Pada awal tahun film ini tidaklah masuk daftar tunggu saya, bahkan mendengar judulnya pun tidak pernah. Tapi sehabis tahu bahwa Joss Whedon terlibat sebagai salah satu penulisnya bersama Drew Goddard, saya mulai penasaran. Apalagi sehabis membaca banyak sekali review yang begitu memuji film ini dan menganggap The Cabin in the Woods sebagai sebuah gebrakan gres dalam genre film horror. Melihat trailer-nya juga makin menguatkan rasa pensaran saya pada film ini. Dari trailer yang ada tampaknya semua sudah sanggup menebak bahwa kisah dalam film ini akan mengambil sebuah template standar dalam film horror yang kemudian akan diberi modifikasi. Pertanyaannya yakni modifikasi macam apa yang ditampilkan duo Goddard-Whedon disini? The Cabin in the Woods bekerjsama sudah selesai dibentuk pada Mei 2009 dan dijadwalkan rilis pada Februari 2010, tapi kemudian diundur hingga trend panas 2011 untuk menawarkan waktu mengkonversi filmnya menjadi 3D. Tapi rencana tersebut batal dan pada alhasil sehabis MGM mengalami kebangkrutan film ini kembali mengalami kemunduran agenda rilis dan alhasil resmi dirilis pada Maret 2012.
Dasar ceritanya memang klise, yakni perihal lima orang cukup umur yang berlibur ke sebuah pondok di tengah hutan. Kelima cukup umur tersebut juga punya karakteristik khas film-film horror yang bertemakan cabin in the woods. Curt (Chris Hemsworth) yakni tipikal laki-laki jagoan yang kuat, Dana (Kristen Connolly) yakni gadis baik-baik yang biasanya selamat atau mati terakhir, Holden (Jesse Williams) yakni sang laki-laki intelektual, Marty (Fran Kranz) yakni si terbelakang yang kerjanya selalu mabuk dan menghisap ganja, dan terakhir tentunya ada sosok gadis pirang yang hanya mempunyai keseksian, yaitu Jules (Anna Hutchision). Mereka berlima berniat untuk berpesta pora di pondok milik sepupu Curt. Tapi tentunya kita sudah tahu bahwa akan terjadi kejadian angker yang menimpa mereka. Mereka satu persatu akan mati oleh pembunuh atau sosok makhluk misterius, kemudian film akan ditutup dengan salah satu dari mereka masih hidup tapi biasanya akan ada twist yang sama sekali tidak nge-twist disaat sang pembunuh ternyata masih hidup dan menyerang sang survivor. Tapi The Cabin in the Woods tidak sesimple itu, lantaran disisi lain ada sebuah organisasi yang nampaknya turut campur tangan dalam menebar kengerian.
Tentu saja sedari awal penonton sudah tahu bahwa film ini tidak akan berjalan dengan klise, sehingga yang kita nantikan yakni kejutan macam apa yang akan tersaji dalam film ini. Jika anda menonton film ini tanpa sedikitpun punya citra perihal plot-nya dan tidak sedikitpun teracuni oleh spoiler, maka kejutan yang ditawarkan oleh The Cabin in the Woods tidak akan sanggup ditebak. Yang Istimewa dari twist film ini adalah, kita tidak hanya akan diberi satu twist besar di selesai tapi kita akan diberi twist yang bertumpuk. Sebuah film dengan satu twist besar di selesai filmnya seringkali ceritanya dipaksakan untuk sanggup hingga pada kejutan tersebut, tapi The Cabin in the Woods dengan berlapis-lapis kejutan yang disusun dengan begitu rapih menciptakan penontonnya terus menebak-nebak tanpa perlu terasa dibohongi. Dikemas dengan apik, kita yang dibentuk menebak-nebak dipastikan bakal mengeluarkan banyak sekali teori perihal twist tersebut, tapi begitu sebuah twist terjawab ternyata didalamnya masih ada kejutan demi kejutan lagi. Sebuah tagline yang berbunyi "You think you know the story" memang sangat pantas bagi film ini. Disaat kita merasa sudah yakin akan tebakan kita, dengan cerdasnya film ini menciptakan kita terkejut lagi.
Satu hal lagi yang menciptakan The Cabin in the Woods terasa Istimewa selain kejutannya yakni bagaimana film ini terasa ibarat sebuah "surat cinta" kepada genre horror. Jika The Artist menawarkan surat cinta pada silent film dan Hugo menggambarkan kecintaan Martin Scorsese akan media film, maka The Cabin in the Woods menawarkan sebuah kado bagi para pecinta film horror. Bagaimana bentuk surat cinta ini dikemas? Dengan cara memasukkan segala hal klise dalam film horror kemudian dengan cerdas memolesnya untuk jadi penggalan penting dalam jalan ceritanya, hingga memasukkan banyak sekali rujukan film-film horror. Untuk poin pertama, hal klise yang disini tentu sudah terlihat terang dari karakterisasi tokohnya, dasar ceritanya dan lain-lain. Untuk poin ini saya rasa penonton awam yang setidaknya pernah beberapa kali menonton horror khususnya slasher sudah sanggup menangkap aspek tersebut dalam film ini. Masalahnya yakni penggalan kedua, lantaran jikalau anda bukan orang yang cukup banyak mengkonsumsi film horror maka banyak sekali rujukan dan kejutan yang ditampilkan akan berlalu begitu saja. Tapi jikalau anda paham akan banyak sekali rujukan tersebut sanggup dipastikan anda akan tersenyum lebar akan kecerdasan naskah film ini, dan tanpa menawarkan spoiler rujukan paling banyak tentunya tiba dari film Evil Dead dimana selain ada unsur kabin ditengah hutan, zombie, tidak lupa juga banyak sekali suguhan komedi hitam didalamnya.
Daripada film horror untuk umum, The Cabin in the Woods memang lebih pantas disebut surat cinta bagi para pemuja film horror. Anda yang kurang mempunyai rujukan film horror masih akan mencicipi film ini cukup angker dengan beberapa kejutan yang cukup efektif. Tapi jikalau anda penggemar film horror maka anda akan jauh lebih terpuaskan dengan banyak sekali rujukan dan homage terhadap film-film horror. Film macam apa? Saya rasa nyaris semua unsur film horror menerima penghormatan disini. Saya beruntung meski bukan pemuja horror tapi secara umum dikuasai rujukan yang muncul di film ini sudah saya tonton sumbernya sehingga saya tetap mencicipi kepuasan yang tidak jauh beda. Jangan lupakan juga titik puncak sekitar 20 menit terakhir film ini yang pastinya menawarkan multiple orgasm bagi para pecinta horror. Diluar itu ada satu kecerdasan film ini yang sayangnya masih sering dilewatkan penonton. Mengenai karakterisasi klise film horror pastilah hampir semua penonton menangkap hal itu, tapi sadarkah anda bahwa film ini juga menyoroti hal yang lebih dalam mengenai huruf dalam film horror. Saya langsung merasa huruf dalam film horror yakni sosok huruf paling tidak realistis/manusiawi dibandingkan genre lainnya. Perbuatan yang mereka lakukan bukanlah didasari motif yang alamiah melainkan lebih didasari kebutuhan film horror tersebut, itu sebabnya begitu banyak huruf terbelakang yang kita jumpai dalam horror. Satu yang pasti, The Cabin in the Woods bukanlah film untuk semua kalangan dan saya sangat masuk akal jikalau membagi penontonnya menjadi dua kubu yang sangat berlawanan pendapat.
Ini Lho The Cabin In The Woods (2012)
4/
5
Oleh
news flash