Friday, February 1, 2019

Ini Lho 2001: A Space Odyssey (1968)


Akhirnya saya berkesempatan menyaksikan film karya sutradara legendaris Stanley Kubrick ini. Film yang dirilis tahun 1968 ini diakui banyak pihak sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibentuk dan menawarkan efek yang sangat besar bagi genre film science fiction sampai kini. "2001: A Space Odyssey" dibagi dalam 4 bab cerita, yaitu "The Dawn of Man", "TMA-1", "Jupiter Mission" dan "Jupiter and Beyond the Infinite". Pada dongeng pembuka yaitu "The Dawn of Man" kita sudah disuguhi sebuah opening yang unik jikalau tidak dapat dibilang aneh. Diperlihatkan sekelompok monyet yang mungkin ialah "versi awal" dari insan yang berusaha bertahan hidup dari kekurangan masakan dan serangan leopard. Disuatu pagi mereka terbangun didepan sebuah kotak hitam setinggi 3 meter yang kemudian disebut "monolith". Interaksi dengan monolith itu ternyata berdampak pada rujukan pikir dan hidup monyet tersebut.

Di dongeng kedua "TMA-1" setting waktu meloncat jauh ke tahun 1999 dimana seorang ilmuwan dan astronot berjulukan Dr. Heywood R. Floyd (William Sylvester) sedang melaksanakan perjalanan ke bulan untuk meneliti misteri munculnya monolith yang tertanam disana. Layaknya para monyet diawal film, Dr. Heywood dan awak lainnya melaksanakan interaksi dengan monolith dan menyentuhnya juga. Tepat disaat mereka akan berfoto didepan benda tersebut, terdengar bunyi yang memekakkan pendengaran mereka. Cerita ketiga dan keempat berpusat pada dua astronot yang sedang menuju Jupiter, yaitu David "Dave" Bowman (Keir Dullea) dan Frank Poole (Gary Lockwood). Bersama mereka ikut juga beberapa ilmuwan yang dalam perjalanan tersebut dibentuk hibernasi. Selain itu, mereka juga bersama dengan jadwal komputer super canggih berjulukan Hal 9000 (disuarakan Douglas Rain). Tapi ternyata kesempurnaan teknologi yang dimiliki Hal malah membuat persoalan tersendiri.

Film ini berdurasi tidak mengecewakan lama, 142 menit. Dan itu ditambah dengan gaya penceritaan yang lambat. Efek suasanan luar angkasa yang anti gravitas dan membuat gerakan pelan makin menambah pelan suasana, ditambah lagi dengan minimnya dialog, film ini berpotensi menjadi membosankan dan membuat mengantuk orang-orang yang tidak biasa menonton film macam ini. Tapi minimnya obrolan berhasil ditutupi dengan scoring yang begitu megah dan nyaman didengar.
Tapi keunggulan utama film ini ialah visual imbas yang luar biasa. Hal itu makin tepat alasannya ialah intinya visi seorang Stanley Kubrick mengenai citra luar angkasa dan masa depan sudah sangat bagus, unik dan kreatif. Perlu diingat film ini dirilis pada tahun 1968 yang mana pada dikala itu bahkan insan belum menginjakkan kakinya di bulan sampai setahun kedepan. Penggambaran pesawat luar angkasa beserta aneka macam macam teknologi canggih didalamnya, efek-efek anti gravitasi super keren semua ditampilkan secara cerdas dan megah oleh Kubrick. Hal yang masuk akal dikala jadinya film ini diganjar Oscar untuk "Best Visual Effects"  Sangat luar biasa daya imajinasi dan imbas yang ditampilkan Kubrick di film ini. Disaat film ini sudah berusia 33 tahun, saya tetap terkagum-kagum, jauh lebih kagum dari dominan film sci-fi yang dirilis di periode kini sekalipun.

Selain imbas dan penggambaran masa depan yang luar biasa, satu lagi faktor yang membuat film ini begitu menarik walaupun berjalan lambat ialah bagaimana misteri yang ada disimpan dengan begitu rapi. Tiap sesi dongeng selalu menawarkan rasa ingin tau gres bagi penonton yang mana misteri dan rasa ingin tau tersebut tterus tersimpan sampai film berakhir, bahkan mungkin tidak akan terjawab. Kubrick memang membuat film ini dengan sedikit ajaib sehingga tidak semua orang dapat mengerti apa yang coba beliau tampilkan. Tapi sejauh yang saya tangkap Kubrick mencoba menyinggung soal evolusi insan beserta kemajuan teknologi yang pada jadinya membuat insan menjadi sering ketergantungan pada teknologi tersebut. Ending film ini juga multi tafsir. Saya sendiri belum sepenuhnya mengerti akan keseluruhan pesan dan makna yang ditampilkan disini.

Diantara aneka macam amcam keunggulan dan kehebatannya, "2001: A Space Odyssey" punya sebuah kekurangan yang cukup terlihat yaitu di sektor akting. Tidak ada pemain yang menampilkan akting luar biasa. Walaupun tidak dapat dibilang buruk, untuk ukuran film sebesar dan sehebat ini, jajaran pemeran yang ada dapat dibilang kurang berhasil menampilkan level akting yang sesuai. Jajaran pemain yang paling baik malah Douglas Rain yang di film ini "hanya" berperan sebagai penyumbang bunyi Hal. Suaranya yang datar sangat berhasil menghidupkan tokoh Hal yang misterius dan terasa memang hanya sebagai mesin atau komputer yang bicara. Ada adgan dimana Hal bersuara dengan intonasi datar padahal sebetulnya itu ialah monolog yang memperlihatkan rasa takut. Pada bab itulah bunyi Douglas Rain benar-benar menghidupkan suasana.

OVERALL: Sebuah film dengan imajinasi dan Istimewa imbas yang luar biasa lengkap dengan dongeng yang menarik walaupun alasannya ialah tempo yang lambat mungkin akan membuat sebagian orang bosan.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho 2001: A Space Odyssey (1968)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email