Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Frank (2014)

Menyebut Frank sebagai film yang absurd mungkin terkesan terlalu "standar", tapi memang begitulah film ini. Disaat kau punya seorang pemeran dengan nama besar plus wajah komersil yang sudah dikenal di penjuru dunia tentu saja hal terakhir yang akan kau lakukan ialah menyembunyikan wajahnya sepanjang film. Sebagai pola kita sanggup lihat film Judge Dredd yang dibintangi Sylvester Stallone dimana sang sutradara lebih menentukan mengorbankan helm ikonis sang hakim dariada wajah sang pemeran utama. Maka dikala ada yang melaksanakan sebalinya dengan gampang keputusan itu akan disebut aneh, tidak biasa atau mungkin gila. Tapi memang hal itulah yang dilakukan Lenny Abrahamson dalam film terbarunya ini. Wajah Michael Fassbender tentu saja merupakan "barang jualan" yang begitu berharga, tapi di film ini selama lebih banyak didominasi kemunculannya sang pemeran akan mengenakan sebuah topeng berwujud kepala insan kartun berukuran besar. Saat itulah ia bertransofrmasi menjadi sosok Frank yang terinpirasi dari Frank Sidebottom, comic persona dari pelawak sekaligus musisi Chris Sievery. 

Film ini dibuka lewat perkenalan kita dengan Jon (Domhnall Gleeson), seorang cowok yang begitu ingin menjadi musisi sekaligus penulis lagu besar. Setiap hari selalu ia isi dengan menulis lirik dan membuat komposisi lagu. Tapi seberapa keraspun ia mencoba, Jon selalu gagal membuat lagu cantik menyerupai yang ia inginkan. Sampai suatu hari kesempatan untuk menjadi musisi besar tiba disaat Jon menerima anjuran untuk menjadi keyboradist sementara dari grup musik eksentrik berjulukan "Soronprfbs". Tidak hanya punya nama dan musik yang aneh, Soronprfbs juga diisi oleh para personel yang eksentrik. Tapi yang paling absurd tentu saja sang frontman, Frank dengan topeng kepala besar dan segala tingkah laris uniknya. Pada akibatnya Jon tidak hanya menjadi seorang additional panggung biasa tapi turut terlibat dalam proses penggarapan album dari Soronprfbs di sebuah kabin di tengah hutan. Mulai dari situlah Jon harus berhadapan dengan banyak hal mulai dari proses eksentrik yang dilakukan Frank, ketidak akurannya dengan Clara (Maggie Gyllenhaal), hingga ambisinya yang tidak pernah padam untuk menjadi musisi besar.
Frank tidak hanya absurd sebab sosok titular character-nya yang absurd luar dalam, sebab para huruf pendukungnya pun tidak kalah anehnya. Mulai dari Clara yang obsesif hingga Don (Scott McNairy) sang manager yang doyan bekerjasama seks dengan manekin semuanya aneh. Semakin absurd lagi dikala kita mulai diperdengarkan proses dan lagu-lagu yang dibentuk oleh Soronprfbs. Musik-musik yang hadir dalam film ini ialah tipe eksperimental yang jauh dari kesan catchy plus lirik-lirik aneh. Disaat lagu-lagu dari Radiohead, Sigur Ros hingga Bjork terdengar "waras" maka anda tahu bakal seaneh apa lagu milik Frank tersebut. Jika anda pernah mendengar lagu-lagu dari album David Lynch bahkan menyukainya lagu-lagu di film ini cocok untuk anda Tapi uniknya, musik-musik absurd tersebut justru benar-benar sanggup saya nikmati. Jika sebuah kecacatan ditampilkan dengan tanggung, maka hal itu berakhir kurang baik tapi dikala kecacatan tersebut ditotalkan hingga ke tingkat yang cukup tinggi, maka hal itu justru menarik untuk disimak, begitulah musik dalam film ini. Seolah belum cukup, komedi yang dihadirkan juga penuh kecacatan dan kegilaan. Terlebih lagi Lenny Abrahamson sering menempatkannya dengan timing tidak terduga yang membuat pengaruh WTF luar biasa. Apakah lucu? Tentu saja, sebab saya tertawa, setidaknya sehabis mengeluarkan sepatah dua patah sumpah serapah. 
Dibalik segala kecacatan dan komedinya, Frank ternyata mempunyai sebuah drama yang cukup menyentuh. Hal itu berhasil dibangun berkat huruf yang likeable dan naskah yang cantik karya Jon Ronson dan Peter Straughan. Pergesekan antara Jon dan Frank yang bertolak belakang memang menjadi daya tarik utama. Jon ialah seseorang dengan ambisi besar untuk menjadi terkenal. Saat itulah ia rela melaksanakan segalanya, mengorbankan semuanya untuk memenuhi ambisi tersebut. Ditambah lagi lagu-lagu miliknya ialah lagu "mainstream", sesuatu yang membuat Frank berkata "The music's shit". Disisi lain Frank dengan mental illness yang ia miliki nampak sebagai seseorang yang begitu polos dan murni. Dia juga ingin disukai banyak orang, tapi tidak menyerupai Jon, Frank menginginkan hal itu sebab ia ingin dicintai oleh banyak orang dengan jalan menampilkan jenis musik yang juga ia cintai. Dengan kata lain, film ini ialah dongeng pergesekan antara orang yang ingin dicintai, dan orang yang melupakan cinta untuk menggapai ambisi. Momen paling menyentuh hadir dikala Frank dan Jon "manggung" bersama dan potongan ending saat Frank menyanyikan I Love You All. 

Bicara soal akting, Frank membuktikan kehebatan seorang Michael Fassbender, sebab disaat wajahnya tertutup dan segala verbal tidak tampak ia tetap sanggup menghidupkan huruf Frank menjadi sosok yang simpatik dengan gestur dan intonasi obrolan yang terbatas. Topeng yang ia kenakan pun pada akibatnya bukan membatasi tapi justru memperkuat rasa simpati saya pada sosok Frank dan semakin memperlucu tiap momen komedik yang dilakukan Fassbender. Saya sering dibentuk tertawa membayangkan menyerupai apa wajah keras dan cool sang pemeran dikala ia tengah melaksanakan aneka macam gerakan-gerakan aneh. Maggie Gyllenhaal pun turut menawarkan akting cantik dan lagi-lagi saya paling terhibur melihat aneka macam gestur uniknya dikala tengah perform bersama Soronprfbs. Tapi bahwasanya semua pemeran dan aktris yang bermain dalam film ini menampilkan akting yang mengesankan. Entah yang punya porsi besar macam Domhnall Gleeson hingga yang kiprahnya minim menyerupai Carla Azar. Beginilah Frank yang dengan segala keanehannya tetap sanggup terasa hangat dan menyentuh, tentunya dengan caranya sendiri sama menyerupai Frank yang merupakan seorang jenius lewat caranya sendiri. Penuh kejutan dan momen mendadak, Frank memang sesekali terasa kurang ter-develope tapi dengan tepat mengakibatkan filmnya lebih dinamis dan bergerak liar tanpa kita duga. Sinkron dengan segala keliaran lainnya yang hadir dalam film ini. Sampai detik ini pun saya masih memutar ulang lagu-lagu yang ada dalam soundtrack-nya. 

Artikel Terkait

Ini Lho Frank (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email