Wednesday, January 16, 2019

Ini Lho The Avengers (2012)

Penantian sekitar empat tahun tersebut jadinya usai. Tentu semua orang mulai dari para pecinta komik hingga penyuka film biasa menyerupai saya ini begitu terkejut ketika di credit-scene film Iron Man muncul Nick Fury yang berkata mengenai Avengers Initiative. Saat itulah proyek super ambisius dari Marvel untuk menggabungkan apra superhero dalam satu film dimulai. Saya sendiri cukup antusias menantikan The Avengers meskipun rasa pesimistis cukup menghantui pada awalnya. Menggabungkan banyak superhero artinya akan ada banyak tokoh yang muncul dan mereka harus menerima porsi yang seimbang, dan itu terang bukan hal yang mudah. Saat dingklik sutradara jatuh kepada Joss Whedon saya masih tidak terlalu optimis walaupun beliau yaitu kreator Buffy: The Vampire Slayer sekaligus pecinta komik dan sempat menjadi penulis beberapa jilid komik X-Men. Okelah saya yakin beliau akan bisa memuaskan pecinta komik yang menonton filmnya tapi apa beliau bisa memuaskan penonton yang bukan para pecinta komik? Tapi optimisme saya mulai membumbung ketika film yang naskahnya ditulis oleh Whedon, Cabin in the Woods menerima kebanggaan luar biasa. Okelah itu film horror tapi setidaknya itu cukup mengambarkan kapasitas Whedon sebagai penulis naskah yang handal. Apalagi ketika review bagi The Avengers lebih banyak didominasi positif dimana untuk Rotten Tomatoes film ini mencapai angka 93%. Kaprikornus apakah penantian panjang tersebut akan terbayar?

Dasar ceritanya biasa saja dan tidaklah rumit, yaitu mengenai perjuangan Loki (Tom Hiddlestone) yang masih menyimpan ambisi sebagai raja untuk menebar kekacauan di Bumi dan menciptakan umat insan tunduk padanya. Untuk itulah beliau berusaha menguasai kekuatan tanpa batas yang terdapat di Tesseract yang sebelumnya kita sebagai senjata yang digunakan oleh Hydra di Captain America: The First Avenger. Benda itu sendiri kini dimiliki oleh S.H.I.E.L.D dan sedang diteliti oleh Erik Selvig (Stellan Skarsgard) dibawah pengawasan Nick Fury (Samuel L. Jackson). Setelah Loki berhasil merebut Tesseract, Bumi terancam kehancuran sebab Loki ternyata berniat mendatangkan "pasukan" untuk menyerang Bumi. Saat kekuatan yang ada dirasa sudah tidak bisa menandingi Loki, maka proyek Avengers yang sempat terhenti kembali dilakukan dimana para superhero yang rasanya tidak perlu lagi saya sebut satu persatu mulai dikumpulkan. Tapi ternyata yang harus mereka hadapi bukan hanya niat jahat dari Loki dan ribuan pasukannya namun juga benturan ego dari masing-masing superhero tersebut.

Cerita dalam The Avengers terang mencirikan film-film animo panas yang ringan dan tidak sulit dicerna. Tapi naskah Joss Whedon mengakibatkan kisah yang ringan itu tidaklah busuk dan tetap berbobot. Saya sendiri yaitu satu dari banyak orang yang menganggap The Dark Knight itu film superhero terbaik sepanjang masa. Tapi saya sendiri tidak memungkiri bahwa film Nolan tersebut lebih kental nuansa crime dan sengaja dibentuk lebih realistis sehingga unsur komikalnya tidak terlalu kental, dan saya rasa para pecinta komik butuh sebuah film pembiasaan komik yang tidak hanya berkualitas namun juga ringan dan memilik unsur komik yang kental. Selama ini film-film Marvel (hanya yang termasuk dalam Marvel Cinematic Universe) selalu bernuansa menyerupai itu dalam artian ringan, gampang dicerna, tidak gelap tapi tetap berbobot. Dan The Avengers memang yaitu puncaknya. Joss Whedon benar-benar tahu apa yang diperlukan oleh semua golongan penontonnya. Akhirnya jadilah film ini menjadi film dengan suasana yang ringan, tidak gelap, punya adegan agresi yang heboh dan efek yang memanjakan mata, dialog-dialog yang ringan dan banyak selipan humor namun tidak berkesan murahan, dan yang paling penting yaitu film ini tidak asal menebar ledakan layaknya film-film Michael Bay tapi juga punya hati.
Jujur ketika film dibuka saya benar-benar mencicipi kurang greget. The Avengers dibuka dengan membosankan hingga pada jadinya Loki muncul dan tensi perlahan naik. Kemudian selama kira-kira satu jam lebih Joss Whedon diluar dugaan berani menampilkan apa yang seringkali dilupakan oleh para pembuat film blockbuster, apalagi kalau bukan penggalian konflik antara karakternya. Tiap aksara disini sudah digali latar belakangnya lewat film mereka masing-masing, jadi yang kini ditampilkan yaitu konflik mengenai penyatuan ego disaat mereka harus menjadi sebuah tim. Masing-masing dari mereka punya ego dan kepentingan pribadi yang mereka perjuangkan. Selama lebih dari setengah durasi kita akan ditunjukkan pada konflik-konflik tersebut sehingga ketika pada jadinya para superhero ini mulai menanggalkan ego pribadi dan bersatu sebagai tim, kepuasan yang dirasakan penonton jauh lebih besar. Coba bayangkan kalau Whedon malas menampilkan konflik tersebut dan menentukan pendekatan instan dengan pribadi menggabungkan para superhero tanpa konflik antar personal dan mereka sudah pribadi kompak terjun ke medan perang. Pastinya akan terasa hambar.
Tapi konflik tersebut sekali lagi tidak akan berjalan baik kalau masing-masing tokoh tidak punya karakterisasi yang kuat. Tony Stark terang sebagai orang dengan ego super besar, seenaknya sendiri dan tentunya seorang "pelawak" dalam tim. Sedangkan Steve Rogers sang Captain America bisa mengatakan beliau pantas sebagai seorang pemimpin dan meruntuhkan keraguan saya mengenai apakah Rogers dalam hal ini Chris Evans bisa menampilkan karisma yang bisa membuatnya terlihat layak menjadi pemimpin. Karena yang selama ini saya khawatirkan yaitu apabila Downey Jr. dengan aksara Tony Stark-nya yang akan paling banyak "nampang". Thor dengan gaya dewa-nya itu tidak kalah khas dan untungnya disini beliau tidak terlihat sebodoh di filmnya sendiri. Black Widow dan Hawkeye meruntuhkan keraguan saya mengenai "apa gunanya dua insan biasa bergabung dalam sekumpulan superhero?" Mereka bergantian mengatakan kehebatannya, khususnya Black Widow sebagai andal interogasi. Tapi bintang utama yaitu Mark Rufallo sebagai Hulk. Pendekatannya akan aksara Bruce Banner beda dari Edward Norton dan Eric Bana. Disini Banner lebih sampaumur dan mulai bisa mengontrol monster dalam dirinya. Dan ketika beliau sudah menjadi Hulk dan bertempur, spotlight mengarah kepadanya. Hulk yaitu bintang dalam titik puncak film ini. Begitu brutal, keren dan ganas. Namun jangan lupakan aksara minor macam Agen Coulson yang selalu bisa mencuri perhatian dan Maria Hill dengan kecantikannya yang luar biasa itu.

Salah satu hal yang banyak dikritisi dari film ini yaitu mengenai humornya. Memang ada begitu banyak selipan humor disini. Tapi toh hal itu tidak menciptakan The Avengers jadi terlihat konyol dan bagaikan sekumpulan badut. Humornya sering muncul dari celetukan-celetukan yang momentumnya pas. Kelucuan yang ditampilkan dengan adegan non-verbal juga pas. Tapi memang harus diakui ada beberapa yang miss tapi itu tidak menganggu. Bagi saya tingkat humor dalam film ini sempurna berada di perbatasan serius/konyol, dalam artian kalau ditambah lagi akan menjadi konyol dan tidak serius, tapi untungnya dosisnya pas sehingga tidak hingga terjerumus kesana. Toh humor-humornya bekerja dengan baik sehingga selain openingnya tidak ada lagi momen membosankan dalam hampir dua setengah jam film ini. Sedangkan hal lain yang dikiritisi yaitu mengenai Loki yang dianggap kurang mengancam sebagai super villain tidak keliru tapi juga tidak sepenuhnya benar. Loki memang lebih kearah penjahat yang mengancam dengan seni administrasi psikologis. Tapi terang beliau masih terlihat lemah dan kurang mengancam. Bandingkan dengan The Joker yang juga menggunakan psikologis tapi aksinya juga mengancam. Saya harap Thanos akan lebih "berbahaya" lagi di sekuel The Avengers.

Justru yang paling saya sesalkan yaitu mengenai set-pieces aksinya yang masih kurang epic. Untuk ukuran film agresi biasa, adegan titik puncak di The Avengers memang sudah cukup, tapi untuk ukuran film yang dinantikan selama empat tahun titik puncak yang ditawarkan masih terasa kurang epic dan kurang menegangkan. Saya berharap klimaksnya menguras emosi tapi sekali lagi mungkin dikarenakan ancaman yang kurang dari villain yang ada menciptakan momen tersebut kurang greget. Saya butuh suasana dimana Bumi benar-benar terancam dan tanpa impian lalau Avengers tiba dengan begitu heroik dan menyelamatkan dunia. Tapi toh saya masih berpikir bahwa momen itu sudah masuk rencana jangka panjang Marvel yang bukan tidak mungkin muncul di sekuel-sekuel The Avengers. Pada jadinya selamat bagi para pecinta komik seluruh dunia. Mimpi kalian semua berhasil diwujudkan dengan indah dalam film ini oleh Joss Whedon. Tak usah pedulikan kalau ada review negatif untuk film ini. Tontonlah, ini beliau film yang kalian tunggu-tunggu. Untuk yang bukan pecinta komik tetap tonton film ini dan nikmati saja kesenangan yang bertebaran sepanjang hampir dua setengah jam durasinya yang tidak akan terasa lama. Tidak se-epic impian saya tapi masih tetap hiburan yang sangat memuaskan. Mungkin bukan film yang akan masuk top-10 saya di simpulan tahun nanti tapi dilihat dari panjangnya review yang saya tulis ini sudah terang bahwa The Avengers akan jadi film yang akan paling banyak saya bicarakan sepanjang tahun.


Artikel Terkait

Ini Lho The Avengers (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email