Friday, January 11, 2019

Ini Lho Love Exposure (2008)

 
Another Sion Sono's movie, another crazy movie! Semakin banyak saya menonton karya Sono semakin saya menyukai sutradara yang satu ini. Dia punya tingkat kegilaan yang tidak kalah dari kompatriotnya sesama sineas Jepang, Takashi Miike, tapi Sono punya kelebihan dalam penulisan ceritanya yang dalam, rumit serta banyak menyentil aspek-aspek kehidupan disekitar kita. Yang terang tidak menyerupai Miike, Sono belum "tergoda" merambah area film pasar untuk mencari makan. Satu lagi karya gilanya dan mungkin yang paling lengkap yakni Love Exposure, film tahun 2008 yang berhasil meraih penghargaan FIPRESCI Prize pada ajang Berlin International Film Festival. Film ini sendiri pada awalnya memiliki durasi enam jam sebelum akibatnya dipotong menjadi empat jam atas undangan produser. Kaprikornus film macam apa yang punya durasi sepanjang itu? Jawabannya yakni sebuah dongeng cinta, agama dan keluarga yang epic dari seorang jenius berjulukan Sion Sono. Ada tiga aksara utama dalam film ini yang akan diperkenalkan satu per satu kepada penonton. Yang pertama yakni Yu Honda (Takahiro Nishijima) seorang cukup umur yang sedari kil tinggal di sebuah keluarga religius. Sang ibu selalu mengajarkan pada Yu sedari kecil untuk menjadi penganut Nasrani yang taat, dan itu menciptakan Yu ingin mencari sosok perempuan yang menyerupai Bunda Maria. Sepeninggal ibunya, Yu tinggal bersama sang ayah yang menentukan untuk menjadi pendeta.

Kehidupan Yu senang bersama ayahnya yang juga dicintai para jemaat sebab ceramahnya yang menyegarkan. Tapi kehidupan Yu berubah sehabis sang ayah termakan oleh seorang perempuan berjulukan Kaori (Makiko Watanabe). Konflik dalam korelasi cintanya menciptakan sang ayah berubah dan selalu memaksa Yu mengakui dosa walaupun sang anak tidak berbuat dosa. Hal itulah yang mendorong Yu untuk berusaha sebisa mungkin berbuat dosa untuk memuaskan ayahnya. Dari seorang cukup umur baik hati, Yu menjelma seorang fotografer celana dalam perempuan yang ahli. Dia pun menerima julukan "raja mesum" sebab kehebatannya mengambil foto tanpa terdeteksi. Tapi Yu sendiri tidak terlalu menikmati apa yang ia lakukan, terlihat dari fakta bahwa ia sama sekali belum pernah mengalami ereksi meskipun mengambil banyak foto celana dalam wanita. Yu berharap suatu hari ia akan bertemu dengan "Maria" yang ia impikan. Dari situlah ia bertemu dengan aksara utama yang kedua, seorang wantia cukup umur berjulukan Yoko Ozawa (Hikari Mitsushima) yang ternyata merupakan anak dari mantan pacar Kaori. Lewat Yoko-lah Yu berhasil mendapatan ereksi pertamanya yang menciptakan Yu yakin bahwa Yoko yakni perempuan yang ia cari selama ini. Tapi perjuangan Yu "mendapatkan" Yoko tidaklah gampang sebab kebencian Yoko pada pria yang dipicu pemerkosaan yang dilakukan ayahnya dulu. Belum lagi datangnya gangguan dari aksara ketiga, Aya Koike (Sakura Ando), perempuan yang juga menerima pemerkosaan dari sang ayah dan sekarang menjadi salah satu anggota "Zero Church" sebuah agama sesat yang gres didirikan dan mengakibatkan kontroversi.
Percayalah dengan durasi empat jam Love Exposure bercerita jauh lebih banyak dan lebih asing dari apa yang saya tuliskan diatas. Love Exposure yakni bentuk totalitas luar biasa dari Sion Sono. Sono total dalam bercerita. Banyak hal yang ia masukkan disini mulai dari cinta, nafsu, agama, keluarga dan beberapa kulutr terkenal lain termasuk upskirt photography yang mana semuanya saling berkaitan satu sama lain dan memperlihatkan sebuah dongeng besar yang mendalam serta complicated. Sono juga total dalam menghadirkan semua dongeng itu dengan begitu berani, frontal dan tidak berusaha "bermain aman" meski menyinggung agama yang merupakan tema sensitif. Dengan kegilaannya Sono memperlihatkan bahwa nafsu yakni bawaan insan yang bisa ada di siapa saja tidak terkecuali para andal agama. Film ini banyak bicara soal agama khususnya iman. Kita diperlihatkan bagaimana kalau pengetahuan perihal agama yang mendalam tidak didukung dengan pemahaman rasa serta keimanan yang kuat. Love Exposure pun akan membeberkan bagaimana mereka yang harusnya menjadi "pelayan Tuhan" tapi tidak bertindak menyerupai yang seharusnya. Tapi tidak hanya agama, film ini juga membahas perihal keluarga, lebih tepatnya pencarian kebahagiaan dalam keluarga yang dilakukan oleh mereka yang memiliki pengalaman jelek dengan keluarga. Saya sangat menyukai eksplorasi perihal ketiga aksara utamanya. Mereka sama-sama melaksanakan self destruction dalam tingkatan yang ekstrim sebab duduk kasus keluarga khusunya dari figur ayah yang buruk.

Kita akan melihat bahwa ketiganya sama -sama melaksanakan pencarian terhadap kebahagiaan, mencari figur keluarga yang bisa membawa kehidupan yang senang entah itu mereka sadari atau tidak. Yu yakni sosok yang sadar akan hal itu, sedangkan Yoko ada di tengah-tengah. Dia membenci laki-laki, tidak ingin menerima keluarga gres sebab merasa cukup atas penderitaan yang ia alami sebab keluarganya tapi ia juga mencari sosok "teman" dalam diri Kaoru misalnya. Sedangkan Aya yakni sosok yang bisa dibilang paling tidak menyadari atau tidak terlihat melaksanakan pencarian itu, tapi bahwasanya di hatinya yang terdalam ia hanya ingin memiliki sosok yang tahu penderitaan yang ia rasakan. Bukankah banyak anggapan bahwa "orang yang paling mengerti kita yakni mereka yang mengalami hal yang sama dengan kita"? Dari sekian banyak konfik dan aspek yang dibahas, bahwasanya ada satu hal yang paling besar lengan berkuasa dan menyatukan segalanya, yaitu cinta. Seperti 1 Corinthians 13 yang terdapat dalam Alkitab dan diucapkan oleh Yoko di pertengahan film, cinta yakni hal yang paling kuat bahkan kalau dibandingkan dengan keyakinan dan keinginan sekalipun. Di tengah aneka macam keabsurdan, kegilaan dan sisis depresif yang begitu kuat disini ada romantisme yang begitu kuat lewat kisah cinta yang disampaikan. Love Exposure punya kisah cinta yang awalnya dimulai dengan lucu tapi perlahan semakin terasa menyentuh bahkan tragis.
Sebagai sebuah film yang banyak bicara perihal penderitaan tentu saja film ini mengandung aura depresif yang kental. Disinilah totalitas Sion Sono kembali terlihat. Love Exposure bisa terasa begitu pedih, menyesakkan dan depresif tapi disisi lain juga punya sisi komedi yang luar biasa lucu. Sono menerapkan salah satu ilmu yang "diajaarkan" oleh Hitchcock yaitu kalau ingin memperlihatkan impact yang besar pada penonton, maka pada awal film berikanlah tone yang sama sekali berbeda tapi efektif. Meskipun dari awal film ini sudah menyinggung penderitaan khususnya yang terjadi antara Yu dan ayahnya, tapi auranya sama sekali tidak pernah terasa depresif sebab banyaknya selipan komedi super konyol yang abstrak tapi efektif memancing tawa. Saya berhasil dibentuk tertawa terpingkal-pingkal ketika Yu mulai berguru upskirt photography yang dipadukan dengan teknik kung-fu. Setelah itupun komedinya terus bekerja khususnya berkat sentuhan dongeng perihal kemesuman dan fetish yang dimilik Yu dan teman-temannya. Pada akibatnya ketika film ini selesai memperkenalkan aksara dan pangkal permasalahannya, aura depresif pun perlahan masuk dan itu sangat efektif. Saya mencicipi kepedihan luar biasa ketika adegan Yu kabur dari rumah apalagi ketika ia dengan begitu putus asanya mencoba meyakinkan Yoko. Pedih. Klimaksnya juga sama saja. Brutal, asing dan begitu depresif melihat "kehancuran" yang terjadi. 

Tentu saja Sono masih memasukkan adegan-adegan brutal nan disturbing disini. Akan ada banyak darah muncrat hingga penis yang terpotong...dengan beberapa cara. Belum lagi beberapa twist yang berhasil menciptakan saya bersumpah serapah. Yah, tapi Love Exposure memang senantiasa berhasil menciptakan saya mengumpat berkali-kali sebab kegilaannya. Seperti biasa, film ini juga punya keunggulan yang sering muncul dalam film-film Sono yaitu iringan musiknya yang megah dan begitu berhasil membangun suasana. Entah itu orkestra, musik klasik maupun yang punya sentuhan modern semuanya merupakan scoring yang berhasil membangun adegan-adegan yang ada. Dengan durasinya yang luar biasa panjang, mungin diharapkan ketahanan yang lebih untuk menonton film ini. Untung saja durasinya yang tadinya mencapai enam jam dipotong, sebab bahwasanya tensi film ini sempat menurun ketika melewati durasi tiga jam sebelum akibatnya meningkat lagi ketika mendekati klimaks. Tapi secara keseluruhan Love Exposure menyerupai yang saya bilang tadi merupakan bentuk totalitas dan kegilaan luar biasa dari Sion Sono. Sebuah perjalanan asing yang mampu menaik turunkan emosi penontonnya lewat kisah cintanya. Cinta akan semua hal.

Artikel Terkait

Ini Lho Love Exposure (2008)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email