Hanya berselang dua bulan semenjak The Conjuring yang fenomenal itu James Wan telah merilis sekuel dari Insidious yang telah melambungkan namanya dua tahun lalu. The Conjuring benar-benar membuat standar gres dalam perfilman horor rumah hantu yang juga merupakan sajian utama dari Insidious. Hingga sekarang pun saya masih mengingat dan mengagumi "adegan tepuk tangan" yang tidak hanya mengerikan namun juga begitu kreatif dalam menghadirkan terornya tersebut. Untuk Insidious sendiri bagi saya ialah sebuah sajian horor yang mencekam meski penggalan klimaksnya sedikit menurunkan tensi ketika James Wan terlalu jauh mengeksplorasi kisahnya hingga masuk ke ranah fantasi daripada horor konvensional. Dalam Insidious: Chapter 2 semua orang yang berada dibalik kesuksesan film pertamanya kembali lagi mulai dari James Wan, penulis naskah Leigh Whannell, komposer Joseph Bishara, hingga gugusan pemain macam Patrick Wilson, Rose Byrne hingga Lin Shaye. Kisahnya melanjutkan apa yang terjadi di film pertamanya sehabis Elise (Lin Shaye) terbunuh dan diketahui bahwa Josh (Patrick Wilson) masih berada dibawah kendali hantu nenek mengerikan yang telah usang mengejarnya.
Guna menghindari kejaran para hantu yang mengganggu hidup mereka, Josh beserta istrinya, Renai (Rose Byrne) dan anak-anaknya pindah kerumah sang ibu, Lorraine (barbara Hershey). Namun apa yang terjadi tidaklah sesuai yang diperlukan lantaran para makhluk halus tersebut masih juga belum berhenti memperlihatkan teror bagi mereka semua. Dengan pinjaman cenayang berjulukan Carl (Steve Coulter), Lorraine pun memulai mencari asal-usul dari teror yang telah menghantui keluarganya selama ini sembari berusaha menyelamatkan Josh yang hingga sekarang arwahnya masih terperangkap di "dunia lain". Lagi-lagi James Wan menggunakan rumah bau tanah yang gelap dan berhantu sebagai daerah membagi terornya pada kita. Lagi-lagi masih ada hantu berwujud perempuan bau tanah mengerikan. Lagi-lagi masih ada lorong gelap dan lemari yang seolah menyimpan ratusan hantu di dalamnya. Memang Insidious: Chapter 2 masih menampilkan segala ciri khas James Wan yang gres saja meneror saya sektiar satu bulan yang kemudian lewat The Conjuring. Tapi hal itu bukan berarti sekuel ini berakhir datar dan menjadi satu dari sekian banyak sekuel horor pengeruk uang tidak penting yang hanya mengulangi formula keberhasilan film pertama. Justru Insidious: Chapter 2 seolah menjadi eksplorasi lebih luas dari bakat James Wan sekaligus menjadi paket tak terpisahkan dari film pertamanya.
Kenapa film ini menyebabkan dua film Insidious menjadi satu paket yang tak terpisahkan? Karena chapter kedua ini memperlihatkan banyak sekali jawaban dari segala pertanyaan yang muncul dalam film pertamanya. Jawabannya pun ditampilkan dengan begitu lihai tanpa terasa terlalu dipaksakan. Saya sangat menyukai bagaimana film ini mengaitkan beberapa momennya dengan banyak sekali even dalam film pertama untuk memperlihatkan kepingan demi kepingan jawaban terhadap misteri yang tersebar. Tapi tidak perlu khawatir akan tersesat, lantaran James Wan bisa menangani hal itu dengan baik sehingga jeda dua tahun antara kedua filmnya tidak menjadi penghalang bagi penonton untuk merekonstruksi dan memahami apa yang gotong royong terjadi dalam sebuah misteri supranatural besar yang mengerikan ini. Dengan banyak sekali unsur flashback hingga ke masa kecil Josh, naskah film ini dengan berakal memanfaatkan konsep dunia limbo yang ada menjadi sebuah pintu ruang dimensi dan waktu yang akan digunakan untuk mencari jawaban segala misterinya. Begitu girangnya saya ketika even film pertama dan kedua saling menyatu membuat rangkaian dongeng yang saling bersinggungan tanpa pernah bertuburkan dengan paksa. Biarlah banyak yang menyampaikan kisahnya konyol dan terlalu dipaksakan tapi saya sendiri menyukai bagaimana koneksi dua film ini terjadi.
Insidious: Chapter 2 juga memperlihatkan bagaimana James Wan telah banyak berkembang dalam dua tahun ini dengan memeprbaiki beberapa kesalahannya dalam film pertama Insidious serta mengaplikasikan apa saja yang ia pelajari ketika membuat The Conjuring. Dia masih punya ambisi besar untuk membuat horor yang lebih dari sekedar haunted house biasa dengan memperlihatkan sentuhan-sentuhan selain dongeng rumah hantu. Jika dalam film pertama James Wan terlalu jauh membawa filmnya keluar dari ranah horor maka disini hal itu tidak terulang. Yah meski lagi-lagi paruh hasilnya terasa punya tensi yang menurun tapi setidaknya atmosfer yang dihadirkan tidak melenceng jauh. Kali ini akan ada sedikit unsur slasher dan wangsit dari The Shining di klimaksnya yang mengiringi pengungkapan atas segala misterinya. Tensinya memang menurun tapi itu lebih disebabkan lantaran James Wan sudah terlalu kencang menginjak pedal gas sedari awal film. Paruh awal hingga pertengahan film ini diisi oleh kengerian demi kengerian tanpa henti yang sayangnya membuat tensi film menurun terlalu jauh ketika momen revealing dipaparkan. Bagi saya itulah satu-satunya kelemahan film ini yang sayangnya cukup mempengaruhi mood film secara keseluruhan. Paruh awalnya yang mencekam memang terasa hanya bagaikan rangkaian momen mengagetkan dirangkum menjadi satu secara "paksa" tapi tetap merupakan rentetan kengerian yang menyenangkan.
Insidious: Chapter 2 juga menegaskan fakta bahwa James Wan merupakan seorang revolusioner dalam mengemas film hantu-hantuan. Caranya dalam menyajikan penampakan demi penampakan terbukti selalu efektif apalagi dibalut dengan iringan musik menusuk indera pendengaran dari Joseph Bishara yang memperlihatkan aura kengerian, disturbing namun terasa keindahan yang abnormal dalam musik tersebut. Tidak ada terlalu banyak false alarm yang menipu tapi akan ada begitu banyak jump scare yang meski sudah saya duga kemunculannya tapi tetap membuat saya terkaget-kaget hingga nyaris berteriak. Jika dominan film horor dengan hantu sebagai penebar terornya akan menyajikan penampakan yang hanya memperlihatkan wajah mengerikan sang hantu, maka James Wan meningkatkan level keseramannya dengan "memerintahkan" sang hantu muncul dengan tensi yang tinggi entah beliau berteriak, berjalan cepat ataupun melaksanakan hal-hal disturbing. Jika The Conjuring punya adegan tepuk tangan dan hantu yang mengayunkan pisau dengan cepat, maka Insidious: Chapter 2 bisa meneror dengan adegan teriakan "how dare you!" dan masih banyak lagi. Desain hantu-hantu yang ada pun makin mengerikan meski terasa sederhana dalam aplikasi make-up nya. Tidak ada lagi "hantu Darth Maul", hanya beberapa modifikasi mudah nan jenius dari wajah insan biasa.
Jelas tidak sehebat The Conjuring khususnya jikalau dilihat dari bagaimana tensi filmnya yang kurang terjaga dan menurun ketika paruh selesai dan titik puncak jawaban James Wan terlalu memacu filmnya denagn kecepatan penuh diawal. Tapi dibanding film pertama saya lebih menyukai sekuelnya ini yang dengan berakal merangkum kisahnya sedemikian rupa hingga bisa memperlihatkan jawaban yang memuaskan terhadap misteri yang ditinggalkan Insidious pertama. Dengan tiga keberhasilan secara beruntun ini James Wan membutkikan dirinya layak disebut master of horror yang tidak hanya jago menakuti penonton tapi juga punya ambisi besar dalam mengawinkan banyak sekali unsur dari banyak subgenre horor. Mungkin ini ialah film horor terkahir James Wan mungkin juga tidak, tapi rasa-rasanya terperinci bukan yang terakhir dari franchise ini. Saat Elise berucap "Oh my God" di selesai film disitu pulalah saya tetap merasa harus menonton film ketiganya meski bukan ditangani James Wan dan meski saya sendiri tidak terlalu optimis akan hasil akhirnya. Tapi biarlah James Wan beristirahat sejenak dari dunia horor lantaran mungkin saja ia tengah membuatkan cara gres untuk meneror kita dengan lebih gila di masa yang akan datang...tiga tahun lagi mungkin?
Ini Lho Insidious: Chapter 2 (2013)
4/
5
Oleh
news flash