Friday, January 11, 2019

Ini Lho Big Bad Wolves (2013)

 
Film-film Israel mungkin belum terlalu punya nama di perfilman dunia, namun Big Bad Wolves sukses menjadi salah satu yang paling mencuri perhatian. Pada awalnya film ini tidaklah terlalu diketahui banyak orang meski sudah diputar di Tribecca Film Festival pada April 2013 lalu. Namun gres pada final tahun Big Bad Wolves mulai banyak dibicarakan sehabis Quentin Tarantino menyebut film ini sebagai film terbaik di tahun 2013. Sebenarnya meskipun saya yakni penggemar berat film-film Tarantino, namun saya sendiri tidak terlalu menjadikan list film-film terbaik yang ia buat tiap tahunnya sebagai pegangan mengingat Tarantino sering menciptakan "keanehan" dalam daftarnya ibarat dikala ia memasukkan The Tree Musketeers dan The Lone Ranger dalam daftar-daftar tersebut. Tapi tetap saja film yang disutradarai oleh Aharon Keshales dan Navot Papushado cukup menarik perhatian apalagi dengan konsepnya yang menggabungkan unsur thriller-kriminal dengan komedi hitam. Ya, nampaknya ini bukan sekedar film terbaik versi Tarantino tapi juga dapat menjadi film Tarantino versi Israel. Seperti judulnya, Big Bad Wolves akan membawa kita menengok para kejahatan serigala yang dengan sadisnya melaksanakan tindak kriminal kepada gadis-gadis kecil (Gadis Berkerudung Merah?).

Telah terjadi kasus penculikan pada banyak gadis-gadis kecil yang berujung pada pelecehan seksual bahkan pembunuhan secara sadis kepada gadis-gadis tak berdosa tersebut. Tersangkanya yakni Dror (Rotem Keinan), seorang guru yang sempat terlihat di TKP. Namun Dror menyangkal tuduhan tersebut dan semoga ia mau mengaku sekelompok polisi yang dipimpin oleh Micki (Lior Ashkenazi) melaksanakan penyiksaan terhadap Dror. Tapi meskipun telah disiksa dan dipukul berkali-kali Dror tetap menyangkal tuduhan tersebut. Pada jadinya penyiksaan tersebut malah mengakibatkan Micki kehilangan pekerjaannya sehabis video penyiksaan yang direkam oleh seorang anak kecil tersebut tersebar di internet. Micki juga disalahkan oleh pimpinannya, Tsvika (Dvir Benedek) alasannya yakni lewat agresi main hakimnya itu Bror terpaksa harus dilepaskan yang malah berujung pada ditemukannya jenazah salah satu gadis korban penculikan yang sudah dalam kondisi mengenaskan. Seluruh jari tangannya patah, kuku kakinya terlepas dan yang paling mengenaskan jenazah itu ditemukan tanpa kepala dan ditemukan bekas pemerkosaan. Micki yang sudah kehilangan pekerjaannya tetapkan untuk menangkap lagi Dror guna memaksanya mengakui segala kejahatan tersebut. Disisi lain, Gidi (Tzahi Grad) yang merupakan ayah korban sekaligus pensiunan militer juga berniat melaksanakan hal yang sama, yakni membawa Dror ke sebuah kawasan terpencil untuk kemudian menyiksanya secara perlahan hingga ia menciptakan pengakuan.

Bahkan sedari opening-nya film ini sudah menciptakan saya begitu terikat. Dengan balutan slo-mo serta iringan musik mencekam garapan Frank Illfman, Big Bad Wolves berhasil menunjukkan pengantar yang terasa mengerikan wacana kisah penculikan dan pembunuhan gadis-gadis di bawah umur. Dan kalau bicara soal scoring-nya, Main Theme yang dibentuk oleh Frank Illfman memang tidak hanya mampu membangun situasi mencekam namun juga selalu terngiang-ngiang di kepala saya bahkan sehabis filmnya usai sekalipun. Kemudian pada jadinya saya pun paham mengapa Tarantino begitu menyukai film ini, alasannya yakni secara keseluruhan Big Bad Wolves memang mempunyai unsur-unsur yang selalu dihadirkan Tarantino dalam film-filmnya kecuali rangkaian obrolan panjang cerdas yang "tidak nyambung" dengan dongeng keseluruhan. Film ini punya adegan-adegan sadis, kisah thriller-kriminal yang menegangkan lengkap dengan misteri serta bumbu twist, serta banyak sekali komedi hitam yang muncul dengan begitu mendadak. Mungkin dialognya tidak hingga secerdas naskah Tarantino, tapi film ini tetap punya dialog-dialog "sakti" yang menjadi senjata utama untuk menghadirkan komedi hitamnya. Tidak hanya lewat dialog, komedi-komedi tersebut juga muncul lewat kejadian-kejadian tak terduga yang beberapa kali muncul. Sebagai pola dikala penyiksaan yang dilakukan Gidi terhadap Dror sering tertunda alasannya yakni hal-hal "tidak penting" yang mendadak terjadi. Masih banyak komedi-komedi lain yang muncul disaat tidak terduga namun berhasil menciptakan saya tertawa lepas.
Lewat komedi gelap tersebut film inipun jadi mempunyai dinamika yang sangat bagus. Alurnya dapat tiba-tiba berubah dari yang tadinya menegangkan, keren menjadi lucu untuk kemudian berubah lagi menjadi tegang dengan begitu cepat. Tentu saja itu dapat terjadi alasannya yakni tiap-tiap aspek tergarap dengan maksimal. Selain komedi hitamnya yang efektif, ketegangan dan misterinya juga disajikan dengan sangat baik. Misterinya menciptakan kita menduga-duga apakah benar Dror itu pelakunya atau ia memang berkata jujur dan tidak melaksanakan itu semua. Penonton ditempatkan pada posisi yang sama dengan Gidi dan Micki untuk terus menduga-duga semua omongan Dror. Saya dibentuk curiga dengan segala fakta yang ada, tapi saya juga berhasil beberapa kali dibentuk percaya bahwa Dror tidak bersalah sehabis mendengar segala kata-katanya. Tentu saja akting dari Rotem Keinan sangat berperan besar disini. Lewat matanya kita dapat melihat kejujuran dalam tiap kata-katanya, tapi disisi lain kita dibentuk terus bertanya benarkah semua itu? Ataukan Dror memang seorang penipu yang ulung? Untuk semakin menciptakan alurnya menarik, Big Bad Wolves juga diisi beberapa twist cerdas yang tidak menciptakan penonton serasa tertipu. Kejutan tersebut dapat terasa efektif berkat pengemasan adegan yang cendekia sehingga kita dibentuk percaya pada apa yang kita lihat seakan-akan itu benar, padahal fakta gotong royong tidak ibarat itu, yang jadinya berhasil menampar penonton lewat twist cerdas tadi.

Film ini juga mempunyai banyak sekali adegan sadis yang lebih banyak didominasi hadir dikala adegan penyiksaannya. Namun diluar itu kisah wacana gadis kecil yang diculik, dieprkosa kemudian disiksa sebelum jadinya dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya juga terasa begitu sadis. Meski kita tidak diperlihatkan secara gamblang, namun mendengar detil penyiksaan tersebut saja sudah menciptakan saya merasa miris alasannya yakni fakta bahwa korbannya yakni anak kecil. Belum lagi adegan inovasi jenazah diawal film yang berhasil menciptakan saya shock meskipun tidak disajikan secara benar-benar gamblang dimana jenazah korban secara utuh hanya disajikan selama beberapa detik dari jarak yang tidak terlalu dekat. Big Bad Wolves juga menunjukkan sebuah ambiguitas moral. Sebuah pertanyaan wacana benar atau tidaknya penggunaan sebuah kekerasan untuk mencari kebenaran muncul disini. Pada jadinya kita akan dibentuk bertanya siapakah gotong royong yang paling pantas disebut sebagai serigala jahat? Sedikit mengingatkan pada Prisoners milik Denis Villeneuve memang, meskipun pengemasannya benar-benar berbeda. Big Bad Wolves yakni sebuah film yang dengan dinamika yang begitu baik, sangat dinamis, dan diakhiri dengan sebuah ending yang cukup terasa miris sehabis sebelumnya menghadirkan sebuah rangkaian titik puncak yang begitu menegangkan. Rentetan titik puncak hingga ending tersebut sukses menciptakan saya sesak.

Artikel Terkait

Ini Lho Big Bad Wolves (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email