Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Venus In Fur (2013)

Roman Polanski kembali mengadaptasi sebuah pertunjukkan teater sesudah pada tahun 2011 membuat Carnage yang menunjukkan bagaimana kemampuan sang sutradara memindahkan sebuah pertunjukkan panggung ke dalam media film. Naskah teater yang banyak didominasi oleh dialog-dialog bisa ditransformasikan menjadi sebuah film yang dinamis berkat penyutradaraan Polanski. Setelah keberhasilan tersebut, kali ini Roman Polanski melaksanakan pembiasaan dari pertunjukkan Venus in Fur yang ditulis oleh David Ives. Pertunjukkan itu sendiri mengambil ilham dari novel Venus in Furs karya Leopold von Sacher-Masoch. Dari nama pengarang novelnya mungkin anda sudah bisa menebak bahwa istilah Masochism (merasakan kepuasan seksual dikala disakiti/didominasi) berasal dari namanya. Memang baik pada novel, pertunjukkan teater, maupun film milik Polanski ini aspek masokis dan dominasi terasa begitu kental. Dengan naskah yang ditulis berdua oleh Polanski dan Ives, Venus in Fur hanya menampilkan dua orang aktor, yaitu Mathieu Amalric Emmanuelle Seigner yang tidak lain yaitu istri Roman Polanski. Dengan ber-setting hanya di sebuah gedung pertunjukkan Venus in Fur akan membawa penonton mengikuti begitu banyak dinamika antar kedua karakternya.

Thomas (Mathieu Amalric) gres saja menjalani hari yang melelahkan disaat audisi untuk aktris dalam pementasannya tidak berjalan lancar. Dari sekian banyak perempuan yang tiba tidak ada satupun yang ia anggap cocok untuk memerankan huruf utama perempuan dalam pementasannya, Wanda von Dunayev. Thomas sendiri gres kali ini menyutradarai pementasan teater sesudah selama ini lebih banyak menulis naskahnya. Pementasan yang akan ia sutradarai merupakan sebuah pembiasaan yang ia buat dari novel Venus in Furs. Merasa frustrasi, Thomas tetapkan untuk pulang, apalagi para kru juga sudah terlebih dahulu meninggalkan gedung pertunjukkan. Tapi sesaat sebelum ia pergi datanglah seorang perempuan dengan penampilan nyentrik nan kental unsur fetish berjulukan Vanda (Emmanuelle Seigner). Meski namanya hampir sama dengan nama huruf yang akan diaudisi, kepribadian keduanya amat bertolak belakang. Melihat hal itu Thomas menolak melaksanakan audisi, apalagi nama Vanda tidak tercantum dalam daftar akseptor audisi. Meski pada risikonya oke melaksanakan audisi, tentu saja Thomas tidak berharap banyak. Tapi semuanya berubah dikala Vanda mulai mengucapkan obrolan pertama huruf Wanda.
Saya begitu menyukai film ini sebab semua aspeknya entah itu cerita, dialog, setting, kostum, hingga pemilihan pemain mempunyai makna. Makna yang bersinggungan dengan tema-tema yang coba diangkat oleh film ini. Ada unsur seksisme hubungan antara sutradara dengan aktrisnya, hubungan laki-laki dengan wanita, hingga ikatan yang terjadi antara seorang penulis dengan karya yang ia adaptasi. Kemudian aneka macam tema tersebut juga saling bersinggungan membentuk sebuah tema yang lebih besar yakni dominasi. Pada dasarnya Venus inf Fur memang berkisah ihwal masokis yang merupakan kepuasan sebab didominasi jadi masuk akal saja kalau semua aspeknya selalu bersinggungan dengan hal tersebut. Berbagai hal itupun tidak hanya sekilas disinggung tapi dieksplorasi secara cukup mendalam. Kita akan dibentuk bertanya-tanya siapa tolong-menolong yang mendominasi siapa. Ada unsur meta yang cukup berpengaruh disini melihat sosok Mathie Amalric yang cukup ibarat dengan Polanski dikala muda dan Emmanuelle Seigner yang merupakan istri Polanski. Apakah keputusan Polanski mengadaptasi Venus in Fur karena ia merasa kisah itu bagaikan cerminan kehidupannya ibarat apa yang (tampaknya) dialami oleh huruf Thomas? Jika benar hal itu menjelaskan bagaimana film ini bisa terasa mendetail dikala menghadirkan curahan perasaan seorang masochism meski hanya tersirat.
Satu lagi unsur meta yang hadir dengan cukup cerdas yaitu bagaimana film ini menghadirkan unsur pementasan dalam pementasan. Dalam buku Venus in Furs, huruf utama laki-laki yang bersedia menjadi budak perempuan yang ia cintai sempat mendengar kisah ihwal laki-laki yang bertemu dengan Venus. Sedangkan dalam filmnya, aku dibentuk bertanya-tanya apakah sesungguhnya sosok Vanda merupaka Venus yang menyamar? Dia tidak terdaftar sebagai akseptor audisi tapi sudah bisa hafal bahkan menghayati keseluruhan naskah buatan Thomas, ia secara "kebetulan" mempunyai banyak kostum-kostum yang sangat cocok digunakan dalam pementasan, dan masih banyak hal lain termasuk apa yang diperlihatkan Polanski dalam ending-nya. Tapi kalau kita bicara ihwal kedua karakternya, interaksi antara Thomas dan Wana juga merupakan salah satu hal paling menarik dalam film ini disamping keasyikan yang hadir dikala aku berusaha mengambil interpretasi dari aneka macam aspek yang ada. Dengan masih mempertahankan 'rasa teater", Polanski sanggup mengemas interaksi keduanya menjadi begitu menarik, begitu dinamis. Tempo obrolan yang cepat memang membutuhkan konsentrasi, tapi kalau anda berhasil mengikuti kalimat demi kalimatnya, anda akan terikat oleh percakapan tanpa tamat Thomas dan Vanda.

Interaksi keduanya amat menarik disaat secara perlahan batas antara obrolan faktual dengan obrolan pementasan semakin kabur. Pada awalnya baik huruf maupun konten pembicaraannya berbeda jauh antara kedua obrolan tersebut, tapi perlahan dikala konten pembicaraan semakin ibarat dan baik Thomas maupun Vanda (khususnya Thomas) mulai menunjukkan jati dirinya, maka batasan tersebut semakin kabur dan semuanya semakin terasa ambigu. Akting memukau Mathie Amalric dan Emmanuelle Seigner juga turut membantu membuat rasa ambigu dan kedinamisan interaksi kedua karakternya. Amalric menunjukkan transformasi yang meyakinkan dari laki-laki yang pesimis menjadi optimis bahkan cenderung obsesif. Tapi yang paling luar biasa yaitu dikala ia bertukar tugas dengan Vanda untuk memerankan huruf Wanda. Kesan ringkih juga terpancar terang dikala sisi gelapnya perlahan mulai "ditelanjangi". Sedangkan Emmanuelle Seigner memancarkan kesan erotic dan sensual yang luar biasa. Tidak hanya itu transformasinya dari Vanda yang sedikit bitchy menjadi Wanda yang lebih elegan dalam waktu singkat secara berulang kali membuat penonton bisa percaya bahwa Vanda memang aktris hebat. Dialognya bisa tampil serius terkadang juga bisa lucu mengakibatkan Venus in Fur terasa begitu menarik dan begitu cepat meski secara umum dikuasai filmnya hanya diisi oleh dialog. Kontennya terasa seksi dan juga bandel disaat Polanski menyelipkan unsur fetish khususnya masochism disana-sini. 

Artikel Terkait

Ini Lho Venus In Fur (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email