Sunday, January 13, 2019

Ini Lho G.I. Joe: Retaliation (2013)

Film G.I. Joe: The Rise of Cobra yang dirilis empat tahun kemudian sebetulnya tidak sanggup dibilang sukses besar. Memang secara pendapatan global film ini berhasil meraup total $302 juta dari bujetnya yang $175 juta. Hampir mendapat 2 kali lipat bujet memang nampak sebagai sebuah sukses besar, namun sesungguhnya hal itu bukan kesuksesan besar kalau melihat franchise Transformers yang juga menjadi milik Hasbro. Dengan bujet yang jauh lebih besar, trilogi garapan Michael Bay tersebut sanggup mendulang pendapatan hingga 3 bahkan 4 kali lipat bujetnya. Bahkan film ketiganya, Dark of the Moon berhasil melewati angka 1 milyar. Dari segi kualitas pun, film pertama G.I. Joe banyak dicela kritikus akhir plot serta akting yang buruk. Tapi toh sama menyerupai Transformers, kisah para militer Amerika Serikat ini bukanlah film yang mengandalkan plot melainkan adegan agresi sebagai fokus utama hiburannya. Jika adegan aksinya menghibur meski ceritanya buruk, maka saya sanggup bilang film itu berhasil. Tapi nampaknya dengan kesuksesan yang tidak menyamai Transformers tersebut pihak Paramount mulai berpikir ulang untuk menciptakan sekuelnya, terbukti film kedua ini rilis empat tahun sejak film pertamanya. 

Saya masih belum membicarakan banyak kisah dibalik layar yang menciptakan film kedua ini makin meragukan, dimana intinya film ini akan dirilis pada Juni 2012, namun pada kesannya mundur hingga 9 bulan hingga Maret 2013. Ada beberapa kabar yang mengiringi penundaan itu, mulai dari konversi ke 3D, Paramount yang tidak yakin filmnya akan cukup anggun bersaing di animo panas, hingga kabar diadakannya syuting ulang guna menambah screen time Channing Tatum yang memang tahun kemudian mulai berada di puncak karirnya sekaligus menjadi jaminan kesuksesan komersil sebuah film. Retaliation berkisah perihal pasukan G.I. Joe yang sekarang dipimpin oleh Duke (Channing Tatum) serta Roadblock (Dwayne Johnson) dimana mereka sedang melakukan kiprah untuk mengamankan sebuah senjata nuklir di Pakistan. Namun sesudah misi sukses tiba-tiba mereka diserang oleh sekelompok tentara misterius yang ternyata dipimpin oleh Firefly (Ray Stevenson), salah satu anak buah Cobra Commander (Luke Bracey) yang ketika itu masih dikurung di penjara tingkat tinggi. Serangan tersebut menciptakan banyak anggota Joe yang tewas termasuk Duke. Tidak hanya itu, G.I. Joe justru dituduh mengkhianati Amerika dan sekarang menjadi musuh bangsa. Para anggota Joe yang tersisa mulai dari Roadblock, Flint (D.J. Cotrona), Lady Jaye (Adrianne Palicki) hingga Snake Eyes (Ray Park) sekarang haris berloma dengan waktu guna mengembalikan nama baik mereka serta menghentikan rencana Cobra Commander.

G.I. Joe: Retaliation punya semuanya untuk menjadi sebuah film yang buruk. Pertama yaitu dari segi ceritanya. Jelas Retaliation memang tidak mengandalkan plot sebagai senjata utamanya, tapi parahnya dongeng di film ini sudah hingga pada tingkat keburukan yang dibawah rata-rata. Tentu saja film action popcorn menyerupai ini akan penuh dengan plot hole, dan saya memaafkan itu andaikan filmnya masih menghibur dan lubangnya tidak terlalu banyak dan besar. Namun untuk film ini, lubang dalam ceritanya sudah terlampau banyak dan besar hingga menciptakan ceritanya semakin bodoh. Saya rasa hampir mustahil menuliskan satu persatu secara lengkap plot hole serta kebodohan apa saja yang muncul di filmnya pada review ini alasannya yaitu terlalu banyak yang harus saya tuliskan. Saya ambil referensi konspirasi untuk menjebak Snake Eyes diawal film, rencana Cobra untuk memfitnah G.I. Joe, belakang layar yang disembunyikan Storm Shadow, dan masih banyak lagi lubang-lubang menganga yang menggambarkan bagaimana asal-asalannya naskah film ini ditulis. Kemana pula anggota G.I. Joe lain yang tampil di film pertama? Retaliation nampak bagaikan sebuah kebingungan antara sekuel ataupun reboot. Kontinuitas mungkin terlihat menyerupai sekuel, tapi penggarapan dan pengemasannya menyerupai berusaha me-restart ulang ceritanya.
Kemudian muncul salah satu keputusan terbodoh yang dilakukan film ini, apalagi kalau bukan membunuh aksara Duke. Saya bukan penggemar G.I. Joe dan tidak tahu menahu perihal ceritanya, jadi saya tidak merasa bahwa hilangnya aksara Duke tidak mengakibatkan kontroversi bagi saya. Tapi keputusan terbodoh dibentuk ketika film ini sudah sedari awal memberi tahukan bahwa aksara Duke akan dimatikan. Bukankah cara terbaik yaitu membunuh aksara tersebut dan menjadikannya sebagai kejutan? Saya rasa akan menjadi sebuah shocking moment yang efektif kalau di tengah aksara Duke dimatikan, bukan diawal dan tidak perlu dijadikan bahan promosi. Bukankah Hitchcock sudah mengajari kita dalam Psycho bagaimana cara dan timing membunuh aksara utama? Mungkin untuk itulah ada nama Bruce Willis dan Dwayne Johnson disini. Dwayne Johnson menandakan bahwa ia sanggup menawarkan suntikan testosteron serta tenaga gres yang sanggup menciptakan sebuah franchise action mendapat nyawa lagi, sebut saja Fast Five. Tapi bahkan disini sosok Roadblock tidak segahar dan se-badass yang saya harapkan. John Chu sang sutradara nampaknya tidak tahu bagaimana cara memaksimalkan potensi Dwayne Johnson. Jika memang Tatum harus dihilangkan, maka berikan Dwayne Johnson lebih banyak lagi agresi asing dan bombastis. Bagaimana dengan Bruce Willis? Penampilannya tidak jelek dan berhasil menjadi penyegar suasana lewat celetukannya. Tapi terperinci kemunculan karakternya begitu minim bahkan sanggup dibilang tidak penting dan gagal menyelamatkan film ini.

Bicara soal menyia-nyiakan bakat, Lee Byung-hyun juga salah satu yang disia-siakan. Saya suka aktingnya di A Bittersweet Life hingga I Saw the Devil dan saya rasa beliau pantas memerankan Storm Shadow yang complicated. Tapi lagi-lagi beliau tidak diberi kesempatan lebih untuk mengeksplorasi hal itu, padahal penampilannya cukup menjadi scene stealer bersama Snake Eyes yang cukup keren dan Adrianne Palicki yang super seksi itu. Lupakan saja aksara milik RZA yang daripada terlihat sebagai master bijak lebih menyerupai orang bau tanah yang tidak tahu cara berbicara secara natural. Kaprikornus sanggup dibilang tidak ada yang Istimewa dari presentasi ceritanya yang super jelek dan pemanfaatan bakat aktornya yang banyak tersia-sia kecuali penampilan hot Adrianne Palicki yang selalu menghibur. Lantas bagaimana dengan adegan agresi yang menjadi momen paling dinantikan di film ini? Ternyata tidak kalah buruk. Tidak ada momen bombastis yang sanggup menciptakan saya terhibur. Ledakan dan baku tembak yang ada semuanya kosong dan tidak punya greget. Adegan baku tembaknya tidak terbungkus dengan rapih lengkap dengan ledakan-ledakan yang hambar. Adegan klimaksnya juga jauh dari kata bagus. Biasa saja, datar dan tidak menghibur. Penghancuran London cukup baik tapi sekali lagi kurang bombastis alasannya yaitu hanya muncul sebentar. Adegan pertarungan antara ninja di tebing jadi set-piece agresi yang terbaik dan cukup keren. Selebihnya datar. Jika dirangkum, maka hal yang menciptakan saya terhibur di film ini hanyalah Adrianne Palicki, beberapa obrolan Bruce Willis, serta kemunculan Snake Eyes dan Storm Shadow, tidak lebih dari itu.

Artikel Terkait

Ini Lho G.I. Joe: Retaliation (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email