Friday, February 1, 2019

Ini Lho Love In Perth (2010)


Dalam menonton film lokal, biasanya aku lebih ketat dalam menentukan film mana yang akan aku tonton. Biasanya ialah film yang sanggup menembus pameran internasional bahkan hingga menerima penghargaan atau minimal menang di ajang penghargaan lokal. Tapi kali ini aku mencoba "nekat" untuk menonton film yang tidak memenuhi kriteria tersebut. "Love in Perth" memang memenangi penghargaan tapi "hanya" sebagai Soundtrack favorit di Indonesian Movie Awards 2011. Sebuah hal yang masuk akal mengingat 3 bintang film utama film ini semuanya ialah penyanyi. Saya sendiri juga ingin tahu bagaiman Gita Gutawa dan Petra Sihombing berakting dalam debut film mereka ini. Selain mereka berdua ada juga Derby Romero. Bedanya, Derby sudah pernah berakting di layar lebar sebelumnya (Petualangan Sherina, Janus: Prajurit Terakhir) walaupun dalam kedua film tersebut Derby masih bocah.

Lola (Gita Gutawa) ialah gadis Jakarta yang menerima beasiswa untuk melanjutkan Sekolah Menengan Atas di Perth, Australia. Dalam perjalanan menuju Perth, Lola bertemu dengan laki-laki berjulukan Dhani (Derby Romero) yang ternyata juga bersekolah ditempat yang sama. Dhani sendiri ialah anak yang sombong dan nakal. Karena kesombongannya itulah diawal pertemuan ia meremehkan Lola dan sering bertengkar dengannya. Pertengkaran itu masih tetap berlanjut sesampainya mereka di Perth. Disisi lain Lola juga mulai dekat dengan Ari (Petra Sihombing) yang punya sifat bertolak belakang dengan Dhani. Ari ialah laki-laki yang baik dan memperhatikan Lola. Cinta segitiga jadinya mulai tumbuh ketika usang kelamaan Lola dan Dhani menjadi dekat dan saling mengasihi satu sama lain.
 
Saat film dimulai aku cukup terkejut bercampur khawatir akan menerima tontonan jelek sehabis tahu bahwa film ini disutradarai oleh Findo Purwono yang menyuguhkan kita 2 film yang menggunakan nama Maria Ozawa sebagai jualan yaitu "Menculik Miyabi" dan "Hantu Tanah Kusir". FYI, Tahun ini Findo juga menciptakan "Suster Keramas 2" Kekhawatiran aku nyatanya terbukti. Walaupun tidak termasuk kategori super sampah layaknya film horror-seks lokal yang sedang menjamur yang sempat beberapa aku tonton, "Love in Perth" nyaris tidak memiliki nilai positif dimata saya. Yang paling kentara ialah bertebarannya adegan-adegan serta obrolan konyol yang bahkan menciptakan aku aib sendiri untuk melihat dan mendengarnya. Masih mending kalau obrolan yang diucapkan hanya klise. Parahnya obrolan yang ada tidak hanya klise tapi seringkali terlalu dipaksakan mulai dari momen pengucapan hingga kalimat apa yang diucapkan.

Untuk urusan adegan yang konyol juga tidak kalah banyak. Sebagai rujukan ialah adegan disaat Dhani mengalami kecelakaan. Lupakan efek kendaraan beroda empat menabrak yang super duper murahan. Yang jadi sorotan ialah bagaimana mungkin ditengah kota di siang bolong ibarat itu tidak ada orang disana selain Lola yang jadinya menolong Dhani. Dramatisir boleh, tapi kalau berlebihan ibarat ini jatuhnya konyol. Satu lagi adegan konyol nan berlebihan ialah disaaat Lola sedang ujian dan Dhani menelepon, Lola menentukan mengangkat telepon itu. Yang lebih parah ia menentukan meninggalkan ujian demi menemui Dhani. Bukannya karkter Lola ialah gadis rajin? Mana mungkin ia meninggalkan ujian demi pacarnya walaupun Dhani menyampaikan itu emergency. Selain itu mana ada orang nekat mengangkat telepon tanpa sembunyi-sembunyi ditengah ujian? Kalau aku lebih menentukan ijin ke kamar kecil gres mengangkat daripada beritngkah udik macam itu. Intinya banyak adegan konyol dan berlebihan atas nama dramatisasi yang jatuhnya gagal. Padahal "Love in Perth" berpotensi menajdi dongeng yang sederhana dan menarik bila digarap dengan benar.

Dari segi akting juga tidak ada yang spesial. Petra berakting paling buruk, paling datar dan tanpa chemistry. Gita Gutawa masih lebih baik walaupun masih sangat sering terlihat maksa dan kurang alami. Tapi setidaknya ia masih sanggup lebih baik dan didukung dengan wajah cantiknya yang menciptakan aku seringkali terlupa akan aktingnya yang kurang. Derby bekerjsama sanggup masuk kategori tidak mengecewakan andaikan naskah yang ada tidak memaksa ia mengucapkan banyak obrolan konyol. Soundtrack yang ada untungnya cukup catchy dan yang terang sudah dekat di telinga. Sayangnya beberapa kali kurang pas penempatannya ibarat lagu "Parasit" yang ditempatkan diawal film. Musiknya pas, tapi liriknya sama sekali tidak menggambarkan keadaan ketika itu.

OVERALL: Findo masih menandakan bahwa ia masih kesulitan menciptakan film yang setidaknya masuk kategori tidak mengecewakan sekalipun sebab "Love in Perth" sendiri masih masuk kategori buruk.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Love In Perth (2010)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email