Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Room 237 (2012)

Adaptasi The Shining yang dilakukan oleh Stanley Kubrick terhadap novel milik Stephen King memang sempat menjadi kontroversi dimana King sendiri kecewa dengan film tersebut alasannya yaitu Kubrick banyak melaksanakan perubahan yang menurutnya merusak esensi novelnya. Pada awal perilisannya pun jawaban yang muncul tidak semuanya positif. Baru seiring berjalannya waktu banyak yang merubah pendapatnya akan The Shining dan sekarang telah dianggap sebagai salah satu film horor terbaik yang pernah dibuat. Pada dasarnya The Shining yaitu sebuah horor psikologis yang menarik ihwal Jack Torrance (Jack Nicholson) perlahan mulai kehilangan kontrol dirinya ketika menjadi penjaga hotel bersama anak dan istrinya. Tidak hanya memunculkan momen-momen mencekam ibarat penampakan hantu, banjir darah hingga momen ikonik ketika wajah Jack Nicholson muncul sambil menyeringai dari pintu yang pecah tapi film ini turut menghadirkan studi aksara yang besar lengan berkuasa dan mendalam. Namun yang lebih menarik yaitu begitu banyaknya interpretasi yang bermunculan mengenai makna sesungguhnya yang coba ditampilkan secara implisit oleh Kubrick.

Dalam Room 237, kita akan dibawa untuk mengikuti kepada para narasumber yang masing-masing mempunyai interpretasi sendiri terhadap makna yang terdapat dalam The Shining. Muncul banyak interpretasi menarik dari mereka. Ada yang menyebutkan bahwa Kubrick mencoba memberikan ihwal pembantaian para Indian oleh kaum pendatang dengan berpatokan pada banyaknya properti dan hiasan yang mempunyai corak khas suku Indian dan aneka macam hal lain yang mempunyai kaitan bersahabat dengan penduduk orisinil Amerika tersebut. Ada juga yang menyebut bahwa The Shining yaitu cerita ihwal holocaust sesudah melihat aneka macam hal yang berkaitan dengan Jerman ataupun waktu terjadinya holocaust. Kedua interpretasi tersebut sama-sama punya benang merah yakni pembantaian yang digambarkan oleh sosok Jack Torrance yang meneror dan mencoba membunuh keluarganya sesudah menjadi gila. Ada juga yang menyebut ini yaitu cerita ihwal masa lalu. Tapi yang paling menghebohkan dan menarik yaitu interpretasi yang menyebuth bahwa The Shining yaitu upaya Kubrick melaksanakan "pengakuan" bahwa ia ada dibalik pemalsuan pendaratan di Bulan.

Jika anda mencari teori-teori ihwal pemalsuan pendaratan Apollo 11 di bulan maka anda akan menemui sebuah teori yang menyebutkan bahwa Stanley Kubrick yaitu orang yang menyutradarai footage pendaratan tersebut dan 2001: A Space Odyssey merupakan uji coba teknologi sebelum misi sesungguhnya dilakukan. Room 237 berhasil menciptakan saya terpana pada begitu obsesifnya para narasumber yang ada dimana mereka hingga berulang-ulang menonton The Shining dan berhasil menemukan aneka macam detail hingga yang paling kecil dan nyaris tidak terlihat sekalipun. Ini yaitu tontonan yang mengambarkan bagaimana sebuag film bisa menyihir banyak orang dan menciptakan mereka jatuh cinta bahkan terobsesi luar biasa terhadap film tersebut. Room 237 membawa penontonnya menelusuri pikiran para narasumber sekaligus pikiran mereka sendiri disaat penonton mulai dijejalkan dengan satu per satu interpretasi yang otomatis akan menciptakan kita ikut berpikir dan memilah-milah interpretasi mana yang bekerjsama sempurna atau kita sukai. Kita diajak ikut merangkai kepingan-kepingan puzzle yang disebar untuk memecahkan apa sesungguhnya The Shining itu.
Tentu saja disisi lain saya juga merasa beberapa interpretasi yang muncul terlalu dipaksakan untuk mendukung teori yang disampaikan. Beberapa detail kecil yang disampaikan cukup sering tidak masuk nalar atau dipaksakan semoga masuk nalar sebagai pola kemunculan poster minotaur, ekspresi Jack yang dikatakan ibarat minotaur, hingga bagaimana interpretasi yang muncul dari seorang narasumber yang menonton The Shining dengan normal dan backward secara bersamaan. Sekilas terasa masuk nalar dan jenius, namun tetap saja sejenius dan segila apapun Stanley Kubrick, akan sangat sulit melaksanakan hal yang disampaikan teori tersebut. Kubrick memang gila, obsesif, perfeksionis pada detil dan tentunya super jenius namun beberapa teori yang ada terlalu tidak masuk akal. Tapi saya meyakini bahwa semua penonton berhak mempunyai teori mereka masing-masing mengenai sebuah film. Yah, disaat menciptakan sebuah karya tidak dibatasi, maka penonton pun bebas tanpa terbatasi apapun untuk mengutarakan pendapat hingga interpretasi mereka terhadap karya tersebut segila apapun interpretasi tersebut.

Makara pertanyaannya apakah memang segala teori yang dimiliki para penggila The Shining  tersebut layak untuk dikemas menjadi sebuah film? Jika tujuannya yaitu untuk mencari kebenaran, maka yang dihadirkan oleh Room 237 jauh dari mengesankan mengingat banyak teori yang tidak masuk akal, tapi masalahnya bukan itu tujuan Room 237. Ini yaitu sebuah cerita ihwal bagaimana sebuah film bisa menciptakan penontonnya begitu terobsesi. Ironisnya, The Shining sendiri yaitu cerita ihwal laki-laki yang terobsesi dan menunjukkan efek yang ibarat dengan para penontonnya. Tidak peduli interpretasi yang mereka sampaikan benar atau tidak, Room 237 sudah berhasil menggambarkan bagaimana sihir sebuah film bekerja pada para penonton. Disisi lain film ini juga dikemas dengan begitu menarik ketika menampilkan aneka macam macam footage yang menunjang narasi yang disampaikan oleh masing-masing narasumber. Berbagai footage tersebut kebanyakan berasal dari The Shining dan lainnya dari film-film Kubrick lain ibarat Eyes Wide Shut, Barry Lyndon dan masih banyak lagi. Sebuah dokumenter yang dipenuhi teori-teori menarik yang tidak hanya membuka sudut pandang gres bagi The Shining sendiri tapi juga bagaimana film secara keseluruhan dipandang.

Artikel Terkait

Ini Lho Room 237 (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email