Sunday, January 6, 2019

Ini Lho Andrei Rublev (1966)

"Tarkovsky is religious. He always had hope, he believed in God.....Rain in his films purifies people" Begitu ungkap Bela Tarr ketika diminta pendapatnya mengenai karya Andrei Tarkovsky. Salah satu hal yang membuat Tarkovsky sering menuai kontroversi di negara asalnya (Rusia) yakni alasannya film-filmnya kental muatan religius dan membicarakan Tuhan, suatu hal yang bertentangan dengan ideologi negara tersebut. Karya-karyanya berisikan huruf dengan pergolakan batin, mempertanyakan kepercayaan, hingga balasannya menerima pencerahan di akhir. Di tengah segala konflik ia selalu punya harapan, percaya bahwa Tuhan akan memberi jalan keluar. Hal itu muncul dalam ketujuh filmnya, tapi tidak ada yang meliputi semuanya secara total menyerupai Andrei Rublev. Film kedua Tarkovsky wacana pelukis dari kurun ke-15 ini seolah menjadi rangkuman dari usahanya bertutur wacana cara pandang serta katarsis perasaan. Bahkan Andrei Rublev serasa lebih bertutur wacana Tarkovsky sendiri daripada titular character-nya.

Sebuah perjalanan selama tiga jam yang mengalir lambat, dibagi dalam tujuh kepingan episodik plus prolog dan epilog. Berkisah tentan Andrei Rublev (Anatoly Solonitsyn), seorang pelukis sekaligus pendeta yang hidup pada masa terjadinya konflik antar dua Pangeran Rusia sekaligus invasi Tatar. Meski berstatus sebagai biopic, film ini bertutur secara lebih luas. Daripada hanya berpusat pada kehidupan Rublev seorang, Tarkovsky mengeksplorasi aspek personal seorang seniman kreatif, bagaimana karyanya bersinggungan dengan kepercayaan dan aspek religius, serta bagaimana dampak yang diciptakan oleh kondisi lingkungan terhadap sisi personal sang seniman, vice versa. Maka jangan heran ketika mendapati adegan prolog yang sama sekali tidak berkaitan secara narasi dengan dongeng mengenai Rublev. Sosok Yefim (Nikolay Glazkov) yang menerbangkan balon udara lebih kepada salah satu huruf yang mewakili sosok seniman dengan kreatifitas tinggi, namun pada balasannya "terjatuh" walau masterpiece berhasil diciptakan.

Cara bertutur itu berulang dalam ketujuh episode utama yang membentang sepanjang film. Rublev tetaplah pusat, dimana segala hal terjadi di atau sekitar, atau dialami orang-orang di dekatnya. Andrei Rublev adalah film yang religius tapi bukan film religi. Kepercayaan erat kaitannya dengan pendalaman tiap karakter, entah itu wacana dampak terhadap bagaimana mereka berkarya atau konfik langsung lain menyerupai rasa bersalah dan kecemburuan. Ini bukan mengenai kepercayaan yang hilang. Sering dipertanyakan, sering diuji, tapi tidak pernah benar-benar lenyap alasannya sekali lagi Tarvkosky selalu punya harapan. Kenapa Tarkovsky tertarik mengangkat kisah Andrey Rublev nampaknya saya mengerti. Sang sutradara begitu mengasihi seni (film, lukisan, buku). Baginya, seni yakni mulut jujur ketika seorang seniman memberikan buah pikir dan rasa pada dunia dalam bentuk karya, bukan hanya sekedar menghibur audience. Bagi Tarkovsky yang meyakini seni sebagai kedalaman rasa, tidak heran sisi religi amat berpengaruh, dan kisah hidup Rublev erat akan kaitan dua hal itu.
Itulah kenapa karya-karyanya termasuk film ini terkesan begitu meditatif. Andrei Rublev membawa penonton dalam perjalanan panjang selama tiga jam lebih yang mengalir lambat, penuh kesunyian, adegan statis dan slow motion, atau kamera yang bergerak namun perlahan. Tidak hingga tingkat lambat/statisnya Bela Tarr, tapi tetap lambat kalau dibandingkan film mainstream. Penonton dituntut untuk bersabar, memperlihatkan atensi sepenuhnya pada tiap adegan. Lewat Andrei Rublev, penonton tidak sedang disuapi oleh Tarkovsky. Bahkan disaat filmnya "cerewet" dengan banyak obrolan pun, kalimat yang hadir terasa rumit, penuh perdebatan filosofis akan kaitannya dengan agama. Cara bertutur yang menghipnotis, alasannya setiap gambar yang mengalir lambat itu tidak hanya tampak indah tapi juga menarik fokus. Tanpa sadar saya karam disana, terikat, dan balasannya terbawa. Dialog rumit yang seringkali provokatif itu juga membuat saya tidak segan untuk mengulang kembali sebuah obrolan untuk mencari tahu makna yang coba disampaikan (membuat total durasi menonton sanggup mendekati empat jam).
Bermain pada aspek rasa, alasannya sebagai penonton kita tidak dipaksa untuk mengikuti cerita, tidak pula diberitahu, melainkan diajak untuk merasakan. Filmnya tidak membawa kita untuk tahu kehidupan tiap karakter, melainkan untuk ikut mencicipi segala kehancuran, kepedihan, kebingungan, hingga harapan. Segala konflik batin yang pada balasannya memunculkan sudut pandang unik wacana religiusitas. Contoh tepat dari sudut pandang itu sanggup kita lihat pada penuturan Andrei Rublev wacana penyaliban Yesus Kristus. Sebagai perjuangan Tarkovsky memberikan buah pikir khususnya wacana seniman, film ini turut berceritan wacana bagaimana berdasarkan sang sutradara "seni tidak akan mengubah dunia." Meski merupakan mulut rasa, bagi Tarkovsky seni itu sendiri tidak bakal memperlihatkan dampak signifikan untuk membuat insan berkembang menjadi jauh lebih baik, apalagi membuat dunia yang lebih baik. Seni sanggup memberikan kebaikan, tapi tidak sanggup menyentuh hal yang lebih dalam. Dalam dongeng film ini, hal itu terlihat pada dampak kondisi Rusia yang penuh konflik dengan proses kreatif Andrei Rublev. Dia membuat lukisan-lukisan mahakarya tapi pada balasannya tidak berarti apa pun, tidak merubah apapun, tampak tidak berkhasiat di tengah kondisi pelik menyerupai itu. Hal yang membuat Rublev menentukan berhenti melukis (sementara).

Andrei Rublev adalah epic, karya terbesar dari Andrei Tarkovsky. Film ini yakni karyanya yang paling panjang, sekaligus digarap dengan tata artistik terbesar. Bahkan bagi saya terasa lebih besar dan megah dibandingkan Solaris yang ber-setting di pesawat luar angkasa. Tarkovsky memanfaatkan sisi epic filmnya untuk membuat adegan yang bukan asal megah, tapi menghadirkan dampak suasana kuat. Ada dua teladan untuk pemanfaatan hal tersebut. Pertama yakni ketika Andrei Rublev melihat sekelompok orang melaksanakan praktek ilmu hitam, berlarian dalam kondisi telanjang, kemudian bekerjasama seks secara masal di tengah hutan. Suasana creepy yang mengakibatkan adegan itu sebagai yang terdekat dengan suasana horror disini. Sedangkan yang kedua yakni ketika penyerangan desa Vladimir. Kesan chaotic sekaligus tragis dimunculkan oleh Tarkvosky ketika itu. 

Penuh metafora sekaigus simbolisme, ada dua simbol yang sering muncul disini: kuda dan hujan. Kuda yakni kehidupan. Simbol dari fase yang tengah dialami oleh seorang atau kumpulan huruf dalam sebuah adegan. Disaat seseorang tersiksa atau diburu, akan ada seekor kuda yang kabur. Disaat situasi penuh kehancuran dan maut ada kuda yang terjatuh dan balasannya mati. Disaat karakternya tersesat batin, ada kuda yang juga nampak tersesat berjalan sendiri tanpa penunggang, dan masih banyak momen lain. Sedangkan hujan merupakan kedamaian, atau lebih luas lagi yakni interaksi insan dengan sang pencipta. Entah ketika karakternya mengalami konflik atau resolusi dari konflik itu, hujan akan membasahi. Karena itu film ditutup dengan adegan kuda yang tengah minum dengan hening di pinggir sungai sambil diguyur hujan. Menggambarkan konklusi ketika karakternya menerima resolusi problem yang membuat kedamian batin. Penuh simbolisme, narasi yang tidak linear, juga alur dan pergerakan gambar lambat selama tiga jam membuat Andrei Rublev mungkin tidak gampang dinikmati. Tapi di tengah kerumitan itu kalau kita berhasil memperlihatkan fokus dan bersabar, rasa terhipnotis kuat akan hadir, memperlihatkan kesan adiktif dan tidak segan untuk menontonnya berulang kali.

Artikel Terkait

Ini Lho Andrei Rublev (1966)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email