Thursday, January 17, 2019

Ini Lho The Skin I Live In (2011)

Karya terbaru Pedro Almodovar ini mencampurkan banyak sekali sub-genre khususnya dalam genre horror dan thriller. Ada sedikit nuansa creature horror meskipun tidak ada monster apapun yang muncul atau mungkin lebih pas disebut body horror. Kemudian ada juga unsur thriller balas dendam yang mulai muncul semenjak pertengahan durasi. Jika dibentuk lebih sadis lagi, maka film ini juga dapat masuk kategori torture porn. Tapi kesemua genre tersebut dapat dicampur adukkan dengan baik oleh Pedro Almodovar dimana beliau memilah-milah unsur mana saja dari tiap sub-genre tersebut yang pas untuk dimasukkan dalam film yang terinspirasi dari sebuah novel berjudul "Tarantula" ini. Dengan rating "R" yang diberikan, The Skin I Live In sangat berpotensi menyuguhkan banyak sekali menu yang cukup vulgar dan gila.

Pertama kita akan diperlihatkan seorang perempuan berjulukan Vera (Elena Anaya) yang berada dalam sebuah kamar dengan menggunakan sebuah setelan ketat mengingatkan aku pada aksara macam Selene-nya Kate Beckinsale (sungguh Elena Anaya agak menyerupai Kate). Kemudian kita akan tahu bahwa Vera tinggal dirumah Robert (Antonio Banderas) yang merupakan spesialis bedah. Lalu kita akan tahu bahwa Robert sedang melaksanakan eksperimen untuk membuat kulit jenis gres yang akan dapat bertahan dari banyak sekali macam hal menyerupai api hingga penyakit sekalipun. Dan eksperimen itu menimbulkan Vera sebagai subyeknya. Banyak pertanyaan yang akan muncul selama menonton film ini. Siapakah bergotong-royong Vera? Bagaimana beliau dapat menjadi subyek percobaan Robert? Lalu ada korelasi apakah eksperimen ini dengan masa kemudian Robert?
Seperti yang sudah aku singgung diatas, Pedro Almodovar sukses mencomot unsur dan ciri khas dari banyak sekali sub-genre dalam horror maupun thriller. Eksperimen pada insan tentu mengingatkan kita pada horror ala David Cronenberg. Kemudian dongeng flashback tentang masa kemudian Robert akan mengantarkan kita pada sebuah rentetan revenge-thriller yang kemudian disusul oleh torture porn atau lebih tepatnya berpotensi jadi torture porn hanya beberapa adegan penyiksaan tidak cukup sadis ataupun vulgar untuk dapat dikatakan masuk dalam sub-genre tersebut. Dengan sangat baik Almodovar membuat campuran semua itu dengan rapih tanpa terlihat amburadul dan tidak karuan. Akhirnya terciptalah sebuah menu yang menegangkan sekaligus cukup gila dari Almodovar. Oya, film ini juga punya beberapa adegan seks yang cukup memuaskan, tidak malu-malu tapi juga tidak terlalu vulgar tentunya.
Gila disini bukan dalam konteks adegan-adegan sadis dengan darah dimana-mana tapi lebih kearah kegilaan psikologis yang ditunjukkan oleh karakternya. Kegilaan itu ialah tanggapan dari perasaan duka yang mendalam dan faktor kehilangan orang-orang terdekat yang sangat dicintai. Kesendirian, kesepian dan kesedihan yang balasannya bercampur dan membentuk sebuah kegilaan dalam diri manusia. Kegilaan menyerupai itu akan jadi sebuah tontonan yang amat menyenangkan kalau disajikan dalam film yang ditangani dengan tepat. The Skin I Live In terang berada di tangan sutradara yang tepat. Sajian menyenangkan itu masih juga ditambah sebuah twist yang bergotong-royong sudah terbayang di otak saya, tapi aku terkejut ketika hal itu benar-benar tejadi alasannya bagi aku apa yang aku pikirkan itu agak terlalu gila. Dan benar saja kegilaan itulah yang muncul sebagai kejutan dalam film ini.

Tapi The Skin I Live In bagi aku punya sebuah kelemahan yang cukup fatal dan itu sangat mengganggu aku dalam menikmati film ini. (SPOILER) Robert menculik Vicente ialah alasannya beliau mengakibatkan puteri satu-satunya stress berat kemudian kemudian meninggal. Tentunya Robert yang sudah mencicipi sakit dan sepi alasannya maut sang istri akan makin depresi dan gila sehabis kehilangan sang anak. Saya terang dapat memahami ketika Robert mulai "menghukum" Vicente dengan menghilangkan alat kelaminnya. Tapi ketika Roberto mulai menimbulkan Vicente sebagai kopian istrinya maka itu berubah aneh. Mungkin maksudnya ialah imbas rasa sepi dan ambiguitas moral, tapi andaikan sang korban ialah orang yang dipungut secara acak maka aku terang memaklumi. Tapi Vicente ialah orang yang harusnya amat dibenci oleh Robert. (END) Pada balasannya The Skin I Live In hanya hingga pada film yang menghibur saja alasannya film ini masih berusaha serius dan untuk film serius beberapa logika khususnya logika mengenai tindakan yang diambil karakternya dilarang dikesampingkan.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho The Skin I Live In (2011)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email