Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Sing Street (2016)

"Can a song save your life?" bukan hanya merupakan judul awal dari "Begin Again", namun sekaligus pertanyaan yang mendasari film-film garapan sutradara/penulis naskah/komposer John Carney, dan jawabannya yakni "yes". Carney memang punya optimisme tinggi mengenai kekuatan musik, tidak terkecuali dalam "Sing Street" yang mengambil setting di Dublin, Irlandia tahun 1985 tatkala krisis ekonomi tengah mendera. Dibanding dua film Carney sebelumnya, "Sing Street" memang menyiratkan situasi lebih kelam  krisis ekonomi, perceraian, abusive relationship, bullying, drug using  namun pada pemaparannya justru lebih menggelitik bahkan ditutup secara positif  Carney's two previous movies have a bittersweet ending.

Memburuknya perekonomian keluarga  diperparah pertengkaran rutin kedua orang tua  membuat Conor (Ferdia Wash-Peelo) harus pindah ke Synge Street, sebuah sekolah Kristen yang diisi bawah umur nakal. Di sana Conor mendapati banyak kesulitan termasuk menjadi korban bully Barry (Ian Kenny) dan kerap ditegur sang kepala sekolah, Brother Baxter (Don Wycherley) jawaban menggunakan sepatu warna cokelat. Tapi Conor segera menemukan tujuan gres kala terpikat pada gadis misterius, seorang model berjulukan Raphina (Lucy Boynton). Demi menarik perhatian Raphina, Conor nekat membentuk sebuah grup band walau minim pengalaman soal musik kecuali dari program Top of the Pops yang rutin ia tonton di televisi bersama kakaknya, Brendan (diperankan Jack Reynor lewat kombinasi apik semangat rock n roll, juga kehangatan dan kerapuhan tersirat).
Pada aspek storytelling, film ini memang tak seberapa kuat. Naskah hasil goresan pena John Carney walau bisa membuat setting yang kaya selaku latar, sejatinya mempunyai kisah klise pula tipis khususnya di presentasi drama. Coba lucuti momen musikalnya, "Sing Street" minim faktor pengikat minat penonton. Selain itu, beberapa resolusi terasa menggampangkan, di mana permasalahan seringkali usai begitu saja. Untung tersisa satu subplot berpengaruh mengenai hubungan Conor dan Brendan. Interaksi keduanya tersusun oleh obrolan seputar musik, di mana Brendan membagi banyak pengetahuannya guna membantu sang adik menulis lagu. Sederhana tapi "hidup", apalagi dikala Brendan kerap melontarkan ajukan yang tepat membangun kesan love/hate relationship kakak beradik ini. Alhasil tercipta jalinan persaudaraan hangat yang menyimpan heartbreaking moment kala konflik keluarga memuncak plus emotional payoff di akhir.

"Sing Street" pun menjadi karya John Carney paling playful sejauh ini. Beberapa kali kesan menggelitik hadir entah melalui serangkaian situasi kocak yang mengiringi perjalanan Conor dan grup band miliknya termasuk perubahan gaya rambut serta pakaian (ditata oleh Tiziana Corvisieri) tiap kali ia menerima rujukan musisi baru, atau obrolan quotable dengan ajukan Brendan terhadap Phil Collins (dan Genesis) jadi teladan terbaik. 
Di luar kelemahan cerita, "Sing Street" yakni bukti sensitivitas Carney bertutur lewat musik. Tentu formasi lagunya (co-wrote by Carney, Gary Clark, Ken and Carl Papenfus) memanjakan pendengaran sekaligus tepat mewakili kebutuhan  ballad-nya mengharukan, nomor upbeat-nya mengundang hentakan kaki penonton  namun kekuatan bahwasanya terletak pada kemampuan Carney mengawinkan musik (suara) dengan visual melalui hal sederhana sekalipun. Terdapat satu momen dikala Raphina tengah menghapus makeup di dalam kamar sambil diiringi lagu "Up". Sejenak Raphina menampakkan ekspresi haru seiring memuncaknya lagu. Adegan ini tepat mencerminkan perasaan kita semua dikala hati ini tengah tersentuh oleh sebuah lagu yang terasa personal. That moment was so brief and simple yet very emotional. Aktivitas Raphina pun menyerupai menggambarkan kondisi dan perasaan jujur apa adanya seseorang tanpa ditutupi balutan "topeng".

Musik menyerupai sihir dalam "Sing Street", bisa menuntaskan segunung kasus mulai sekedar cinta remaja, sampai yang sifatnya kompleks macam bullying, harapan untuk orang-orang di "tanah tanpa harapan", juga disfungsi keluarga. Musik bukan sekedar escapism atau pelarian sementara, melainkan obat mujarab. Mungkin terdengar sulit diterima, sama mustahilnya dengan lagu-lagu grup band Sing Street yang terlalu rapih dan jernih walau direkam oleh para amatir memakai cassette recorder, tapi optimisme penuh harap sesekali memang diperlukan, dan semangat kasatmata milik "Sing Street" yang merupakan selebrasi terhadap keagungan musik terang patut dirayakan. 

Artikel Terkait

Ini Lho Sing Street (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email