Oblivion terang sebuah film yang sangat ditunggu. Bagaimana tidak? Disaat industri mainstream Hollywood seolah sedang miskin wangsit orisinil, Joseph Kosinski (Tron Legacy) justru muncul dengan sebuah film yang menampilkan sebuah dongeng yang baru. Memang Oblivion intinya diangkat dari sebuah grafik novel yang ditulis oleh Kosinski sendiri, namun grafik novel tersebut belum pernah dipublikasikan, jadi tetap saja Oblivion layak disebut mempunyai dongeng yang original. Tapi daya tarik film ini bukan hanya dongeng yang baru, nama besar Tom Cruise yang menjadi pemain film utama juga merupakan magent luar biasa bagi setiap film yang ia bintangi. Tidak hanya Cruise, alasannya film ini juga mempunyai nama besar lain, sebut saja Olga Kurylenko dan Morgan Freeman. Dengan bujet sebesar $120 juta, Oblivion terang merupakan salah satu tontonan sci-fi yang menjanjikan dampak CGI glamor berbalut adegan agresi spektakuler yang akan menciptakan banyak penonton beduyun-duyun tiba ke bioskop untuk mencari sebuah hiburan blockbuster. Tapi pertanyaannya apakah dongeng original yang dimiliki oleh Oblivion merupakan dongeng yang menarik? Ataukah hanya satu lagi dari ratusan film berbujet raksasa yang mempunyai kualitas dongeng yang kacangan?
Pada tahun 2077, Bumi sudah menjadi sebuah planet yang gersang dan tidak berpenghuni. Semua itu akhir perang yang terjadi 60 tahun kemudian disaat makhluk alien berjulukan Scavenegrs melaksanakan invasi dengan cara menghancurkan bulan yang itu menyebabkan terjadinya banyak petaka di Bumi. Pada balasannya Scavengers berhasil dikalahkan dengan meledakkan senjata nuklir. Namun akhir pemakaian nuklir, Bumi dan seisinya mengalami kehancuran dan radiasi yang menyebabkan planet tidak bisa lagi ditinggali. Untuk itu insan yang selamat dipindahkan ke Titan, sebuah bulan milik Saturnus. Jack Harper (Tom Cruise) dan Victoria (Andrea Riseborough) ialah dua orang teknisi yang dikirim ke Bumi guna menjaga mesin-mesin yang dipakai untuk mengambil sumber daya alam yang masih tersisa dan dikirim ke Titan. Meski masa tugasnya sudah hampir berakhir, Jack tidak merasa senang alasannya beliau masih merasa bahwa Bumi merupakan rumahnya dan masih begitu banyak hal yang ia ingin eksplorasi disana. Selama menjalankan misinya, Jack seringkali mendapat mimpi wacana seorang perempuan yang tidak bisa ia ingat akhir memorinya yang telah dihapus sebelum menjalankan misi guna menjaga kerahasiaan dan keamanan. Suatu hari, sebuah objek misterius terjatuh dan disaat Jack mencoba memeriksanya ia terkejut alasannya disana terdapat Julia (Olga Kurylenko), perempuan yang selalu muncul dalam mimpinya.
Dalam ceritanya, Oblivion tidaklah mempunyai konsep yang bisa dibilang baru. Sebuah sci-fi wacana masa depan yang menggambarkan kehancuran Bumi, invasi alien, serta kisah mengenai seorang astronot yang harus tinggal sendirian di planet yang telah porak poranda ialah aneka macam macam konsep yang telah diterapkan dalam banyak sekali suguhan film fiksi ilmiah. Yang dilakukan oleh Kosinski ialah mengambil aneka macam rujukan konsep dari begitu banyak film-film sci-fi kemudian merangkumnya menjadi sebuah hal yang gres dalam Oblivion. Anda akan menemukan aneka macam rujukan dari film-film lain menyerupai Alien, Wall-E, hingga sebuah suguhan independen luar biasa menyerupai Moon bisa anda lihat disini. Bahkan korelasi yang terjalin antara Jack dan Victoria serta huruf keduanya pada awal film benar-benar mengingatkan saya pada The Truman Show. Ya, bagaimana Jack ialah seorang laki-laki yang begitu karam dengan rasa ingin tau akan hal-hal diluar sana mengingatkan saya pada sosok Truman yang dimainkan Jim Carrey. Lalu bagaimana Victoria coba menghalanginya untuk melihat hal-hal gres termasuk bagaimana verbal seorang Andrea Riseboroguh begitu mengingatkan saya pada Meryl Burbank yang diperankan Laura Linney. Bahkan beberapa konsep termasuk salah satu twist-nya mengingatkan saya pada film garapan Peter Weir tersebut.
Meski mempunyai banyak unsur dari film-film lainnya yang sudah terasa begitu familiar, diluar dugaan Joseph Kosinski bisa merangkumnya menjadi sebuah dongeng yang tampil dengan begitu menarik. Fakta bahwa naskahnya berasal dari grafik novel miliknya sendiri memang memperlihatkan bahwa Kosinski sangat memahami materi yang ia miliki tersebut. Memang pada paruh awalnya, Oblivion terasa membosankan dan seolah tidak memperlihatkan modifikasi gres pada ceritanya. Saya sendiri sempat berhenti menonton dan menentukan tidur pada 20 menit pertamanya. Bukan alasannya alurnya yang lambat namun lebih alasannya firasat saya yang menyampaikan bahwa film ini tidak akan berbeda dari film-film big budget lain yang hanya memamerkan dampak visual tanpa dongeng yang menarik. Namun sehabis saya lanjut menonton, firasat saya tidak sepenuhnya benar. Oblivion memang tidak mempunyai dongeng yang cerdas, tapi setidaknya punya beberapa twist yang cukup mengejutkan. Twist-nya tidak baru, tapi kalau anda berusaha tidak terlalu banyak menebak-nebak kelanjutan plot-nya, maka twist tersebut akan terasa lebih memuaskan dalam menyampaikan daya kejutnya. Dan menyerupai yang saya bilang, ada beberapa twist disini yang muncul di pertengahan sampai menjelang akhir.
Oblivion nyatanya juga merupakan sebuah bentuk pemanfaatan bujet raksasa dengan baik berbalut dengan visi mengenai dunia science fiction yang juga baik. Visi dari Joseph Kosinski berpadu dengan kehandalan sinematografer Claudio Miranda (Life of Pi) mampu menggambarkan kondisi Bumi yang gersang serta aneka macam elemen sci-fi yang ada menyerupai pesawat, persenjataan sampai markas canggih yang melayang di angkasa dengan begitu mengesankan. Tentunya dampak CGI yang impresif berhasil menghidupkan visi luar biasa tersebut. Belum lagi semua itu dibalut musik gubahan grup musik elektronik M83 yang terasa epic sekaligus bisa menghidupkan suasana adegan dengan begitu baik bahkan di momen drama sekalipun. Perpaduan aspek-aspek tersebut begitu serasi khususnya ketika momen titik puncak yang terasa begitu menegangkan meskipun merupakan sebuah momen flashback. Bahkan sebagai sebuah sajian blockbuster, Oblvion juga mempunyai satu hal yang biasanya dilupakan oleh film-film serupa, yakni hati. Mungkin kisahnya tidak terasa terlalu mendalam, tapi pada momen-momen drama yang punya porsi cukup banyak Oblivion bisa terasa maksimal termasuk dalam menghantarkan kisah romansa Jack dan Julia.
Bicara momen romansa, sebuah adegan yang menampilkan Jack dan Julia berbicara di pinggir danau merupakan salah satu momen favorit saya dalam Oblivion. Dialognya sederhana, namun pembawaan Olga Kurylenko dan Tom Cruise (yang sepanjang film berakting baik) bisa membuatnya terasa begitu romantis. Belum cukup? Maka ditambahkanlah sebuah lagu A Whiter Shade of Pale milik Procol Harun yang dengan kurang jelas membayangi interaksi keduanya dan mengalun memancarkan romantisme yang jarang saya temui di film-film berbujet raksasa. Mungkin Oblivion bukanlah film dengan dongeng ataupun twist paling original, namun penggarapan Joseph Kosinski mampu menciptakan film ini terasa begitu maksimal menggabungkan dampak CGI glamor dengan porsi agresi dan drama yang seimbang. Mungkin salah satu kejutan menyenangkan bagi saya diantara film-film blockbuster di 2013 ini.
Ini Lho Oblivion (2013)
4/
5
Oleh
news flash