Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Le Week-End (2014)

Dalam kerja sama keempatnya (tiga film, satu serial televisi) sutradara Roger Michell dan penulis naskah Hanif Kureishi kembali mengangkat dongeng perihal abjad lansia menyerupai yang pernah mereka lakukan di Venus delapan tahun lalu. Ceritanya sendiri telah dikembangkan oleh keduanya selama tujuh tahun, dimulai ketika mereka melaksanakan perjalanan ke Bukit Montmartre yang terletak di sebelah Utara kota Paris. Le Week-End sendiri terasa menyerupai versi lansia dari trilogi "Before" milik Richard Linklater alasannya sepanjang film fokusnya hanya berada pada seputaran obrolan serta konflik (yang juga hadir dalam obrolan) antara kedua abjad utamanya ditambah dengan setting sebuah kota yang indah. Kedua abjad utamanya ialah Nick (Jim Broadbent) dan Meg (Lindsay Duncan) yang tengah merayakan ulang tahun janji nikah yang ke-30. Tentu saja anniversary dari janji nikah yang telah berlangsung usang itu harus spesial, dan hal itu jugalah yang ada di benak Nick. Dia berencana mengajak istrinya ke Paris yang tidak lain ialah daerah dimana mereka melaksanakan bulan madu. Untuk menambah kesan nostlgia, Nick pun menyewa hotel yang sama dengan yang mereka gunakan dahulu.

Tapi ternyata planning tersebut tidak berjalan sesuai planning disaat hotel yang dipesan Nick sudah tidak sama lagi bentuknya dengan masa bulan madunya dulu, dan hal itu membuat Meg begitu kecewa. Apa yang terjadi berikutnya ialah kedua pasangan ingin "berimprovisasi" dalam perjalanan mereka di Paris, mendatangi banyak daerah dan menginap di hotel mahal. Namun pada kenyataannya, kekecewaan alasannya hotel itu bukanlah permasalahan terakhir dan terbesar yang mereka hadapi. Pernikahan mereka yang telah berlangsung 30 tahun lamanya akan benar-benar menerima ujian berat yang ironisnya terjadi pada hari anniversary keduanya. Dengan alur yang berjalan lambat dan secara umum dikuasai berisi obrolan antara Nick dan Meg, maka masuk akal saja jikalau ekspektasi saya akan Le Week-End adalah film ini menjadi "versi lansia" dari trilogi "Before". Tentu saja bukan berarti membandingkan kedua film itu, tapi lebih kepada bagaimana saya berharap film ini akan punya rangkaian obrolan yang menarik untuk disimak, sanggup terasa romantis dan menyentuh tanpa perlu dramatisasi berlebihan, serta mengeksplorasi manis dan pahitnya kekerabatan cinta para orang-orang tua. Harapan yang balasannya gagal terpenuhi.
Dialog berisi pertengkaran kecil antara Nick dan Meg begitu mendominasi paruh awal hingga pertengahan film. Pada awalnya momen demi momen penuh letupan kecil itu terasa menghibur, alasannya begitu menarik melihat bagaimana dua sosok lansia dengan abjad masing-masing yang berpengaruh saling bertengkar, berbeda pendapat, dan sering tidak akur tapi pada balasannya selalu saling mengerti dan terpancar rasa sayang yang begitu besar diantara keduanya. Tapi sehabis beberapa usang dan momen serupa terus menerus diulang oleh Roger Michell, kesan repetitif yang berpengaruh makin terasa, dan filmnya pun jadi semakin membosankan. Kenapa Before Sunrise dan sekuel-sekuelnya sanggup terasa begitu menarik meski hanya diisi oleh dialog? Jawabannya alasannya apa-apa saja yang dikatakan oleh abjad dalam film-film tersebut menarik dan kaya dimana tidak hanya membahas konflik diantara mereka. Banyak obrolan quoteable yang membahas banyak sekali macam subjek mulai dari cinta hingga yang berbau filosofis. Sedangkan dalam Le Week-End, dialognya tidak bergerak keluar dari konflik dan pertengkaran antara Nick dan Meg. Mungkin penyebab pertengkarannya selalu berbeda, tapi yang terjadi repetitif, dimana Meg yang keras akan murka sedangkan Nick yang lebih "lemah" akan bimbang. Pada balasannya mereka pun berbaikan dan tertawa bersama lagi. Begitu seterusnya, dan terasa membosankan.
Tensinya gres terasa kembali menarik ketika tingkatan emosional yang muncul dalam konfliknya mulai meninggi menyerupai ketika Nick menuduh Meg berselingkuh, munculnya "kata-kata mengejutkan" dari Meg, hingga pertemuan dengan sobat usang Nick, Morgan (Jeff Goldblum). Salah satu adegan favorit saya tentunya kepingan makan malam di rumah Morgan yang terasa begitu menyentuh lewat katarsis dari kedua abjad utamanya yang dihantarkan juga dengan tepat oleh Jim Broadbent dan Lindsay Duncan. Semenjak kehadiran momen-momen itulah Le Week-End kembali terasa menarik, meski sayangnya keberadaan momen demi momen membosankan tadi sudah membuat saya tidak sanggup menyayangi film ini. Mungkin secara keseluruhan saya masih sanggup menikmatinya, tapi tidak mencintainya menyerupai yang saya harapkan sebelum menonton. Naskah dari Hanif Kureishi memang bagus, khususnya dalam hal penggambaran perihal pasangan suami istri bau tanah yang sudah puluhan tahun menikah. Dengan tepat kita akan diajak melihat akan menyerupai apa bentuk konflik yang hadir, menyerupai apa resolusi dari konflik tersebut, hingga menyerupai apa cara mereka menyatakan cinta satu sama lain yang tentunya berbeda dengan pasangan-pasangan muda.

Penggambaran dongeng bittersweet-nya memang sempurna, tapi sebagai film yang berbasis dialog, kalimat-kalimat yang hadir kurang menarik untuk disimak, ditambah lagi pengemasan dari Roger Michell yang repetitif. Sempat kembali menarik hingga klimaks, sangat disayangkan Le Week-End ditutup dengan sebuah feel good ending yang dikemas dengan begitu klise. Bukan konten klisenya yang saya kritisi, tapi lebih kepada bagaimana Roger Michell menentukan adegan menarik sebagai penutup. Mungkin tariannya unik tapi tetap saja sebuah adegan menari untuk menutup film guna membuat aura feel good sudah terlalu klise, bahkan sedikit tercipta awkward moment saat melihat bagaimana verbal dan reaksi dari Jeff Goldblum pada adegan ini. Mungkin Le Week-End adalah citra yang tepat perihal bagaimana pasangan di usia janji nikah mereka yang sudah menginjak puluhan tahun lengkap dengan akting yang memikat. Sebagai observasi film ini bagus, tapi sebagai sebuah tontonan yang menarik film ini kurang berhasil, meski saya tidak hingga hati mengatakannya sebagai film yang jelek alasannya memang digarap dengan baik meski memang mengecewakan.

Artikel Terkait

Ini Lho Le Week-End (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email