Tuesday, December 4, 2018

Ini Lho Mengejar Halal (2017)

Ada sebuah adegan film ini memberikan dialog Haura (Inez Ayu) bersama abang iparnya, Zizi (Ressa Rere). Di situ Zizi bercerita mengenai seseorang tanpa tangan kiri yang memenangkan turnamen bela diri berkat jurus pedoman gurunya yang hanya sanggup dikalahkan jika tangan kiri empunya jurus "dikunci" oleh sang lawan. Seperti hikayat dalam ceramah atau seminar penyulut motivasi, kisah itu mengutamakan pesan tanpa memperhatikan kejelasan latar tokoh, logika dan segala tetek bengek substansi storytelling. Mengejar Halal dibangun menurut asas serupa. Masalahnya, media film bukan semata-mata pesan moral. Tidak sesederhana itu.

Alkisah, Haura membatalkan pernikahannya dengan Shidiq (Ahmad Rhezanov) akhir si calon suami salah menyebut nama mantan kala mengucap ijab kabul. Patah hati, Haura pun depresi, mengurung diri di kamar, menolak makan dan mangkir bekerja. Hingga suatu hari ia memutuskan bangun lantaran jika terus mengurung diri alur filmnya takkan berjalan. Di kantor, perhatian Haura tertuju pada Halal (Abdul Kaafi), seorang pebisnis muda ganteng nan kaya raya. Secepat itu Haura melupakan kegundahan, berpaling ke Halal semenjak pandangan pertama lantaran lelaki itu luar biasa rupawan. 
Begitu malas M. Ali Ghifari selaku penulis naskah merangkai dongeng sesuai prinsip psikologis insan fundamental yang tidak perlu membaca setumpuk jurnal ilmiah Sigmund Freud dan Carl Jung guna memahaminya. Pasca gagal menikah, Haura bertingkah kolam penderita gangguan mental akut, jadi mustahil baginya beraktivitas normal semudah itu, hanya didorong keyakinan internal "aku harus move on karena saya perempuan tangguh". Semua poin alur asal digerakkan, yang penting ceritanya maju. Penokohan Halal pun demikian dangkal, stadar sosok ihwan idaman ibu-ibu pengajian atau syarat calon karyawan perusahaan: muda, jujur, alim, ramah, rajin, berpenampilan menarik, belum menikah. 

Mengejar Halal diniati sebagai komedi absurd. Keputusan menarik, sanggup memberi warna gres di antara film-film religi yang identik dengan drama mendayu. Sayang, adegan semacam imajinasi Haura menebas Shidiq menggunakan pedang urung terulang. Padahal momen setipe sanggup memancing kewajaran bagi kelemahan-kelamahan naskah termasuk fakta bahwa Haura yaitu salah satu tokoh utama paling menyebalkan yang pernah saya temui, apalagi ketika filmnya bergerak menuju komedi soal obsesi karakter. Haura mengikuti Halal ke mana ia pergi, mengambil foto, kemudian berpuncak pada perjuangan menggagalkan pernikahan sang laki-laki idaman. 
Ini pola salah kaprah terkait penulisan cerita, di samping pemakaian voice over berlebihan untuk deskripsi situasi bagai novel. Tujuan Mengejar Halal yaitu memberikan proses perubahan karakter, pemahaman sebenarnya tidak baik lebih menyayangi insan daripada Allah. Tapi perkembangan dari "buruk" menjadi "baik" perlu menyertakan alasan biar penonton menyukai sang tokoh. Alih-alih begitu, film ini terus menggambarkan keburukan Haura, gres tiba-tiba mengubahnya tepat di ending. Sulit memihak Haura, terlebih alasan menyukai Halal sangat dangkal. Seiring waktu memang tampak formasi kebaikan Halal (yang terlampau sempurna), namun Haura telah terobsesi jauh sebelum itu terjadi, alias jatuh cinta oleh ketampanan belaka. Akibatnya, ketimbang lucu, protagonis terkesan freak dan creepy. Totalitas akting Inez Ayu pun jadi senjata makan tuan, menguatkan kesan menyebalkan Haura. Bukan salah sang aktris.

Kata "mendadak" cocok mewakili Mengejar Halal, khususnya menjelang simpulan kala perilaku Haura berubah-ubah cepat tanpa dibarengi proses memadai, seolah penulis hanya mementingkan "pokoknya pesan sudah dilempar, tidak peduli tahapan atau penggalian alasan", serupa soal hikayat tadi. Ketiadaan tahap proses berujung kesan filmnya mendadak selesai, terlebih durasinya begitu singkat, hanya 73 menit (dikurangi sekitar 5 menit prolog film pendek berkualitas lebih buruk). Alhasil, pesan yang sejatinya baik serta aplikatif di luar konteks agama berakhir kosong, kurang bermakna, lantaran meski penonton mengerti tujuan cerita, tidak dengan bagaimana karakternya hingga ke titik tersebut. Penyutradaraan M. Amrul Ummami juga tak menolong ketika menentukan berkonsentrasi pada aspek tidak penting macam split screen tapi luput soal detail substansial semisal riasan salah satu mitra Haura yang putihnya keterlaluan, melebihi Emily Blunt di The Huntsman: Winter's War.


Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID & Indonesian Film Critics

Artikel Terkait

Ini Lho Mengejar Halal (2017)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email