Dari sebelum perilisannya film ini sudah menawarkan daya tarik tersendiri. Selain nama besar Hanung Bramantyo, lihat saja dari judulnya yang cuma "?" Seolah menggambarkan isi pikiran calon penonton yang bertanya-tanya apa isi film ini nantinya. Belum lagi ditambah munculnya character poster untuk film ini. Jarang sekali bahkan sepengetahuan saya belum ada film Indonesia yang memunculkan charachter poster macam film ini. Bahkan sehabis perilisannya film ini masih menuai cerita. Banyak yang menyampaikan film ini melecehkan Islam dan sebagainya. Sebuah tudingan yang tampaknya sudah sering diterima Hanung sebelumnya (Perempuan Berkalung Sorban, Sang Pencerah). Tapi dibalik itu dominan orang memuji film ini sebagai karya manis lain dari seorang Hanung.
Film ini berputar dalam kehidupan pemeluk 3 Agama yang berbeda, yaitu Islam, Katholik dan Buddha. Tan Kat Sun (Henky Solaiman) ialah pemilik restoran Cina yang juga pemeluk Buddha yang taat. Tapi ia ialah orang yang menghormati pemeluk Agama lain. Terbukti dari caranya memisahkan kawasan dan alat-alat masak antara untuk daging babi dan daging lain yang halal. Tan Kat Sun juga mempunyai seorang putra berjulukan Hendra / Ping Hen (Rio Dewanto).Berbeda dengan ayahnya yang baik dan menghargai perbedaan, Hendra ialah broken home dan sering ributdan laga sebab duduk perkara perbedaan. Di restoran milik Tan Kat Sun bekerja juga perempuan muslimah berjilbab berjulukan Menuk (Revalina S. Temat) Dia hidup sederhana bersama sang suami, Soleh (Reza Rahardian) yang merupakan pengangguran. Karena duduk perkara itu pula mereka seling bertengkar.
Lalu ada Rika (Endhita) yang gres saja bercerai dengan suaminya dan menentukan "balasa dendam" dengan cara berpindah Agama dari Islam menjadi Katholik. Rika juga tinggal bersama anaknya yang masih SD, Abi. Disaat itulah ia mulai menjalin pertemanan akrab dengan Surya (Agus Kuncoro) yang merupakan bintang film gagal dimana sudah 10 tahun lebih hanya menerima tugas penjahat dan figuran. Konflik yang terjadi akhir perbedaan Agama diantara tokoh-tokoh inilah yang menjadi sentral kisah dan nantinya akan menghubungkan mereka semua.
Dalam beberapa adegan film ini Hanung bagaikan menawarkan sindiran mengenai kontroversi yang menghampiri dirinya khususnya dalam film "Sang Pencerah" Banyak yang memprotes pemakaian Lukman Sardi sebagai Achmad Dahlan yang dianggap mencoreng Islam karena ulama Islam diperankan seorang murtad. Disini Hanung malah menampilkan sosok Yesus yang notabene bukan hanya dianggap tokoh tapi ialah Tuhan bagi umat Nasrani dan Katholik diperankan oleh seorang Muslim. Bahkan balasan dari sang pendeta di film ini juga cukup menyinggung kontroversi menegnai Hanung yang dituduh menawarkan iktikad sesat.
Saya malah resah dengan omongan orang yang menyampaikan film ini melecehkan Islam. Ada yang bilang Hanung coba memebrikan citra bahwa umat Islam ialah seorang teroris yang melaksanakan pengeboman dan membunuh tokoh Agama lain. Apakah di film ini ditunjukkan umat Islam pelakunya? Lalu tudingan Hanung menghalalkan murtad juga kurang berdasar. Sosok Rika yang murtad disini justru dari dalam hatinya masih mempunyai Islam yang berpengaruh terbukti disaat ia disuruh menyebutkan apa itu Tuhan ia malah menyebutkan Asmaul Husna. Masih banyak juga tuduhan lain yang berdasarkan saya kurang punya dasar yang kuat. Bahkan Hanung secara tidak langusng juga lebih "mengutamakan" Islam disini. Saya yakin dominan penggugat film ini juga belum menonton filmnya secara langusng.
Berhenti membahas kontroversi yang nantinya akan jadi panjang. Dalam menawarkan bobot kisah pada konflik yang lebih dari satu Hanung cukup berhasil tanpa menciptakan ada tokoh yang terlalu timpang porsinya. Semua konflik yang dihadirkan buat saya menarik. Jika konflik Surya-Rika bisa dibilang lebih ringan dan menghibur, konflik Soleh-Menuk-Hendra dan Tan Kat Sun lebih mencoba menyentuh perasaan kita dengan "lebih serius". Akting para pemainnya juga bagus. Bintang di film ini bagi saya ialah Agus Kuncoro. Dari ia cukup sering keluar obrolan dan adegan yang menghibur. Diluar ia pemain yang lain juga tidaklah mengecewakan.
Tapi film ini bukannya tanpa kekurangan. Beberapa obrolan saya rasa agak kurang nyaman didengar sebab percampuran Bahasa Indonesia baku, santai, dan Bahasa Jawa yang terkadang kurang bisa membaur. Tapi hal itu hanya terjadi sedikit. Selain itu proses perpindahan adegan juga terasa kurang rapi. Lalu di kepingan ending juga saya merasa agak dipaksakan. Walaupun begitu segala kekurangan tersebut tidaklah bisa menciptakan "?" menjadi film yang kurang dimata saya. Jujur saya tidak merasa ada kepingan yang melecehkan pihak tertentu. Malahan Hanung mencoba menawarkan pesan persatuan ditengah perbedaan. Bayangkan indahnya dunia ini bila perbedaan disikapi dengan bijak dan toleransi antar umat beragama yang tinggi. Dan saya rasa Hanung juga hanya mengangkat tema yang sebetulnya masuk akal dan sudah sangat sering terjadi di kehidupan sehari-hari bangsa ini.
Note: Dalam menonton film gunakanlah mata,hati,telingan dan otak kita. Dengan begitu kita tidak akan dengan gampang men-judge sebuah film sebagai iktikad dengan hanya melihat "sampul" ceritanya dan tidak salah mempersepsikan maksud tersiratnya. Bahkan apabila film ini sesat sekalipun bila otak dan hati kita jalan kita tidak akan terdoktrin sebab menganggap ini hanya karya seni.
OVERALL: Salah satu bukti bahwa film Indonesia sebetulnya berpotensi dan berkualitas asal digarap dengan baik ialah film ini. Cerita yang menghibur dan tanpa melupakan pesan-pesan didalamnya yang ditampilkan lewat jalan yang ringan.
RATING:
Ini Lho ? (Tanda Tanya)
4/
5
Oleh
news flash