Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Woman Is The Future Of Man (2004)

Film kelima dari Hong Sang-soo ini merupakan film ketiganya yang diputar di Cannes Film Festival sehabis The Powerof Kangwon Province (1998) dan Virgin Stripped by Her Bachelors (2000). Tapi inilah kali pertama film dari Hong Sang-soo diputar di Cannes sebagai pecahan dari kompetisi. Judul Woman is the Future of Man sendiri diambil oleh Hong dari bait puisi karya Louis Aragon yang ia baca di sebuah kartu pos dari Prancis. Sudah cukup usang semenjak terakhir saya menonton film karya Hong Sang-soo meskipun saya sudah mempunyai beberapa filmnya semenjak lama. Hal ini saya lakukan sebab merasa baiklah dengan ungkapan seorang kritikus yang menulis kurang lebih menyerupai ini, "sekali kau melihat film Hong Sang-soo maka kau sudah melihat semua filmnya" dan saya kurang lebih baiklah dengan pernyataan tersebut. Dari empat film Hong yang sudah saya tonton, semuanya memang terasa tidak jauh berbeda mulai dari tema, huruf sampai cara pengemasannya. Kaprikornus akan terasa familiar dan cukup membosankan bila menonton film Hong secara maraton, apalagi sebab film-filmnya merupakan tontonan arthouse yang agak "berat", jadi kecuali kau yakni penggemar fanatik sang sutradara saya sarankan untuk tidak menonton film-filmnya secara berdekatan. Benar saja Woman is the Future of Man memang tidak jauh beda dengan karya Hong yang lain meski ada beberapa faktor yang membuatnya lebih "segar".

Filmnya dibuka dengan reuni dua sobat lama, Lee Mun-ho (Yoo Ji-tae) dan Kim Hyeon-gon (Kim Tae-woo) sehabis sekian usang tidak berjumpa. Mereka berpisah sehabis Hyeon-gon pergi ke Amerika untuk menuntut ilmu di sebuah sekolah film yang kini telah lulus dan tetapkan pulang kembali ke Korea. Sedangkan Mun-ho sendiri ketika ini menjadi seorang dosen kesenian di sebuah universitas. Keduanya pun memulai obrolan mereka di sebuah cafe sambil minum-minum dan tidak butuh waktu usang untuk terjadinya sebuah perang lisan antara mereka berdua. Selepas dari cafe, Hyeon-gon mengajak Mun-ho untuk bertemu dengan Seon-hwa (Sung Hyun-ah) yang tidak lain yakni mantan pacar Hyeon-gon sebelum jadinya mereka berpisah ketika ia pergi ke Amerika. Seon-hwa sendiri kini bekerja di sebuah kafe yang ada di suatu hotel. Keduanya pun jadinya setuju mengunjungi Seon-hwa bersama-sama. Tapi Hyeon-gon tidak tahu bahwa sehabis kepergiannya ke Amerika, Mun-ho dan Sun-hwa sempat menjalin hubungan. Pertemuan ketiganya pun membawa kembali kenangan usang yang sudah bertahun-tahun terlewatkan meski tidak pernah terlupakan sedikitpun. 
Tentu saja film ini mengandung semua DNA yang terdapat dalam film-film Hong Sang-soo lainnya. Ada banyak obrolan personal menyangkut masa kemudian yang terjadi di sebuah cafe atau kafe lengkap dengan berbotol-boto soju beserta rokok dimana karakternya akan mulai berbicara banyak sebagai bentuk katarsisnya. Ada banyak sekali awkward moment yang muncul khususnya ketika konflik tengah berlangsung dan tensi mulai meninggi. Kemudian ada sebuah info sosial perihal para laki-laki Korea yang begitu "terobsesi" dengan perempuan cantik. Karakter laki-laki dalam film Hong selalu merupakan seorang yang menyukai seks atau seorang laki-laki yang belum sanggup move on dari perempuan masa lalunya. Sedangkan huruf wanitanya yakni sosok yang terlihat lebih tegas dari sang pria, terlihat kuat, dan menjadikan ambiguitas moral perihal "wanita gampangan", selalu menyerupai itu. Belum lagi keberadaan karakterisasi yang "wajib ada" yaitu seorang tokoh yang terjun ke dunia film entah itu sutradara atau bersekolah di sekolah film dan hendak menjadi sutradara. Pengemasan filmnya sendiri masih sama, penuh dengan kesederhanaan, kamera yang steady untuk mengambil long take dalam sebuah percakapan, sampai gambar yang cukup sering hanya berfokus pada satu orang saja meski sedang terjadi pembicaraan. Yang tidak ada disini hanya teknik zoom in-zoom out saat terjadi pembicaraan, selebihnya sama. 
Dengan segala persamaan itu saya sempat berujar "ah begini lagi, begini lagi...bosan". Di awal film saya sempat merasa bosan sebab cara bertutur dan tema sekaligus huruf yang lagi-lagi serupa dengan film-film Hong lainnya. Tapi menyerupai yang sudah saya sebut sebelumnya, Woman is the Future of Man punya faktor yang membuatnya lebih segar. Pertama yakni penggunaan flashback. Membuat narasinya tidak linear menjadikan film ini terasa lebih segar sebab saya tidak lagi harus stay di satu latar yang sama. Bahkan flashback yang ada cukup berhasil dalam menunjukkan sentuhan emosional terhadap konfliknya. Memberikan rasa kegetiran dan ironi dari masa kemudian serta diam-diam yang tersimpan. Faktor kedua yakni konten seksual yang lebih vulgar. Film-film Hong saya sudah saya tonton memang banyak menjurus kearah seksual tapi tidak pernah vulgar (saya tidak tahu dengan film-film diawal karirnya), sedangkan film ini terasa lebih "berani". Yah, meski sejujurnya apa yang tersaji bukanlah adegan seksual yang ekstrim, tapi satu-dua adegan seks yang gamblang atau adegan laki-laki memandikan perempuan berhasil menciptakan saya berkata "oh, ini berbeda". Kemudian faktor ketiga dan yang paling menyegarkan yakni sentuhan komedi yang ada dalam dialognya. Lagi-lagi saya tidak tahu dengan film Hong yang belum saya tonton, tapi yang sudah saya tonton semuanya terasa serius meski kadang awkward moment-nya sanggup menciptakan tersenyum.

Jangan harapkan komedi yang konyol disini sebab humornya muncul lewat adegan-adegan awkward dan terselip dalam dialog-dialognya. Dialog paling "sakti" dalam film ini berbunyi menyerupai ini, "I'm making love to you to cleanse you" dan ya, obrolan itu muncul di tengah sebuah adegan seks. Sederhana tapi sanggup memecahkan suasana dan menciptakan saya tertawa. Selain itu masih banyak lagi dialog-dialog menggelitik yang selalu berhasil menjaga semoga rasa bosan tidak muncul. Dramanya sendiri berjalan cukup baik meski kadang terasa membosankan akhir kesan familiar yang saya sebutkan tadi. Observasi perihal tiga huruf utamanya kadang terasa menyakitkan. Mun-ho mungkin yang paling simpatik bagi saya apalagi ketika ia harus menghabiskan malam di rumah Seon-hwa ketika sang gadis dan Hyeon-gon tengah "bernostalgia" di kamar. Sedangkan Seon-hwa mungkin akan terkesan sebagai perempuan yang murahan tapi ada sebuah "penjelasan" perihal bagaimana perempuan yang terlihat polos ini perlahan berubah, dan mungkin saja bila kau kurang peka, klarifikasi itu akan terlewat. Overall, Woman is the Future of Man adalah citra yang cukup menarik perihal masa kemudian dan masa depan yang telah menjadi masa sekarang, bagaimana seorang perempuan yang hidup dalam memori seorang laki-laki sampai akan terus terbawa sampai ke masa depan mereka. Menarik juga melihat bagaimana Hong menunjukkan konklusi bahwa masa kemudian akan terulang kembali meski prosesnya berbeda.

Artikel Terkait

Ini Lho Woman Is The Future Of Man (2004)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email