Judulnya yang nampak begitu indah dan puitis sebetulnya tidak mempunyai kaitan apapun dengan ceritanya. Seperti yang telah dikatakan oleh sutradara sekaligus penulis naskah film ini, David Lowery bahwa ia menentukan judul tersebut alasannya ialah sudah semenjak usang rangkaian kata itu terngiang di pikiran dan menurutnya punya tone yang sama dengan filmnya meski tidak mempunyai kaitan apapun dengan ceritanya. Kaprikornus apakah ini merupakan sebuah film yang indah? Ain't Them Bodies Saints memenangkan Special Jury Prize untuk sinematografi terbaik di ajang Sundance 2013 yang menunjukan bahwa film ini memang punya gambar-gambar menawan. Visualnya memang mengingatkan saya pada karya-karya Terrence Malick menyerupai Badlands. Bahkan ceritanya yang mengandung unsur crime dengan tempo lambat pun terasa serupa dengan karya Malick tersebut meski tentunya narasi yang dihadirkan tidaklah serumit film-film Terrence Malick. Ada juga unsur film western yang dimasukkan oleh David Lowery disini. Kaprikornus akan ada drama kriminal dengan visualisasi indah ala Malick berpadu dengan unsur western dalam sebuah dongeng romansa sepasang kekasih yang cintanya tengah diuji ini. Seindah itukah Ain't Them Bodies Saints?
Ber-setting di Texas, film ini berkisah ihwal sepasang kekasih Bob (Casey Affleck) dan Ruth (Rooney Mara) yang tengah berbahagia sehabis mengetahui bahwa Ruth mengandung anak mereka. Namun kebahagiaan itu harus ditunda sejenak alasannya ialah keesokan harinya mereka berdua akan melakukan agresi perampokan bersama seorang rekan mereka, Freddy (Kentucker Audley). Perampokan tersebut tidak berjalan mulus dimana mereka bertiga balasannya tersudut dan harus baku tembak dengan pihak kepolisian. Pada insiden tersebut, Freddy tewas dan salah seorang anggota polisi, Patrick Wheeler (Ben Foster) terluka alasannya ialah tembakan Ruth. Merasa bahwa nyawa mereka termasuk si jabang bayi dapat terancam, Bob menentukan menyerahkan diri dan mengaku bahwa ia yang telah menembak Patrick. Akhirnya Bob dijatuhi eksekusi penjara 25 tahun sedangkan Ruth dapat hidup bebas memebesarkan puteri mereka Sylvie. Kekuatan cinta mereka pun diuji selama perpisahan ini. Dengan dongeng yang boleh dibilang klise tersebut, Ain't Them Bodies Saints nampak menyerupai versi lebih ringan dari film-film Terrence Malick, namun tetap saja ini bukanlah film romansa yang gampang untuk dinikmati.
Dengan gambar-gambar yang kebanyakan diambil pada golden hours film ini dipenuhi visual indah hasil keindahan cahaya natural matahari. Saya akui pengemasan tersebut menambah kesan puitis dan boleh dibilang khidmat dalam filmnya. Karakter-karakternya berpadu indah dengan atmosfer yang juga indah membuat aura romansa yang besar lengan berkuasa terjalin diantara Bob dan Ruth. Sedari awal saya sudah dibentuk terpikat dan betah bekat sinematografi garapan Bradford Young tersebut. Tidak lupa David Lowery mengemas film ini dengan alur yang bertempo lambat, berjalan perlahan beriringan dengan keindahan gambarnya. Semua itu makin menguatkan film ini sebagai semacam tribute bagi karya Terrence Malick hanya saja minus narasi berat yang memasukkan unsur religi. Yang ada hanya kisah cinta yang dibalut aspek kriminal. Sayangnya kelebihan-kelebihan menyerupai sinematografi indah dan narasi puitis yang mampu memikat saya diawal itu tidak bertahan usang daya tariknya. Setelah momen perpisahan Bob dan Ruth, daya tarik film ini semakin menurun. Memang masih ada gambar-gambar indah yang mengiringi, tapi temponya yang lambat serta kisah cinta yang kurang mendalam khususnya alasannya ialah abjad Bob yang kurang tergali membuat Ain't Them Bodies Saints jadi cukup membosankan di pertengahan.
Sama menyerupai para tokohnya yang karam dalam penantian panjang tidak niscaya yang melelahkan, saya sebagai penonton pun mencicipi demikian. Bagian tengahnya seolah tidak kunjung bergerak dan hanya bertahan di satu tempat. Gambar indahnya tidak lagi terlalu menolong, apalagi jikalau dibandingkan film-film Terrence Malick pemilihan sudut gambar dan penempatan kameranya masih jauh lebih sederhana. Indah, namun tidak terasa spektakuler. Kisah ihwal cinta sejati yang diuji juga kurang terlalu menggigit termasuk kalimat-kalimat puitis yang dilontarkan oleh perasaan kedua tokoh utamanya. Baru dikala filmnya memasuki paruh simpulan tensinya sedikit meningkat dan membuat Ain't Them Bodies Saints tidak berakhir sebagai sebuah film yang sepenuhnya membosankan. Makin terlibatnya abjad Patrick Wheeler diantara kehidupan Ruth membuat konflik menjadi lebih menarik dan hidup. Menarik dikala saya dibentuk meraba-raba bagaimana kekerabatan yang terjalin atau setidaknya perasaan yang muncul diantara Patrick dan Ruth. Apakah Patrick memang hanya peduli pada Ruth? Apakah ia hanya ingin menangkap Bob? Atau ada perasaan yang lebih? Pertanyaan yang kurang lebih sama terlontar bagi sosok Ruth sendiri.
Bagian klimaksnya menarik dikala momen baku tembak antara Bob dan sekawanan penjahat tersaji dengan cukup baik mengingatkan pada film-film western yang bernuansa kelam. Belum lagi iringan musik garapan Daniel Hart yang luar biasa. Dengarkan musiknya dikala Bob berusaha kabur dari kejaran para penjahat, dan terasalah sebuah komposisi yang tidak hanya jenius namun juga tepat membangun suasana filmnya. Kemudian jikalau bicara ihwal performan pemainnya, trio Casey Affleck, Rooney Mara dan Ben Foster terang menyajikan akting yang memuaskan. Rooney Mara sendiri tampil sangat baik dan menarik sebagai sosok perempuan yang masih menunggu cintanya sehabis sekian usang namun terjebak dalam problem alasannya ialah munculnya ancaman yang dapat mengancam puterinya. Secara keseluruhan Ain't Them Bodies Saints ialah sajian yang sangat baik jikalau itu ditinjau dari aspek visual dan musiknya. Namun kekurangan terbesar ialah temponya yang lambat. Sesungguhnya saya menyukai film bertempo lambat yang dapat terasa mengalir, namun film ini terasa stuck terlalu usang hingga terasa membosankan di pertengahan. Tapi ini masih kisah cinta berbalut kriminal yang menarik. Disaat sepasang kekasih yang sama-sama jatuh cinta dan merindu luar biasa harus terpisah dan disaat kesempatan bersatu itu muncul mereka punya pandangan masing-masing yang tidak tersampaikan mengenai pertemuan tersebut.
Ini Lho Ain't Them Bodies Saints (2013)
4/
5
Oleh
news flash