Nama Sixto Rodriguez mungkin akan terdengar asing bagi para pecinta musik di Indonesia. Namun di Afrika Selatan namanya begitu dipuja, bahkan konon disana nama Sixto Rodriguez lebih tenar dibandingkan Elvis maupun Bob Dylan. Bagaimana bisa seorang musisi yang sepanjang karirnya hanya menelurkan dua album yang keduanya jeblok di pasaran menjadi begitu populer di Afrika Selatan dan melebihi ketenaran musisi legendaris macam Bob Dylan dan Elvis yang notabene bisa menjual jutaan keping album di seluruh dunia? Searching for Sugar Man yakni sebuah dokumenter karya Malik Bendjelloul yang berhasil menjadi film dokumenter terbaik di ajang Oscar 2013. Film ini bercerita perihal perjuangan Stephen 'Sugar' Segerman dan Craig Bartholomew Strydom, dua orang fans Sixto Rodriguez dari Cape Town, Afsel untuk mencari sang idola di final tahun 90-an. Ya, meskipun begitu populer di Afrika Selatan, namun keberadaan Rodriguez selalu menjadi misteri. Data mengenai dirinya begitu jarang, hampir tidak ada orang yang mengenalnya secara personal, bahkan ada kabar yang menyampaikan bahwa Rodriguez telah meninggal bunuh diri ketika konser. Kabar itupun simpang siur. Ada yang menyampaikan Rodriguez menembak dirinya sendiri dan ada pula yang menyampaikan Rodriguez membakar dirinya. Namun semua itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Tapi satu hal yang diketahui secara niscaya oleh orang-orang di Afrika Selatan, yaitu bahwa lagu-lagu milik Rodriguez sudah memperlihatkan ilham yang luar biasa baik pada para musisi atau lebih pentingnya kepada para pejuang anti-apartheid. Lagu milik Rodriguez pada akibatnya menjadi anthem bagi para musisi sekaligus pelopor di Afrika Selatan untuk menentang apartheid. Pada akibatnya meskipun kedua album Rodriguez, Cold Fact dan Coming from Reality gagal total di Amerika, berkat informasi ekspresi ke ekspresi albumnya berhasil terjual sampai angka 500.000 keping yang merupakan salah satu penjualan tertinggi sepanjang sejarah di Afrika Selatan. Searching for Sugar Man akan membawa kita ikut menelusuri jejak pencarian Segerman dan Strydom terhadap Sixto Rodriguez. Film ini begitu baik dalam membangun kesan penonton terhadap Rodriguez. Diawal sosoknya bagaikan seorang ksatria bergitar misterius yang bersembunyi di sudut kota sehingga jarang orang yang tahu sosoknya. Hanya lagu-lagu indahnya yang diketahui oleh orang lain. Perlahan kisahnya mulai berkembang dimana kita mulai tahu bahwa meskipun gagal di Amerika, lagu-lagu Rodriguez begitu menginspirasi dan digemari di Afrika Selatan. Tapi masih saja sosoknya misterius. Pada titik ini, saya bisa dibentuk bertanya-tanya mengenai keberadaan serta sosok sesungguhnya dari Rodriguez.
Pada akibatnya keberhasilan membangun kesan Rodriguez sebagai musisi luar biasa yang misterius, bertalenta namun dilupakan bisa membuat Searching for Sugar Man menjadi film yang tidak hanya menarik berkat alurnya namun juga memperlihatkan nuansa dramatis yang begitu terasa. Film ini punya kisah yang bisa dikatakan penuh keajaiban, penuh kejutan yang mungkin berada pada level yang tidak jauh berbeda dengan dokumenter lainnya, The Imposter. Penonton akan dibentuk tercengang, bedanya rasa tersebut muncul tanggapan kesan dramatis yang bisa juga terasa mengharukan mengenai kisah seorang musisi nyaris tidak dikenal namun bisa membuat sebuah fenomena serta menginspirasi sebuah pergerakan besar di suatu negara. Searching for Sugar Man tidak hanya memakai alurnya untuk membangun kesan penonton terhadap sosok Sixto Rodriguez, alasannya penggunaan lagu-lagu Rodriguez sebagai soundtrack sangat besar pengaruhnya. Tentu saja dengan gampang kita akan dibentuk terbuai dengan lagu-lagu luar biasa milik Rodriguez. Bahkan saya berani jamin lebih banyak didominasi penonton yang menonton film ini setidaknya akan mencari satu atau dua lagu Rodriguez entah itu di YouTube ataupun situs unduh lagu. Tapi lagu-lagu tersebut juga berhasil dalam menguatkan kesan seorang Rodriguez sebagai musisi yang jenius namun karyanya dilupakan. Hal itu secara tidak sadar membuat penonton makin bersimpati dan tersentuh atas apa yang dihasilkan oleh sang musisi.
Malik Bendjelloul memang mampu merangkum dokumenter ini dengan begitu luar biasa, dan rasanya sekilas sulit mendapat celah dalam film ini. Dengan kata lain Searching for Sugar Man yakni sebuah dokumenter bahkan bisa dibilang film yang nyaris sempurna. Tapi tunggu dulu, alasannya jikalau kita melaksanakan pencarian lebih mendalam maka akan muncul kecacatan yang mampu menyebabkan kontroversi pada film ini. Setelah selesai menonton, saya pun pribadi memulai mencari mengenai Sixto Rodriguez di internet termasuk membuka halaman Wikipedia. Kemudian saya mendapati sebuah fakta yang menyebutkan bahwa Rodriguez tidak sepenuhnya menghilang tanpa jejak menyerupai yang diungkapkan dalam film ini. Memang Rodriguez tidak dikenal di Amerika, namun selain di Afrika Selatan ia juga punya banyak penggemar di Australian serta Selandia Baru. Berkat kesuksesan itu Rodriguez sempat menjalani tour di Australia di tahun 1979. Bahkan dua konser dari tur tersebut dibentuk album live yang berjudul Alive, sebuah judul yang digunakan tanggapan beredarnya gosip kematian Rodriguez. Kemudian di tahun 1981 ia menggelar tur terakhirnya di Australia sebelum kembali ke Detroit dan menjalani kehidupan sebagai orang biasa. Hal itu menunjukan bahwa apa yang disajikan dalam film ini perihal Rodriguez yang bagai hilang ditelan Bumi yakni kurang tepat.
Saya sendiri sempat dibentuk sedikit bimbang melihat fakta tersebut. Disatu sisi saya sangat menyukai film ini, namun disisi lain jikalau benar Malik Bendjelloul menutup mata akan fakta tersebut demi membuat filmnya lebih dramatis tentu saja saya kecewa dan besar lengan berkuasa besar pada evaluasi saya terhadap film ini. Karena intinya hakikat sebuah dokumenter bagi saya pribadi yakni memperlihatkan informasi sejujur-jujurnya sehingga penonton mendapat pengetahuan akan suatu permasalahan secara faktual dari aneka macam sudut pandang sampai akibatnya membentuk sebuah konklusi. Awalnya saya menolak fakta tersebut alasannya merasa bahwa saluran informasi terhadap tur yang dilakukan oleh Rodriguez masih sulit diakses di masa itu mengingat di Amerika yang bisa dibilang gudangnya informasi dan salah satu daerah dimana internet mulai berkembang pesat di final 90-an nama Rodriguez tidak terlalu dikenal, jadi isu perihal tur yang ia lakukan mungkin tidak tersebar. Namun saya teringat fakta bahwa tur itu membuahkan sebuah live album dan sulit dipercaya jikalau Segerman yang memiliki record store tidak mengetahui album itu yang jelas-jelas menyangkal kabar Rodriguez telah bunuh diri. Namun lagi-lagi saya yakin bahwa itu semua yakni dampak dari sensor besar-besaran terhadap karya Rodriguez di Afrika Selatan alasannya dianggap anti-apartheid. Tapi kemudian saya mempertanyakan alasan Malik Bendjelloul tidak mengupas fakta tersebut dalam film ini, seolah menutup mata bahwa Rodriguez pernah melaksanakan tur di Australia.
Apakah memang Searching for Sugar Man sengaja menyebarkan mitos mengenai Rodriguez agar makin menguatkan kesan ia tidak meninggalkan jejak dan makin memperlihatkan kesan dramatis? Tapi kemudian saya teringat akan hal dasar, yakni judul film. Judulnya yakni Searching for Sugar Man dan bukannya Rodriguez atau Story of Sugar Man dan lain-lain. Dari judulnya bisa dilihat bahwa apa yang coba disajikan disini bukanlah kisah hidup dan naik turunnya karir seorang Sixto Rodriguez, tapi lebih kepada pencarian yang dilakukan oleh fans Rodriguez dari Afrika Selatan yang merasa bahwa karya sang musisi telah menginspirasi perubahan besar yang terjadi disana. Wajar saja jikalau fakta bahwa popularitas Rodriguez di Australia yang telah lebih dulu memuncak sebelum Afrika Selatan tidak terlalu disinggung. Ini yakni kisah pencarian mereka para fans Rodriguez di Afrika Selatan yang tidak tahu menahu perihal keberadaan orang yang mereka puja dan mencoba mencari fakta yang sebenarnya. Karena itulah saya kembali yakin untuk menyampaikan bahwa Searching for Sugar Man yakni sebuah dokumenter yang sangat elok dan penuh dengan keajaiban kehidupan.
Ini Lho Searching For Sugar Man (2012)
4/
5
Oleh
news flash