Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Sully (2016)

Pada 2012, Robert Zemeckis lewat "Flight" menuturkan kisah kepahlawanan seorang pilot yang bisa secara luar biasa mendaratkan pesawatnya, menyelamatkan banyak nyawa penumpang, namun berujung jadi pesakitan tatkala proses persidangan mengungkap bahwa ia berperan membuat kecelakaan tersebut. Setahun kemudian, dalam "Captain Phillips" Tom Hanks memerankan sang titular character, kapten kapal yang harus berjuang menyelamatkan diri sendiri beserta awaknya dari serangan perampok Somalia. Gabungkan kedua judul itu, anda pun mendapat "Sully" garapan Clint Eastwood yang tetap produktif menghasilkan karya berkualitas walau usianya telah menginjak 86 tahun.

Diangkat dari autobiografi dari Chesley "Sully" Sullenberg (Tom Hanks) berjudul "Highest Duty", film dibuka oleh adegan mimpi jelek Sully ketika pesawatnya mengalami kecelakaan, menghantam gedung sampai hancur meledak tanpa sisa. Di kehidupan nyata, Sully bisa mendaratkan pesawat tersebut di sungai Hudson meski kedua mesin mengalami kerusakan total, menyelamatkan seluruh penumpang (155 orang). Merupakan keajaiban alasannya yaitu belum pernah ada pilot yang bisa melaksanakan pendaratan darurat di air dengan selamat. Seketika Sully menghiasi layar televisi, dianggap pahlawan, dielu-elukan namanya oleh seantero Amerika Serikat. Sehingga aneh ketika ia justru tampak cemas, dilematis, sama sekali tak mengatakan ekspresi bahagia.
Kecemasan itu didasari oleh penyelidikan National Transportation Safety Board (NTSB), di mana berdasarkan banyak sekali data yang mereka kumpulkan, Sully masih punya cukup materi bakar dan ketinggian untuk mendaratkan pesawatnya di bandara terdekat daripada membahayakan nyawa penumpang dengan pendaratan darurat di Hudson. Berangkat dari situ naskah goresan pena Todd Komarnicki mengolah drama kemanusiaan menjadi perenungan dilematis. Dua pertanyaan yakni "Apakah Sully sudah mengambil keputusan tepat?" dan "pasca menyelamatkan ratusan nyawa adilkah bila Sully dipersalahkan?" dihadapkan bagi penonton. Pada kenyataannya, sang protagonis pun turut mempertanyakan hal-hal tersebut. Dia meyakini ketepatan kalkulasinya, tapi pemikiran "what if?" senantiasa menghantui.

Tom Hanks kolam tanpa kesulitan menghidupkan kegamangan karakternya. Berhiaskan rambut plus kumis putih, ada kematangan menangani banyak sekali situasi baik di dalam maupun luar kokpit hasil pengalaman selama 40 tahun. Tapi di ketika bersamaan kita sanggup mencicipi setumpuk kegundahan terpendam yang seolah bisa meledak setiap saat. Hanks hits the right tone perfectly in this low key yet absorbing performance. Bukan sebuah kejutan kalau di awal tahun depan nama Tom Hanks kembali menghiasi jajaran peraih nominasi pemain film terbaik Oscar untuk keenam kalinya.
Treatment naskah plus sudut pandang Clint Eastwood mengenai heroism  tema yang telah puluhan tahun ia tangani  memang one-sided ketika penonton diarahkan semoga mengakui kepahlawanan sang kapten. Tapi pengungkapan satu demi satu fakta menyudutkan ditambah siratan ketidakyakinan Sully berpengaruh menjaga pemikiran kritis penonton. Saya  pun dibentuk mengesampingkan fakta bahwa selama 96 menit durasi, ceritanya cenderung tipis, sekedar bolak-balik antara momen kecelakaan pesawat dan setting masa sekarang menyoroti kebimbangan Sully menghadapi investigasi. Beberapa subplot semisal konflik Sully dan sang istri (Laura Linney) akhir kekhawatiran akan worst case scenario  Sully dinyatakan bersalah, tidak boleh terbang, kemudian mengalami kesulitan ekonomi  juga flashback masa kemudian tersaji dangkal, tanpa signifikansi berarti.

Eastwood masih piawai memainkan dinamika penceritaan, bertutur menggunakan tempo lambat sambil sesekali menghentak, memunculkan rasa sesak melalui adegan kecelakaan menegangkan. Bukan hamparan bombastis layaknya "Flight", namun sesudah menghabiskan sedikit waktu mengamati acara berhiaskan senyum para penumpang sebelum lepas landas, terdapat kesan mencekam bagai kita tengah menjadi saksi mata suatu peristiwa (berpotensi) maut. Ketegangan memuncak ketika pesawat bergetar hebat, dan para pramugari mulai berteriak "Brace, brace! Heads down, stay down!”. Such a scary situation there. Sayang, filmnya ditutup lemah akhir repetisi adegan plane crash yang sepanjang film ditampilkan berulang kali. Membuatnya terasa dragging, cukup melucuti dampak emosional suatu kisah heroik, bukan saja seorang Sully melainkan seluruh warga New York.

Artikel Terkait

Ini Lho Sully (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email