Friday, January 11, 2019

Ini Lho Journey To The West: Conquering The Demons (2013)

Siapa yang tidak tahu dongeng Journey to the West? Cerita perihal perjalanan mengambil kitab suci ke Barat ini sudah begitu banyak disesuaikan ke dalam banyak sekali bentuk media termasuk film dan serial televisi. Di Indonesia sendiri pembiasaan yang paling populer tentu saja yakni serial televisi Journey to the West yang tayang pada masa 90-an. Cerita perihal bisku Tang Sanzang (kita lebih mengenalnya dengan nama Tong Sam Chong) yang melaksanakan perjalanan mencari kitab suci ke barat dengan derma ketiga murid silumannya termasuk Sun Wukong (Sun Gokong) begitu tenar pada ketika itu dan disukai berbakai kalangan mulai dari bawah umur hingga dewasa. Saya ingat sekali pada ketika SD dulu sering melaksanakan role play bersama teman-teman aku dan memeprebutkan tugas sebagai Gokong, dan yang paling sial tentunya kalau menjadi Chu Patkai sang siluman babi. Kali ini giliran Stephen Chow yang melaksanakan adaptasinya terhadap kisah tersebut. Tentu saja ini merupakan hal yang menarik sebab kita mengenal Stephen Chow sebagai pembuat film-film instant classic macam Shaolin Soccer dan Kung Fu Hustle. Namun film terakhir yang ia sutradarai yaitu CJ7 menunjukkan kekecewaan. Bagi aku Chow paling jago dalam menghadirkan film aneh yang terasa seru sekaligus lucu. Maka ketika ia berusaha lebih sentimentil dalam CJ7 bagi aku itu tidaklah berhasil. Tentu saja bahan dalam Journey to the West terasa cocok dengan kelebihan Chow tersebut yang menimbulkan proyek ini jadi benar-benar aku nantikan.

Journey to the West: Conquering the Demons mengambil waktu disaat Tang Sanzang (Wen Zhang) masih belum menjadi biksu suci melainkan seorang pemburu siluman amatiran yang mengandalkan buku lagu bawah umur pemberian sang guru sebagai "senjata". Tapi meskipun berhati higienis dan mempunyai niat mulia untuk menyadarkan siluman daripada membunuhnya seprerti kebanyakan pemburu siluman lain, kemampuan Tang Sanzang yang masih dangkal membuatnya kesulitan menghadapi para siluman yang sakti. Pada ketika sedang menghadapi siluman ikan di sungai ia bertemu dengan seorang perempuan pemburu siluman berjulukan Duan (Shu Qi). Duan sendiri yakni pemburu siluman yang sakti dengan bersenjatakan sebuah gelang emas. Pertemuan tersebut ternyata menciptakan Duan jatuh citna pada Tang dan membuatnya terus menarik hati dan mengikuti Tang kemanapun termasuk ketika ia mengejar siluman babi yang populer berpengaruh dan kejam. Tapi Tang sendiri tidak bisa mendapatkan cinta Duan sebab ia beranggapan cinta antara laki-laki dan perempuan yakni cinta yang dangkal dan tidak ibarat yang diajarkan oleh Buddha. Tang yang begitu ingin mengalahkan siluman babi akibatnya pergi atas petunjuk sang guru untuk mencari Sun Wukong (Huang Bo), siluman monyet yang dikenal paling sakti namun sudah 500 tahun dipenjara oleh Buddha di sebuah gunung. Tang berharap Sun Wukong bersedia membantunya mengalahkan siluman babi tersebut.


Stephen Chow yang kali ini berduet dengan Derek Kwok sebagai sutradara mengemas dongeng dalam film ini memang berbeda dengan apa yang selama ini kita tahu. Alih-alih menghadirkan kisah Tang mengambil ktiab suci, film ini lebih tepat disebut prekuel dari kisah tersebut. Film ini lebih berfokus menceritakan asal undangan mengapa Tang bisa menjadi seorang biksu suci dan kisah petualangan para pembasmi siluman untuk mengalahkan banyak sekali siluman sakti. Hal ini merupakan keputusan yang tepat, sebab pendekatan yang berbeda ibarat ini menciptakan penonton yang sudah "hafal" benar dengan kisah Journey to the West khususnya dari serial televisi tidak akan merasa bosan dengan ceritanya. Ini yakni refresh yang berhasil dari kisah tersebut. Saya pun sangat menyukai bagaimana Stephen Chow kembali ke teritorinya dengan menghasilkan sebuah film yang ceritanya serius tapi dirangkum dengan penuh bumbu kekonyolan. Journey to the West punya formula kesuksesan dari Film-film masterpiece Stephen Chow mulai dari karakter-karakter dengan ciri khas unik yang sering mengumbar tingkah absurd, serta komedi yang abstrak pula dengan timing yang sempurna. Sejak paruh awal aku sudah dibentuk tertawa terbahak-bahak melihat banyak sekali kekonyolan yang terjadi dalam film ini. Tapi tentu saja film Stephen Chow tidak hanya mengumbar komedi konyol belaka, sebab film ini juga seimbang dalam menghadirkan komedi, adegan keren, ketegangan, bahkan momen horor.
Menonton Journey to the West: Conquering the Demons membuat emosi aku naik turun. Kadang adegannya benar-benar lucu, tapi beberapa ketika kemudian eksklusif berkembang menjadi tegang bahkan menyeramkan. Bukan hal gampang untuk menggabungkan unsur thriller dan horor dengan komedi yang konyol, tapi Stephen Chow dan Derek Kwok bisa melaksanakan itu dengan porsi yang seimbang. Bahkan film ini tidak ragu untuk menyajikan adegan yang cukup sadis bahkan kelam dan tragis. Sebagai teladan lihat penyerangan siluman ikan yang menewaskan seorang gadis cilik berumur 5 tahun, atau lihat juga bagaimana penggambaran sarang dari siluman babi yang sesungguhnya. Semuanya memancarkan usnur kengerian yang tidak main-main dan tentu saja tidak terduga akan muncul dalam film yang punya tingkat kekonyolan ibarat ini. Saya juga suka aspek visual yang ditampilkan film ini baik untuk dekorasi setting maupun desain karakternya yang unik. Yang paling mencolok tentu saja bagaimana siluman-siluman yang ada ditampilkan lewat imbas CGI. Mungkin imbas yang digunakan terasa murahan apalagi kalau dibandingkan dengan film-film blockbuster Hollywood, tapi Chow dan Kwok tahu benar bagaimana menyulap bujet murah untuk CGI agar tetap lezat dilihat dan tidak nampak murahan meski murah. Saya suka penggambaran siluman ikan yang muncul diawal sebab meski terlihat murah tapi tetap lezat dilihat bahkan tetap terlihat mengerikan berkat pengemaan adegan yang bagus.

Tentu saja film ini menyelipkan beberapa anutan Buddha di dalamnya, tapi tidak ibarat serial televisinya yang begitu kental dengan banyak sekali anutan bahkan beberapa kali terasa sedikit menggurui, film ini menerapkan beberapa anutan ke zaman sekarang. Hal itu paling terlihat dari dimasukkannya unsur romansa antara Tang dan Duan. Saya suka kisah cinta mereka berdua yang tersaji dengan lucu tapi juga bisa menyentuh khususnya ketika mencapai pecahan akhir. Berkat penampilan Shu Qi yang mencuri perhatian lewat adonan sosok perempuan tangguh dan sosok konyol yang dimabuk cinta, ia sukses mencuri perhatian tiap kemunculannya. Wen Zhang sendiri menciptakan aku tidak merasa kehilangan Stephen Chow yang biasanya selalu menjadi tokoh utama dalam film yang ia sutradarai dengan berhasil menunjukkan sisi komedi yang pas. Ya, film ini memang tidak hanya menampilkan komedi dan adegan agresi yang keren tapi juga punya sisi emosional yang cukup manis dan sedikit tragis dalam kisah romansanya. Bahkan pada akibatnya film ini ditutup dengan cukup mengharukan ketika Tang melihat sebuah "pemandangan" di langit berwarna keemasan. Journey to the West: Conquering the Demons secara keseluruhan yakni tontonan yang sangat memuaskan. Belum mencapai kehebatan Shaolin Soccer ataupun Kung-Fu Hustle memang, tapi menyenangkan melihat Stephen Chow kembali ke film-film yang memang menjadi keahliannya setelah CJ7 yang mengecewakan dan menunjukkan Chow yang terlalu sentimentil dan lupa untuk bersenang-senang dalam filmnya.

Artikel Terkait

Ini Lho Journey To The West: Conquering The Demons (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email