Friday, January 11, 2019

Ini Lho Dial M For Murder (1954)

Mengatakan bahwa sebuah dekade tertentu merupakan kala keemasan Alfred Hitchcock nampaknya sedikit merendahkan sang sutradara legendaris, sebab bisa dibilang sepanjang lebih dari 50 tahun karirnya, ia seolah tidak pernah berhenti melahirkan masterpiece demi masterpiece. Tapi kala tahun 50-an memang boleh dibilang merupakan puncak karir Hitchcock, dimana ia tidak hanya banyak melahirkan film-film terbaiknya tapi juga yang paling besar dan dikenal semua orang sebut saja Strangers on a Train, Rear Window, Vertigo, North by Northwest hingga Dial M for Murder ini. Selain itu, kala ini juga cukup berdekatan dengan perilisan Psycho pada tahun 1960, yaitu film Hitchcock yang paling dikenal orang. Dial M for Murder sendiri dirilis pada tahun 1954, dengan kata lain sama dengan Rear Window. Film ini masih punya banyak elemen yang menjadi ciri khas Hitchcock, semisal tema pembunuhan yang dipenuhi misteri dan twist samapi aura pertunjukkan teater yang begitu kuat. Banyak film Hitchcock memang disesuaikan dari pertunjukkan teater, tidak terkecuali film ini yang disesuaikan dari pertunjukkan teater berjudul sama yang dibentuk oleh Frederick Knott. Knott jugalah yang menjadi penulis naskah bagi film ini. 

Dial M for Murder akan memperkenalkan kita pada pasangan suami istri Tony (Ray Milland) dan Margot (Grace Kelly). Tony ialah mantan petensi profesional yang pensiun sebab sang istri terus mengeluhkan kesibukan jadwalnya berkompetisi. Tapi ternyata tanpa sepengetahuan Tony, sang istri selama ini berselingkuh dengan Mark (Robert Cummings), seorang penulis novel misteri asal Amerika. Meski keduanya tidak pernah lagi bertemu akhir-akhir ini sebab Mark kembali ke Amerika ternyata mereka masih saling berkirim surat. Margot dan Mark sendiri tidak tahu bahwa Tony sesungguhnya sudah mengetahui perselingkuhan mereka berdua, bahkan tidak hanya itu Tony pun sudah cukup usang mempersiapkan sebuah planning untuk membalaskan sakit hatinya. Rencana Tony tidak lain ialah membunuh sang istri. Tapi ini bukanlah pembunuhan biasa sebab yang Tony rencanakan ialah sebuah pembunuhan bersiklus yang mendekati pembunuhan sempurna. Untuk itulah ia mulai memanfaatkan Swann (Anthony Dawson) yang merupakan teman lamanya semasa kuliah. Tony mencoba memeras Dawson semoga ia bersedia membunuh Margot menurut planning yang telah ia buat selama ini. Tapi pada karenanya pembunuhan tepat ini tetaplah tidak berjalan dengan sempurna.
Film ini sedikit mengingatkan saya pada karya Hitchcock yang lain yaitu Rope. Keduanya sama-sama berasal dari pertunjukkan teater dan sama-sama bertemakan pembunuhan tapi sedari awal kita sudah tahu siapa dan apa planning dari sang pembunuh. Yang disorot tidak hanya proses pembunuhan tapi lebih kepada bagaimana sang pelaku mencoba menghindari segala kecurigaan kepadanya, bahkan disaat planning miliknya tidak berjalan sempurna. Pendekatan yang dilakukan Hitchcock disini memang menarik, sebab disaat lebih banyak didominasi film thriller-misteri bertemakan pembunuhan akan mengajak penonton menebak siapa pembunuhnya sebagai sajian utama, maka Dial M for Murder sudah membeberkan identitas, motif dan planning si pembunuh sedari awal. Saya begitu menyukai adegan pembicaraan antara Tony dan Swann dikala pembicaraan santai mereka perlahan menjelma saling ancam yang karenanya berujung pada "gladi" planning pembunuhan yang disusun Tony. Saya yakin ini merupakan adegan perencanaan pembunuhan terbaik yang pernah saya tonton dalam film. Dialognya cerdas dan begitu mengikat, akting kedua bintang film yang begitu baik dalam saling membalas kata, hingga penggunaan beberapa long shot yang mengakibatkan intensitas adegan selalu terjaga dengan baik. Semuanya terasa begitu menegangkan dan menciptakan saya ingin tau akan langkah demi langkah yang telah direncanakan oleh Tony. Karena film ini berasal dari pertunjukkan teater, pergerakan kedua aktornya pun terasa begitu dinamis dalam mengeksplorasi setiap sudut ruangan.

Ketegangan itu terus terjaga hingga datang saatnya pembunuhan dilakukan. Saya dibentuk harap-harap cemas menantikan jam 11 malam, yakni waktu dimana pembunuhan akan terjadi. Semuanya terasa begitu menegangkan apalagi disaat mulai muncul beberapa gangguan yang mengakibatkan planning Tony tidak berjalan sempurna. Nilai lebih lainnya untuk rangkaian adegan ini ialah momen disaat Swann berkemas-kemas mencekik Margot. Disaat layar memperlihatkan bagaimana Swann bangkit tepat di belakang Margot dengan menggenggam kain, siap untuk membunuh perempuan tersebut saya lagi-lagi dibentuk menahan nafas apalagi dikala melihat bagaimana Swann yang nampak ragu-ragu untuk segera mengeksekusi planning tersebut. Gambar itu juga terlihat begitu menyeramkan. Bayangkan saja anda melihat seorang pembunuh dengan tatapan mengerikan tepat bangkit di belakang korbannya, seorang perempuan lemah dan berkemas-kemas melancarkann aksinya dalam kegelapan. Satu lagi bukti bahwa Hitchcock memang master of suspense. Sampai karenanya muncul twist kurang asuh yang menciptakan segala sumpah serapah saya keluarkan. Praktis untuk mengira bahwa planning Tony tidak akan berjalan lancar, tapi apa yang tersaji disini benar-benar mengejutkan. Kemudian jikalau bicara soal twist, setelah kejutan terbesar di tengah film itu masih ada beberapa kejutan lain yang tidak kalah mengejutkan.
Salah satu keunikan dari Dial M for Murder bahkan mungkin lebih banyak didominasi film Hitchcock ialah keberhasilannya untuk menciptakan sosok pembunuh menjadi terlihat simpatik. Disini abjad Tony memang begitu menarik dengan segala kecerdasan dan kecepatan berpikirnya. Sangat menyenangkan untuk menanti planning macam apalagi yang akan muncul dari otaknya disaat ada sedikit gangguan dan error dalam planning awal miliknya. Observasi terhadap sosoknya pun jadi begitu menarik dan tanpa sadar saya mulai terikat dan bersimpati dengan sosoknya. Apalagi Tony juga memiliki motif yang cukup bisa dipahami, yaitu sebab rasa sakit hati akhir perselingkuhan Margot dengan Mark. Disinilah Dial M for Murder memberikan ambiguitas adab yang luar biasa. Saya terperinci sangat bersimpati bahkan mendukung Tony atas aksinya. Saya dibentuk lebih mendukung sang kriminal daripada korbannya. Bahkan di final saya dibentuk makin muak dengan Mark dan Margot. Mark yang seolah sama sekali tidak menyadari bahwa ia bersalah dan berperan besar atas planning pembunuhan yang dilakukan Tony, dan Margot yang terus-terusan terlihat lemah dan memposisikan dirinya seolah menjadi korban padahal telah memperlihatkan rasa sakit hati yang luar biasa pada Tony. Saya tidak membenarkan pembunuhan dan pemerasan yang dilakukan Tony, tapi saya begitu memahami perbuatannya dan sangat bersimpati akan hal itu.

Tapi saya menyayangkan bagaimana Hitchcock mengemas ending film ini. Setiap ending dari film Alfred Hitchcock selalu menampilkan kejutan dan ketegangan yang luar biasa. Sayangnya kejutan yang muncul pada final film ini terasa tidak terlalu mengena akhir pengemasannya yang berbasis pada dialog. Alih-alih menyajikan sebuah adegan dengan intensitas tinggi, Dial M for Murder mengungkap aneka macam fakta di final dengan obrolan demi obrolan panjang yang jujur saja terkesan begitu rumit bahkan sesekali membingungkan. Kerumitan tersebut menciptakan intensitas filmnya menurun drastis pada paruh final dan menciptakan sebuah kejutan yang sebetulnya cukup besar jadi tidak terasa efektif sebab saya terlalu sibuk untuk mencerna obrolan demi obrolan dan mengaitkannya dengan fakta-fakta yang ada. Tapi untungnya Dial M for Murder sudah punya 2/3 cuilan yang begitu luar biasa dan menegangkan, sehingga kurang berhasilnya 1/3 final film terperinci sangat gampang untuk diaafkan  Secara keseluruhan Dial M for Murder sanggup memperlihatkan intensitas ketegangan yang luar biasa, twist demi twist yang mengejutkan, serta eksplorasi abjad yang mendalam dan menciptakan saya sebagai penonton bisa terikat pada sosok Tony dan bersimpati padanya

Artikel Terkait

Ini Lho Dial M For Murder (1954)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email