Apakah anda mengenal nama Jesse James? Dia merupakan salah satu sosok paling populer pada masa perang sipil Amerika sebagai gerilyawan. Namanya makin tersohor namanya ketika mulai beraksi dalam banyak sekali perampokan bank dan kereta bersama keompoknya yang dikenal sebagai "James-Younger Gangs". Banyak yang menyamakan Jesse dengan Robin Hood alasannya beliau selalu mencuri barang dari orang kaya untuk membagikannya pada rakyat miskin meskipun gotong royong anggapan ini tidaklah terbukti. Meskipun seorang bandit, Jesse James mendapat popularitas layaknya selebritis pada masa itu dan kisahnya pun banyak diangkat dalam banyak sekali dongeng bahkan sehabis kematiannya di tangan Robert Ford. pada tahun 1882. Film ini pun ibarat judulnya akan mengangkat kisah wacana pembunuhan yang dilakukan oleh Robert Ford pada Jesse James yang juga mengambil pembiasaan dari novel berjudul sama karangan Ron Hansen. Makara apa yang harapkan dari sebuah film western yang menampilkan sosok salah satu perampok paling populer sepanjang masa? Adegan perampokan kereta atau bank yang epic lengkap dengan agresi tembak-menembak yang dilakukan para koboi? Aksi kejar-kejaran diatas kuda dengan kecepatan tinggi? Ekspektasi yang wajar, tapi sutradara Andrew Dominik akan meruntuhkan segala ekspektasi tersebut.
Kisahnya dimulai dengan persiapan yang dilakukan oleh sebuah gang perampok yang dipimpin oleh Jesse James (Brad Pitt) dan kakaknya, Frank James (Sam Shepard) untuk merampok sebuah kereta di kawasan Blue Cut, Missouri. Dalam kelompok tersebut terdapat seorang cowok berusia 19 tahun berjulukan Robert Ford (Casey Affleck) yang selama ini begitu mengidolakan Jesse James dan mengoleksi semua buku yang menceritakan kehebatan Jesse. Bagi Robert kesempatan ini ialah mimpi yang menjadi positif dan beliau pun muai berusaha mendekati Jesse guna mendapat perhatian dari idolanya tersebut. Tapi ternyata beliau tidak mendapat respon yang diperlukan alasannya baik Jesse, Frank maupun anggota kelompok yang lain meremehkan Robert. Pada kesudahannya perampokan pun berhasil yang ternyata menjadi perampokan terakhir yang dilakukan oleh "James Gangs". Memang gang tersebut sanggup dibilang sudah sangat berkurang kekuatannya alasannya dominan anggota aslinya sudah tewas atau ditangkap pihak berwajib. Yang tersisa hanya Frank dan Jesse. Jesse pun kesudahannya menentukan pulang ke rumahnya di Kansas dan membawa beberapa anggota gang yang lain termasuk Robert untuk tinggal di rumahnya sambil bersembunyi dari kejaran sheriff. Dari situlah ambisi Robert untuk menjadi ibarat Jesse semakin besar bahkan perlahan nampak bermetamorfosis kebencian sehabis Jesse selalu meremehkan dan mengejeknya. Hal inilah yang nantinya akan berujung pada pembunuhan yang ia lakukan terhadap Jesse James, sang idolanya.
Dengan durasi dua setengah jam lebih sedikit, film ini memang sudah terlihat panjang, sepanjang judulnya. Tapi seolah belum cukup, The Assassination of Jesse James tidak hanya punya durasi panjang tapi juga berjalan lambat, sepi dan minim letupan-letupan konflik. Tidak ibarat fim bertemakan western kebanyakan, film ini minim menghadirkan adegan baku tembak yang seru. Sebagai gantinya ada beberapa adegan kekerasan ibarat peluru yang menembus kepala hingga senapan yang menghancurkan kepala. Tapi kuantitasnya tidak seberapa bila dibandingkan segala kesepian yang mengalun sunyi sepanjang film. Tapi saya tidak pernah mencicipi sedikitpun kebosanan sepanjang durasi film ini. Salah satunya berkat sinematografi super indah garapan Roger Deakins. Ya, film ini punya sang master gambar indah Roger Deakins. Hampir semua momen yang muncul begitu memanjakan mata. Entah itu adegan perampokan di malam hari yang menunjukkan siluet Brad Pitt plus kialauan cahaya kereta yang menunjukkan kesan misterius, hingga alang-alang gersang di sekitar rumah Jesse James yang selalu disirami sinar matahari. Semuanya terasa indah dan mengakibatkan film ini terasa begitu puitis. Yep, it's a poetic western. Dilengkapi narasi yang dibacakan Hugh Ross, lengkap sudah film ini bagaikan sebuah visualisasi puisi wacana kehidupan Jesse James dan Robert Ford dengan segala persoalan yang mereka hadapi.
Dilema. Film ini memang begitu bersahabat dengan hal tersebut. Kedua abjad utamanya dipenuhi dilema. Kita akan meihat Jesse yang dalam masa penisun dan pikirannya terus berkecamuk. Dia tidak pernah hening menjalani hidupnya baik alasannya beliau tidak lagi melaksanakan perampokan hingga alasannya rasa takut bahwa akan ada anggota gangnya yang berkhianat dan membocorkan informasi wacana dirinya. Sedangkan dari sisi Robert kita melihat darah muda yang ingin diakui dan kesudahannya merasa sakit hati ketika sosok yang begitu ia idolakan justru tidak pernah sanggup mengakuinya bahkan selalu merendahkannya. Observasi yang dilakukan film ini pun semakin menarik ketika saya mulai merasa bahwa Jesse gotong royong tahu bahwa Robert menyimpan amarah padanya dan berniat untuk membunuhnya. Disisi lain Robert juga curiga bahwa Jesse telah mengetahui niatnya tersebut. Menarik, alasannya meskipun tidak terlihat konfik yang positif akhir hal tersebut kita sanggup diajak meihat persoalan yang berkecamuk dalam pikiran keduanya. Baik dari Robert yang terus cemas atau Jesse yang dari luar terlihat begitu hening tapi sesungguhnya penuh rasa takut di dalamnya. Inilah salah satu yang paling menarik dari film ini. Meski di permukaan semuanya terlihat sepi dan minim letupan tapi dibalik semua itu saya sanggup mencicipi adanya gejola yang luar biasa dalam diri masing-masing karakternya. Pada kesudahannya saya pun ikut mencicipi dilema, kebingungan untuk menentukan kepada siapa seharusnya saya bersimpati.
Akting para pemainnya juga turut menunjukkan bantuan besar pada film ini. Tentu kita semua sudah tahu betapa besar kharisma yang dimiliki oleh seorang Brad Pitt. Dia sanggup menunjukkan sebuah intensitas meski hanya membisu dan menatap lurus. Sosoknya keren tanpa harus sok keren, berkharisma tanpa harus kehilangan kedalaman karakter, intimidatif tanpa harus dipaksakan menakutkan. Sedangkan Casey Affleck juga sanggup bermain manis sebagai Robert Ford yang penuh kecanggungan khususnya lewat bunyi dan gaya bicaranya yang memancarkan ketidak yakinan. Dari dalam dirinya pun saya sanggup melihat terang sebuah amarah dan ambisi besar yang ia pendam. Para pemain film pendukung lainnya juga lumayan ibarat Sam Rockwell, Jeremy Renner hingga Paul Schneider semuanya sanggup mencuri perhatian dengan tugas mereka yang tidak sebesar Pitt dan Affleck.
Pada kesudahannya The Assassination of Jesse James by the Coward Robert Ford adalah film yang begitu baik. Terasa indah dan puitis sekaligus tragis dan ironis dalam menggambarkan dua sisi yang begitu berlawanan baik ketika masih hidup bahkan hingga sehabis mereka mati sekalipun. Ironis memang, apalagi mengingat Robert begitu mengidolakan Jesse bahkan sempat menciptakan daftar wacana banyak sekali kemiripan yang ia miliki dengan sang idola. Tapi disaat Jesse dielu-elukan sebagai hero dan selebritis bahkan hingga kematiannya, Robert masihlah dianggap sebagai pecundang bahkan hingga sehabis ia mati sekalipun. Sungguh ironis. Sempat sedikit terasa terlalu usang pada bab konklusinya dan sempat menciptakan tensi filmnya turun untung kesudahannya film ditutup dengan memuaskan. Salah satu film paling indah yang pernah saya tonton, bahkan sanggup menandingi keindahan serta puitisnya film-fim Terence Mallick.
Ini Lho The Assassination Of Jesse James By The Coward Robert Ford (2007)
4/
5
Oleh
news flash