Pemenang Grand Bell Awards untuk kategori Best Film ini ialah sebuah sajian yang mengetengahkan ajaran-ajaran Buddhisme dalam kehidupan manusia. Ini ialah untuk pertama kalinya saya menonton film garapan sutradara Kim Ki-duk yang katanya sering melahirkan film yang menuai kontroversi dan mengandung unsur spitiual. Walaupun begitu dari yang saya lihat film-filmnya selalu menerima balasan positif dari para kritikus. Kim Ki-duk sendiri menyatakan bahwa lewat film ini beliau ingin mengatakan mengenai rasa bahagia, amarah, penderitaan dan kenikmatan yang dilalui oleh kehidupan manusia. Untuk itu beliau menggambarkannya lewat keseharian seorang biksu yang tinggal di sebuah kuil terapung di tengah Danau Jusan. Dalam penceritaannya, film ini dibagi menjadi lima segmen sesuai dengan judulnya, yaitu Spring, summer, fall, winter, kemudian berputar kembali ke spring.
Dimulai dari spring, diawal film ini akan mengatakan kehidupan seorang biksu renta yang mempunyai seorang murid yang masih kecil. Si biksu kecil ini ialah anak yang penuh semangat, polos dan selalu bergembira meski hidup dalam kesederhanaan dan dikelilingi alam saja. Tapi belum dewasa tetaplah belum dewasa yang ingin tahu dan suka bersenang-senang dan punya kenakalan. Suatu hari sang guru meleihat anak itu mengikatkan watu di badan ikan, katak dan ular. Sebagai eksekusi atas perbuatan menyiksa tersebut, si anak harus juga memanggul watu di tubuhnya. Lalu segmen berganti ke summer dimana biksu kecil itu sekarang sudah remaja dan kuil kawasan tinggal mereka kedatangan seorang ibu yang membawa anak wanitanya untuk berobat. Bagi sang biksu remaja, perempuan ialah hal gres dalam hidupnya. Dan ketika itu beliau masihlah orang yang punya rasa ingin tau tinggi dan sekarang sudah ditambah oleh dorongan nafsu yang membuatnya mulai mengenal cinta dan hubungan pria-wanita. Kemudian untuk fall, winter dan spring punya selisih timeline kira-kira 10 tahunan tiap segmen dan menceritakan bagaimana kehidupan sang biksu muda pasca pergi dari kuil.
Begitu banyak pelajaran yang terkandung dalam film ini. Pondasi ceritanya ialah wacana sebuah circle of life dimana hidup akan selalu berputar dan kembali ke awal. Tentunya setiap perbuatan yang dilakukan oleh insan akan mempunyai akhir sendiri yang mau tidak mau harus dirasakan oleh yang berbuat, alasannya ialah hidup itu terus berputar dan nantinya akan kembali lagi mirip pada awalnya. Sedikit menyinggung wacana konsep reinkarnasi dalam Buddha mungkin, meskipun konsep itu bukanlah hal utama yang ditawarkan oleh film ini. Akan ada beberapa ritual dan ajaran-ajaran Buddha yang dimunculkan sepanjang film dan mungkin bagi yang awam mirip saya masih harus melaksanakan pencarian lewat Google sehabis menonton untuk mengetahui apa-apa saja maksud dari ritual dan perbuatan tokoh-tokoh didalamnya.Tapi hening saja, hal tersebut sama sekali tidak mengurangi rasa puas dan kagum sehabis menonton film ini.
Mungkin ada begitu banyak pemaknaan dan metafora dalam film ini, dan ijinkan saya untuk sedikit membagi pemaknaan versi saya yang mungkin akan mempunyai banyak perbedaan dan mungkin juga bukan pemaknaan yang dimaksud sang sutradara, tapi setidaknya ada yang sanggup dipetik dari sebuah film, itulah hal terpenting. Selain mengenai perputaran hidup serta penebusan dosa, yang paling terasa dalam film ini ialah wacana fase hidup insan khususnya laki-laki alasannya ialah sentral dongeng disini ialah tokoh laki-laki. Saat segmen segmen animo semi (spring) si biksu masihlah seorang anak kecil yang sedang tumbuh layaknya tumbuhan di animo semi. Dia mulai berguru akan kehidupan, istilahnya sebagai insan ia gres mulai merekah di dunia. Kemudian ketika animo panas (summer) ialah ketika sang biksu telah tumbuh remaja dan tentunya punya jiwa dan nafsu yang bergejolak layaknya ketika animo panas tiba. Nafsu tengah membuncah, mirip panasnya suasana kala itu.
Masa animo gugur (Fall) ialah ketika dimana sang biksu muda itu tengah masuk kedalam masa tergelap dalam hidupnya. Jika diibaratkan mungkin hidupnya ketika itu bagaikan daun kering yang berjatuhan di animo gugur, terlihat tidak indah ketika menyentuh tanah, terasa telah mati dan hancur perasaan sang biksu muda kita ini. Lalu datanglah animo cuek (Winter) dimana biksu muda itu telah tumbuh menjadi laki-laki sampaumur yang berada dalam kesendirian yang begitu cuek menyayat, berusaha memaknai dan menebus kesalahan masa lalunya. Fase ini mengatakan ketika laki-laki telah beranjak dewasa, lebih hening dalam berbuat mirip salju yang perlahan turun. Lalu ditutup dengan kembali ke Spring disaat hidup juga telah mengalami perputaran lagi mirip diawal. Semua niscaya akan berputar dan punya eksekusi alam masing-masing. Benar-benar sebuah film yang punya makna luar biasa dalam meskipun disajikan dengan sangat sederhana di satu lokasi. Satu lokasi yang juga benar-benar indah dengan kuil terapnungnya. Cerita indah, gambar-gambar indah, alunan musik yang tidak lebih banyak didominasi tapi juga indah. Ya, Spring, Summer, Fall, Winter...and Spring memang sebuah sajian yang luar biasa indah nan bermakna.
Ini Lho Spring, Summer, Fall, Winter...And Spring (2003)
4/
5
Oleh
news flash