Wednesday, January 16, 2019

Ini Lho Battle Royale (2000) & Battle Royale Ii: Requiem (2003)

Untuk pertama kalinya saya akan menulis review untuk dua film sekaligus dalam satu postingan. Hal ini sebab kedua film itu yakni film yang saling bersambungan dan saya tonton secara berurutan jadi tidak ada salahnya saya menjadikan postingan kali ini sebagai "2 in 1 review". Battle Royale sendiri diangkat dari sebuah novel yang berjudul sama karangan Koushun Takami yang terbit setahun sebelum film pertamanya. Kesuksesan film pertamanya memang cukup fenomenal dan dianggap sebagai salah satu film horror terbaik sekaligus paling kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sutradara Quentin Tarantino sangat menyukai film itu hingga mengajak salah satu aktrisnya yaitu Chiaki Kuriyama untuk ambil kepingan dalam film Kill Bill. Kaprikornus mari saya mulai saja review untuk kedua film ini.

BATTLE ROYALE (2000)

Jepang tengah mengalami kondisi yang amat suram dimana pengangguran amat banyak dan kenakalan remaja makin menjadi. Banyak remaja yang melaksanakan boikot di sekolahnya. Hal itu menciptakan orang remaja mulai khawatir dengan perkembangan remaja yang makin tidak karuan itu. Maka diadakanlah sebuah proyek berjulukan "Battle Royale Act". Dalam proyek itu akan dipilih secara acak belum dewasa kelas 3 Sekolah Menengah Pertama yang berada dalam satu kelas yang nantinya akan dikirim ke sebuah pulau untuk kemudian selama tiga hari mereka harus saling membunuh untuk sanggup bertahan hidup. Hanya ada satu orang yang boleh bertahan hidup, dan apabila lebih dari satu maka mereka semua akan mati. Dan yang "beruntung" kali ini yakni siswa-siswi kelas III-B Sekolah Menengah Pertama Shiroiwa dimana Nanahara Shuya (Tatsuya Fujiwara) yakni salah satu diantaranya.

Battle Royale terang bukan film yang cerdas meskipun mengusung tema yang termasuk unik dan boleh dibilang gila. Isu-isu ihwal akhlak dan sosial memang diangkat dalam film ini, tapi itu tidaklah menciptakan Battle Royale jadi sebuah film yang cerdas. Banyak juga plot hole dalam film ini. Tapi tidak cerdas bukan berarti film ini jelek. Melihat sekitar 40 siswa yang hampir semuanya sekelas saling bunuh tentu mengakibatkan ketegangan tersendiri. Rasa ironi juga muncul mengingat mereka yakni teman erat yang harus saling bunuh. Satu hal yang paling luar biasa dari film ini yakni meskipun bernuansa B-movie tapi pengembangan huruf tidak dilupakan dan dilakukan dengan cara yang unik dimana berbarengan dengan adegan saling kejar dan saling bunuh satu persatu karakternya menerima porsi tersendiri yang menciptakan kita terikat dengan mereka dan terkadang ada momen kematian yang mengharukan. Pergolakan batin sangat terasa di film ini. Meskipun tidak terlalu sadis tapi Battle Royale terang meninggalkan kesan miris. 

Karakter-karakternya saya juga suka. Porsi yang mereka sanggup terasa berimbang sehingga kematian mereka tidak sambil kemudian saja. Justru huruf utama yang dimainkan oleh Tatsuya Fujiwara yang kurang maksimal baik itu dari aktingnya maupun karakterisasinya. Selebihnya memuaskan termasuk Kitano Takeshi yang keren itu. Singkat kata Battle Royale adalah sebuah masterpiece yang tidak hanya menawarkan sajian eksploitas saja tapi ada juga sindiran akhlak didalamnya. Tanpa panjang lebar dari awal sebelum durasi menginjak 10 menit hingga simpulan film ini sudah bergerak cepat dan menegangkan.






BATTLE ROYALE II: REQUIEM (2003)
Setelah selamat dari ajang "Battle Royale", Nanahara Shuya sekarang membentuk sebuah gerakan pemberontakan dan terorisme berjulukan "Wild Seven". Misi dari gerakan ini yakni memerangi para orang renta yang sudah mempermainkan para remaja dan anak muda hingga mereka saling bunuh. Disisi lain sekelompok siswa kelas III Sekolah Menengah Pertama dikirim lagi untuk mengikuti BR 2 yang merupakan "Battle Royale" versi baru. Disini para siswa tersebut akan dikirim ke pulau yang sama dengan film pertama dimana pulau itu sekarang telah diduduki oleh Shuya dan anak buahnya. Para akseptor sekarang diharuskan membunuh Shuya dalam waktu tiga hari atau mereka semua akan mati. Sama menyerupai film pertama mereka juga akan memakai kalung peledak yang bedanya kalin ini efeknya berpasangan kalau satu mati pasangannya ikut mati. 

Film kedua ini tidak seharusnya dibuat. Plot berperang melawan orang renta yakni sangat konyol. Jika film pertama meski tidak masuk nalar tapi saya rasa masih sanggup diterima untuk ukuran film "gila". Tapi plot di film kedua ini untuk ukuran film sinting juga sudah tidak masuk akal. Banyak pengulangan adegan dari film pertama yang keefektifitasannya menurun drastis walaupun film keduanya ini juga sama menyerupai film pertamanya yang tidak banyak basa-basi dan eksklusif berusaha memulai inti ceritanya sebelum durasi menginjka 10 menit. Karakter utamanya juga sama saja dimana Takuma menyerupai kopian dari Shuya hanya saja akting Shugo Oshinari lebih buruk lagi dan karakternya lebih menyebalkan. Karakter Shuya juga tidak memperlihatkan perkembangan padahal sudah menjadi pemimpin gerakan terorisme. Karakter sampingan lainnya malah  terasa tidak ada harganya tidak menyerupai di film pertama. Nuansanya jadi lebih menyerupai film action biasa daripada thriller. Tidak ada ketegangan ihwal "siapa yang akan mati?" atau "siapa yang sesungguhnya jahat?" layaknya film pertama. Dari awal hingga simpulan film ini payah. Karakternya payah, aktingnya payah, ceritanya apalagi. Durasinya juga lebih usang dan menciptakan film ini sangat membosankan. Tidak ada rasa miris atau haru melihat film keduanya ini, hanya rasa bosan dan kesal saking kurang berilmu dan konyolnya film ini. Jika film pertama yakni masterpiece maka film keduanya ini yakni piece of sh*t.


Artikel Terkait

Ini Lho Battle Royale (2000) & Battle Royale Ii: Requiem (2003)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email