Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Yasmine (2014)

Jangankan menonton, saya sendiri sebelum ini belum pernah mendengar kabar apapun perihal perfilman Brunei Darussalam. Sampai kemudian muncul kabar menghebohkan perihal Yasmine, sebuah film yang disebut sebagai film pertama Brunei dalam 50 tahun terakhir. Tidak tanggung-tanggung film ini pribadi menerima perhatian kalangan internasional dengan dibeli oleh banyak biro mancanegara termasuk diputar di Cannes Film Festival 2014 yang lalu. Yasmine sendiri dibuat oleh sutradara perempuan orisinil Brunei, Siti Kamaludin serta diisi oleh banyak kru dan bintang film baik dari dalam maupun dari luar Brunei. Indonesia sendiri menyumbang cukup banyak nama mulai dari aktor-aktor menyerupai Reza Rahadian, Agus Kuncoro, Dwi Sasono hingga Arifin Putra, penulis naskah dari Laskar Pelangi, Salman Aristo, hingga Nidji yang didapuk sebagai pengisi soundtrack lewat lagu Menang Demi Cinta. Filmnya bakal menggabungkan kisah kompetisi silat remaja dengan kisah coming-of-age yang dialami oleh karakter-karakternya. 

Yasmine (Liyana Yus) yakni gadis remaja dengan tingkah laris yang seenaknya sendiri. Kekecewaan tiba menghampiri Yasmine ketika ia gagal masuk ke sebuah sekolah privat unggulan dan harus berakhir di SMU Negeri yang tidak begitu dikenal luas. Disanalah pada jadinya Yasmine tertarik untuk mengikuti klub pencak silat bersama dua orang temannya, Ali (Roy Sungkono) dan Nadia (Nadia Wahid). Tapi bekerjsama alasan utama Yasmine mengikuti klub tersebut yakni untuk menarik perhatian Adi (Aryl Falak), seorang atlit pencak silat muda berbakat milik Brunei yang juga sahabat masa kecil Yasmine. Yasmine yang sudah usang menyukai Adi merasa cemburu ketika laki-laki pujaannya itu justru erat dengan Dewi (Mentari De Marelle) yang juga seorang atlit pencak silat. Yasmine pun mengajak Ali dan Nadia mengikuti sebuah kompetisi pencak silat yang mana juga diikuti oleh sekolah Dewi. Tujuan dari Yasmine yakni untuk mengalahkan Dewi dan merebut perhatian Adi. Tapi pada perjalanannya banyak konflik yang harus ia hadapi mulai dari ujian persahabatan, pendewasaan, hingga perselisihan dengan sang ayah (Reza Rahadian) yang selalu melarang Yasmine mengikuti pencak silat.
Dilihat dari ceritanya, apa yang disajikan oleh Yasmine memang terasa klise. Naskah yang ditulis Salman Aristo mengisahkan sebuah perjalanan coming-of-age yang berisikan konflik-konflik dunia remaja mulai dari persahabatan hingga perselisihan ayah-anak yang terjadi akhir perbedaan pendapat dan keinginan. Ceritanya terasa klise memang, apalagi ketika ditambahkan aspek zero-to-hero dalam dunia perlombaan pencak silat. Memang disinilah kekurangan Yasmine yang paling besar, yakni pada rasa klise yang begitu kental meski unsur pencak silatnya sedikit menyegarkan. Sebuah hal klise sanggup menjadi menyenangkan jikalau kekuatan pada kesederhanaannya berhasil dimaksimalkan, tapi pengemasan yang dilakukan Siti Kamaludin terkadang masih kurang berhasil melaksanakan itu. Memang banyak adegan sederhana yang bagus, tapi tidak sedikit juga adegan klise yang dikemas juga dengan klise. Dengan plot yang terang gampang ditebak, pengemasan yang klise sanggup berujung kebosanan dan saya mencicipi itu di beberapa bab film ini. Apalagi banyak sekali aspek drama menyerupai kisah "sahabat lama-sahabat baru" hingga pendewasaan Yasmine terasa kurang maksimal. Hubungan ayah-anak pun kurang memuaskan meski tertolong akting Reza Rahadian. Dengan drama yang kurang mengena itulah pada jadinya Yasmine seringkali terasa datar, kadang membosankan.

Tapi menyerupai yang saya bilang aspek pencak silatnya memang menyegarkan. Koreografi garapan Chan Man Ching yang sering bekerja sama dengan Jackie Chan menjadi hiburan tersendiri. Setiap pertandingannya begitu menghibur dan seru. Saling tukar menukar serangan dan jurus-jurus yang dikeluarkan nampak meyakinkan. Tentu saja ini bukan silat ala The Raid, tapi tetap saja koreografinya masih jauh lebih anggun daripada banyak film-film martial arts yang bertebaran khususnya di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Selain koreografi pencak silat, kelebihan teknis lain pada film ini juga terlihat dari bagaimana setting film dibentuk. Yang paling terasa tentu saja rumah pohon Yasmine yang terlihat sederhana, tapi ada keindahan disana. Berbalut dengan sinematografi yang cukup baik garapan James Teh mengakibatkan film ini terasa semakin memuaskan dilihat dari aspek visualnya. 
Kemudian ada akting-akting anggun dari para pemain film ini yang sukses membuat kisahnya yang kurang maksimal jadi lebih menarik diikuti. Reza Rahadian dan Liyana Yus yakni yang terbaik. Reza sebagai seorang ayah dengan segala kekakuannya dan Liyana Yus sebagai Yasmine yang selalu ceria dan enerjik selalu memperlihatkan dinamika dalam tiap adegan meski sosok Reza Rahadian terlalu muda sebagai ayah untuk seorang remaja (sebuah adegan di ending malah lebih terlihat menyerupai dua orang yang berpacaran daripada ayah dan anak). Nadia Wahid dan Dwi Sasono juga mencuri perhatian dengan momen-momen komedi mereka. Khusus bagi Dwi Sasono, karakternya memang amat sangat menghibur meski sayang pada jadinya berakhir hanya sebagai pemberi sentuhan komedi dan terasa tidak penting. Andai saja karakternya digabungkan dengan huruf Agus Kuncoro mungkin malah bakal membuat seorang huruf yang lebih menarik dan lebih penting. 

Secara keseluruhan Yasmine tidaklah spesial, meski kredit lebih tentu saja patut diberikan pada Siti Kamaludin mengingat ini yakni film debutnya sekaligus film pertama Brunei dalam 50 tahun terakhir. Lagi pula film ini tetap bukanlah film yang buruk, jadi tetap saja Yasmine merupakan sebuah pencapaian yang penting dan patut diapresiasi. Meski penyutradaraan Siti Kamaludin tidaklah Istimewa dan kurang berhasil membuat filmnya tidak terlalu klise, tapi ia masih sanggup mengakibatkan Yasmine sebagai sebuah tontonan yang gampang untuk dinikmati dan cukup solid. Satu lagi, hindari trailer-nya alasannya yakni ada sebuah spoiler yang merujuk pada sebuah twist yang meski tidak terlalu mengejutkan tapi akan mengurangi kenikmatan menonton jikalau hal itu sudah kita ketahui sebelumnya.


Artikel Terkait

Ini Lho Yasmine (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email