Sunday, January 6, 2019

Ini Lho Wild Tales (2014)

Berbagai macam binatang liar dengan corak bermacam-macam di kulit mereka dijadikan opening credit bagi film Argentina yang menjadi salah satu nominasi untuk Best Foreign Language Film pada Oscar tahun ini. Dengan judul "kisah-kisah liar", film garapan sutradara Damian Szifron ini memang antologi berisikan enam kisah liar yang juga diisi sosok-sosok liar. Tentu saja huruf utamanya yaitu manusia, tapi mereka yaitu insan yang mengatakan "sisi binatang liar" mereka disaat rasa dendam mengambil alih. Tidak peduli siapa dan menyerupai apa mereka (baca: corak) disaat api dendam tengah membara, sisi kemanusiaan pun dikesampingkan. Enam dongeng wacana enam kisah balas dendam yang hadir pada lokasi, situasi serta cara pembalasan yang berbeda. Pasternark jadi kisah pembuka yang menarik, twisty sekaligus lucu disaat para penumpang pesawat terbang menyadari ada kesamaan diantara mereka. 

Pembukaan yang cepat, tidak bertele-tele, dan berhasil menggaet atensi saya. Meski termasuk yang paling tidak mengindahkan logika, segmen pembuka ini jadi salah satu yang terbaik. The Rats menjadi follow-up yang kalah kelas, tapi cukup berhasil dalam menghadirkan momen menarik dikala dendam dan moralitas berkecamuk. Masih dengan sentuhan komedi hitam plus kritikan terhadap pejabat pemerintah (tema yang akan sering muncul di kisah-kisah berikutnya), segmen kedua ini kalah dibandingkan Pasternark hanya alasannya yaitu konsepnya yang lebih sederhana. Minim ketegangan, dongeng wacana waitress yang mendendam pada salah seorang pengunjung restoran ini lebih berfokus menghasikan daya tarik lewat dinamika antara dua huruf wanitanya. The Strongest sedikit mengingatkan pada Duel-nya Steven Spielberg dengan setting jalanan kosong yang gersang serta dua pengemudi yang berkonfrontasi. Bedanya saling serang terjadi lewat perkelahian langsung.....serta kehadiran air kencing dan kotoran manusia. Sedangkan untuk tensi, keduanya sama-sama seru.
Little Bomb jadi segmen yang paling mengaduk-aduk emosi. Membawa kritikan terhadap pemerintah dan para pengusaha yang merampok dari masyarakat, segmen ini sukses menciptakan aku bersimpati pada huruf utama sekaligus begitu membenci pihak otoritas yang semena-mena. Sedari awal sehabis mengetahui profesi sang huruf utama, gampang untuk ditebak agresi balas dendam menyerupai apa yang akan ia jalankan. Tapi Damian Szifron sukses mengemas segmen ini layaknya bom waktu. Kita tahu akan terjadi ledakan, tapi dibentuk menunggu dalam situasi mencemaskan penuh rasa kesal. Sebuah ending bahagia memang sedikit dipaksakan, tapi memuaskan sehabis rasa simpati yang aku rasakan pada karakternya. The Proposal lagi-lagi menjadi segmen yang mengulik kekuasaan dan keserakahan harta. Bercerita wacana perjuangan seorang ayah untuk menghindarkan sang putera dari bahaya penjara jawaban tabrak lari yang menewaskan dua orang, komedi hitamnya begitu kental menyelimuti konflik disaat hasrat terhadap uang menutupi moral. Sangat lucu melihat bagaimana tokoh-tokohnya mengusahakan segala cara untuk mendapat komisi masing-masing. 
Sebagai epilog yaitu Until Death Do Us Part menghadirkan salah satu ijab kabul paling kacau dalam sebuah film. Kekacauan yang menyenangkan tentunya, melihat seorang mempelai perempuan mengetahui bahwa suami barunya tengah berselingkuh pada pesta perkawinan mereka. Tidaklah segila yang aku harapkan, tapi tetap merupakan epilog yang memuaskan. Adegan apa yang lebih cocok daripada dua orang bercinta di tengah keramaian untuk menutup film macam Wild Tales? Tentu saja film ini masih punya kekurangan yang selalu dimiliki sebuah antologi, yakni ketidakrataan antar setiap segmen. Itu wajar. Tapi kualitas yang tidak rata dalam film ini tidaklah jauh berbeda antara satu segmen dengan yang lain, atau lebih tepatnya tidak ada segmen yang jelek bagi saya. Semuanya memuaskan, gila, seru, lucu dikala harus bangkit sendiri-sendiri. Szifron mengemas kisah balas dendamnya tidak terlalu serius, tapi bukan pula sajian asal mengumbar kesadisan. Dia berusaha menuturkan konflik antara pemegang kekuatan melawan yang lemah, yang tertindas. 

Wild Tales jadi semakin lucu alasannya yaitu bekerjsama bencana yang melatar belakangi balas dendam seorang tokoh hanya bencana sederhana: dicela kritikus, diputuskan pacar, diumpat, merasa diperas, haus akan uang, diselingkuhi, dan lain-lain. Tapi banyak sekali hal sepele tersebut lucunya berujung pada banyak sekali bencana penuh kekacauan besar. Segmen The Rats sedikit "menyimpang" dari pola tersebut, tapi coba perhatikan siapa yang pada alhasil melaksanakan balas dendam? Apa motif yang melatar belakangi perbuatannya? Bagi aku tidak jauh beda dengan contoh-contoh lainnya. Wild Tales adalah eksplorasi terhadap sisi binatang seorang insan yang disajikan secara liar, brutal dan menyenangkan namun juag tidak melupakan kedalaman dongeng serta karakterisasi tiap tokohnya. Kesetaraan kualitas yang tidak terlalu jauh antar tiap segmen menciptakan film ini jadi salah satu antologi terbaik yang pernah aku saksikan.

Artikel Terkait

Ini Lho Wild Tales (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email