Pengalaman saya terhadap film-film dari Tarsem Singh mungkin berbeda dari banyak orang. Jika lebih banyak didominasi orang menonton The Fall terlebih dahulu sebagai perkenalan terhadap karya Tarsem dan balasannya dikecewakan oleh Immortals alasannya ialah ekspektasi tinggi yang ada sehabis dipuaskan oleh The Fall, maka saya justru kebalikannya. Saya lebih dulu dikecewakan oleh Immortals sehabis lalu ingin tau pada film ini sehabis banyak membaca review yang amat positif untuk The Fall. Bahkan seorang Roger Ebert memasukkan film ini kedalam daftar 20 film terbaiknya untuk tahun 2008. Sebenarnya film ini sudah diputar di TIFF pada tahun 2006, tapi gres diputar di bioskop dua tahun kemudian. Saya sendiri meski telah dikecewakan oleh Immortals tetap memasang ekspektasi tinggi sehabis membaca begitu banyak puja puji terhadap film iniyang katanya begitu indah. Tapi masalahnya dari segi visualpun Immortals termasuk anggun tapi hancur di ceritanya. Bagaimana dengan The Fall?
Film ini berkisah perihal gadis cilik berusia lima tahun berjulukan Alexandria (Catinca Untaru) yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit sehabis tangannya patah disaat beliau sedang memetik jeruk di kebun daerah ia dan ibunya bekerja. Alexandria yang begitu lugu dan dikenal oleh semua orang di rumah sakit ini suatu hari bertemu dengan seorang stuntman berjulukan Roy (Lee Pace) yang mengalami kelumpuhan di kakinya sehabis jatuh ketika sedang melaksanakan sebuah adegan berbahaya. Pertemuan pertama mereka ternyata eksklusif menciptakan Alexandria betah berada bersama Roy yang memberinya cerita-cerita penuh imajinasi termasuk sebuah dongeng perihal lima orang pendekar yang bersatu untuk membunuh seorang gubernur yang kejam. Alexandria mulai berbagi imajinasinya untuk memvisualisasikan kisah dari Roy tersebut. Lama kelamaan Roy mulai makin banyak memasukkan unsur-unsur kehidupan pribadinya dalam dongeng itu. Roy memang tengah dilanda depresi sehabis kekasihnya meninggalkannya demi seorang bintang film ternama. Tapi ada satu hal yang tidak disadari Alexandria bahwa kepolosan dan kebaikan hatinya bahu-membahu sedang dimanfaatkan.
Kisahnya yang menggabungkan dunia imajinasi dengan bencana di dunia faktual mengingatkan saya kepada Sucker Punch. Yang menciptakan berbeda ialah kisah yang dituturkan dalam The Fall bukanlah sekadar asal sambung menyerupai di Sucker Punch dan mempunyai makna yang jauh lebih mendalam dibandingkan sekedar pertempuran imajinasi tidak terang menyerupai film Snyder tersebut. Sebenarnya The Fall memiliki kisah yang sederhana baik itu dalam dunia imajinasi dongeng ataupun dalam dunia nyatanya. Namun yang membuatnya jadi menarik dan mungkin terkadang sedikit rumit ialah disaat kedua dunia itu perlahan mulai "menyatu". Beberapa kali juga terdapat aneka macam sisipan komedi yang mungkin tidak semua orang akan menangkap itu sebagai komedi, namun jikalau anda menyadarinya maka aneka macam sisipan itu ialah sebuah humor yang lucu dan menciptakan film ini makin berwarna. Kisahnya juga bergulir dengan tidak terduga dan sering terdapat kejutan kecil menyenangkan yang seringkali meninggalkan kesan lucu nan unik.
Tapi tentu saja tidak ada yang lebih menonjol selain aspek visualnya yang luar biasa itu. Bagaimana tidak, syuting dilakukan di aneka macam lokasi pilihan yang terdapat di sekitar 20 negara termasuk Indonesia. Yak, Indonesia dalam hal ini Bali juga menjadi lokasi syuting dan yang menciptakan saya gembira ialah adegan yang berlokasi di Bali ialah salah satu adegan terbaik di film ini, yaitu ketika ada adegan upacara moral yang dibarengi dengan tarian kecak. Tidak hanya lokasi saja tapi juga aspek budaya dari Bali ikut dimasukkan dalam film ini. Sungguh adegan itu ialah adegan yang menciptakan saya merinding. Tapi suguhan visual The Fall tidak hanya hingga disitu. Untuk adegan-adegan ditempat lain juga tidak kalah mengagumkan. Berbagai daerah yang punya pemandangan indah dan struktrur yang unik berhasil memanjakan mata saya sepanjang film. Tentu saja itu belum termasuk kostum-kostum serta set properti unik khas Tarsem Singh yang populer perfeksionis sekaligus asing tersebut.
Selain dongeng yang menarik dan visual yang luar biasa, The Fall juga masih punya satu kelebihan lagi yaitu pada diri Catinca Untaru. Baru berusia 9 tahun ketika film ini dirilis, aktris cilik yang juga menjalani debutnya dalam The Fall ini sungguh bisa berakting dengan begitu alami. Momen yang menunjukkan kepolosan, kebahagiaan, hingga kesedihan beliau tunjukkan dengan begitu baik. Pada balasannya The Fall terang sebuah film yang begitu baik dan seimbang dalam memadukan aneka macam aspeknya mulai dari akting, dongeng hingga visualnya walaupun amat disayangkan film ini begitu underrated dan gaungnya tidak terdengar. Tidak ada logika yang terlupakan disini alasannya ialah sekali lagi dunia imajinasi itu tanpa batas. Saya sendiri merasa kekurangan The Fall hanya pada bagaimana jalan dongeng dalam dunia imajinasi yang perlahan mulai dipengaruhi oleh bencana didunia faktual dimana penuturannya terkadang kedodoran tapi hal itu tidak hingga banyak mengurangi evaluasi saya terhadap film ini.
RATING:
Ini Lho The Fall (2006)
4/
5
Oleh
news flash