitannya dengan ketergantungan insan pada mesin. Walau berjalan lurus tanpa kelokan berupa twist mengejutkan, naskah film ini nyatanya terbukti cukup kaya, menyimpan banyak layer dalam alur. 
Seperti Jim, Aurora pun terguncang. Tapi berbeda dengan Jim, sulit baginya menerima, alasannya yakni mimpi besarnya sebagai penulis turut hancur. Bukan saja maksimal menyalurkan rasa frustrasi tokohnya, Jennifer Lawrence pun bisa menciptakan tiap kalimat terdengar natural, casual, lezat diikuti. Bersama Chris Pratt yang mengakibatkan kerapuhan dan keputusasaan Jim terasa simpatik, keduanya membangun interaksi solid didasari tukar barang obrolan yang hidup. Bahkan kalimat cheesy macam "You die, I die!" (get the "Titanic" reference?) urung berakhir menggelikan. Mereka menyuntikkan energi, menjaga gravitasi penahan atensi penonton bahkan sewaktu paruh simpulan filmnya meninggalkan paparan humanisme kompleks dan terkesan menggampangkan berkonklusi. 

Third act-nya beralih menuju gelaran spectacle engan getaran serta letupan api. Keputusan itu bisa dimengerti mengingat "Passengers" sejatinya memang blockbuster hiburan. Masalahnya, Morten Tyldum kurang cakap memvisualkan kemegahan out of this world dan puncak ketegangan bombastis. Momen spacewalk yang Jim deskripsikan sebagai "the best show in town" hadir tanpa kesan berarti, begitu pula klimaksnya, walau adegan luapan air kolam renang sewaktu gravitasi menghilang terang memikat mata. Lebih fatal yakni pilihan konklusi yang melupakan kompleksitas kisah kemanusiaan, menjustifikasi perbuatan karakternya demi memberi simpulan bahagia. Ending yang baik tidak bersinonim dengan kebahagiaan, melainkan yang layak didapatkan karakternya, dan huruf dalam "Passengers" tidak layak mendapat simpulan sebagaimana yang diberikan. 

Artikel Terkait

Ini Lho Passengers (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email