Friday, February 1, 2019

Ini Lho Sanctum (2011)


Sangat terperinci terlihat bahwa film ini lebih mengandalkan nama James Cameron selaku direktur produser. Dengan memajang namanya, diperlukan penonton akan antusias menonton film ini yang tentunya akan "meminjam" teknologi 3D dari Cameron. Hal itu sangat terasa apabila kita melihat poster filmnuya yang hanya memajang nama Cameron selaku direktur produser. Bahkan, saking menggantungkan promosi dengan nama James Cameron dan teknologi 3D-nya, film ini nyaris tidak memajang nama tenar baik di bangku sutradara maupun jajaran pemainnya. Sutradara Aliester Grierson ialah sutradara yang sebelum film ini gres membuat satu buah film di tahun 2006 berjudul "Kokoda". Sedangkan dari formasi pemain, hanya Richard Roxburgh (Mission: Impossible II, Moulin Rouge) dan Ioan Gruffudd (Pemeran Reed Richards di Fantastic Four).

"Sanctum" bercerita ihwal sebuah eksplorasi gua bawah maritim yang dilakukan di Esa'ala Cave yang terletak di Papua Nugini oleh tim yang dipimpin oleh Frank (Richard Roxburgh). Saat ini tim tersebut sudah cukup dalam mengeksplorasi gua tersebut. Disis lain, Josh (Rhys Wakefield), anak dari Frank yang tidak bersahabat dengan sang ayah dan sering melawan perintahnya tiba ke tempat itu bersama Carl (Ioan Gruffudd) yang merupakan penyandang dana acara ini. Carl juga mengajak kekasihnya Victoria (Alice Parkinson).
Kedatangan mereka yang awalnya bertujuan untuk mencari ketegangan dan ikut serta dalam ekspedisi ini mulai menjelma tegang dikala salah satu tim, Judes (Allison Cratchley) yang tewas kehabisan udara lantaran tabung oksigen miliknya rusak. Keadaan menjadi memburuk dikala hujan besar dan tornado melanda kawasan tersebut. Hal itu membuat air meluap dan mulai membanjiri gua tersebut. Para tim dan orang-orang yang masih terjebak didalam tidak lagi memiliki jalan keluar selain melanjutkan penyelaman ke dasar gua sambil berharap bisa mencapai pantai.

Film ini terinspirasi dari kisah positif ihwal Andrew Wright yang sempat terjebak di Esa'ala Cave salama 2 hari bersama 14 orang lain. Film ini mengadaptasi kisah tersebut tanpa memperlihatkan pelengkap hal lain guna menambah tensi ketegangan menyerupai memperlihatkan makhluk asing bawah laut. Mudah guna membangun ketegangan, film ini hanya mengandalkan keganasan alam gua tersebut yang siap merenggut nyawa orang-orang didalamnya. Sebenarnya apabila dimaksimalkan, hal itu saja sudah cukup untuk membangun tensi keteganga. Tapi ternyata sang sutradara tidak bisa memperlihatkan ketegangan sesuai yang diharapkan. Alur ketegangan film ini tidak pernah bisa mencapai titik tertinggi. Ada beberapa momen disaat ketegangan mulai meningkat tapi lalu dengan cepat pribadi turun drastis dan kembali datar. Premis film ini padam dasarnya mengingatkan saya pada "The Descent". Bedanya, "The Descent" bisa memaksimalkan kengerian alam dan menambahkannya dengan gangguan makhluk buas yang tidak kalah seram.

Salah satu kunci sebuah film model survival macam ini untuk membangun ketegangan selain memaksimalkan setting lokasi ialah dengan membuat huruf yang ada menarik simpati penonton. Dan "Sanctum" gagal menghadirkan huruf macam itu. Guna membangun konflik antar karakter, film ini lebih menentukan melaksanakan pendekatan yang sangat dangkal. Yaitu dengan membuat huruf pemancing problem untuk membuat konflik. Resikonya, huruf bertipe tersebut tidak akan memancing simpati, bahkan penonton tidak jarang mengharapkan mereka mati. Sekarang kita lihat, dari 6 huruf yang terjebak di gua, bagi saya 2 diantaranya ialah huruf tempelan yang tidak akan dipedulikan mati atau hidup. Sedangkan 2 lagi yaitu Clark dan kekasihnya Alicia ialah huruf menyebalkan yang saya sendiri tidak berharap mereka selamat. Seharusnya, huruf ayah-anak antara Frank dan Josh bisa membuat simpati itu. Tapi sayangnya Rhys Wakefield gagal berakting baik untuk membuat karakternya dipedulikan. Richard Roxburgh sebagai Frank justru cukup saya suka. Walaupun bermulut pedas, tapi semua kata-katanya memang benar dan memperlihatkan bahwa survival bukanlah tempat bagi orang manja.

Akhirnya saya tahu, kenapa film ini begitu mengandalkan James Cameron dalam promosinya. Hal itu disebabkan, teknologi yang Cameron "pinjamkan" untuk film ini menjadi keunggulan terbesar yang membuat "Sanctum" tidak terperosok makin jauh. Saya memang tidak melihat versi 3D film ini, tapi dalam memperlihatkan pemandangan gua bawah maritim film ini bisa menyuguhkannya dengan mendetil dan memperlihatkan keindahan tersendiri. Lokasi yang sangat detail ini sendiri dibangun memakai teknik yang menyerupai dengan teknik yang digunakan James Cameron dikala menyutradarai "The Abyss" yaitu memakai tanki air raksasa yang terletak di Queensland, Australia untuk setting bawah lautnya.

OVERALL: Film ini berhasil dengan sangat baik menampilkan visualisasi gua bawah maritim dan setting perairan didalamnya namun gagal dalam membangun ketegangan yang seharusnya jadi poin utama film survival.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Sanctum (2011)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email