Friday, January 11, 2019

Ini Lho Computer Chess (2013)

Andrew Bujalski merupakan salah satu nama yang malang melintang dalam dunia film mumblecore indie. Computer Chess sendiri ialah filmnya yang keempat dan berhasil memenangkan Alfred P. Sloan Prize dalam ajang Sundance Film Festival tahun 2013 lalu. Alfred P. Sloan Prize sendiri ialah penghargaan yang diberikan khusus pada film-film bertemakan hal-hal berbau ilmiah. Dari judulnya bisa ditebak bahwa film ini akan bersinggungan dengan dunia komputer catur, yakni sebuah a.i. (artificial intelligence) yang memiliki kemampuan bermain catur. Untuk jaman kini hal menyerupai itu sudah menjadi hal yang biasa khususnya dalam video game bertemakan catur. Tapi Andrew Bujalski tidak akan membawa kita dalam sebuah dunia modern penuh kecanggihan teknologi komputer menyerupai dalam film-film sci-fi. Hal itu alasannya ialah Computer Chess mempunyai setting tahun 1980, yaitu masa dimana software komputer belum secanggih dan secerdas kini dan sebuah komputer masih berukuran amat besar. Dalam film ini Bujalski akan mengajak penontonnya melihat sebuah kompetisi catur komputer yang diadakan di sebuah hotel. Dalam kompetisi tahunan tersebut, masing-masing programer membawa aktivitas yang telah mereka kembangkan untuk dipertandingkan hingga mendapat satu aktivitas catur yang paling canggih dan cerdas. Pemenang dari kompetisi tersebut nantinya akan berhadapan dengan Pat Henderson (Gerald Peary) yang merupakan seorang grandmaster catur.

Computer Chess ber-setting pada tahun 1980 yang berarti kita akan melihat banyak hal yang di zaman kini akan disebut "cupu", mulai dari komputer besar serta para programer yang menggunakan beling mata besar hingga pecahan rambut absurd yang identik dengan orang-orang nerd. Tapi film ini tidak hanya bercerita perihal turnamen catur komputer saja, alasannya ialah akan ada banyak hal yang coba disajikan oleh Bujalski dalam satu setengah jam durasinya. Teknik penyajian filmnya memang cukup unik. Gambarnya diambil dengan kamera video analog lengkap dengan pewarnaan hitam putih. Jika bicara soal teknik dan kualitas gambarnya, Computer Chess memang sepintas terlihat lebih dari sekedar sederhana, bahkan bisa dibilang amatiran. Seringkali kita melihat gambar yang blur dan tidak fokus. Penggunaan warna hitam putihnya pun mungkin digunakan untuk menghindari pengeluaran yang besar alasannya ialah hal tersebut bisa menghemat penggunaan lighting buatan. Tapi disadari atau tidak, hal-hal tersebut justru makin menguatkan kesan retro dan nerd dalam film ini. Penonton seolah dibawa masuk kedalam dunia lain yang penuh dengan hal-hal unik dan aneh. Bagi penonton umum zaman sekarang, melihat komputer besar, sistem operasi sederhana yang hanya memiliki layar hitam dengan goresan pena layaknya DOS, serta karakter-karakternya yang tampil dengan dandanan nerd memang serasa berada di dunia berbeda yang penuh dengan keanehan.

Tapi sayangnya kesan amatiran yang justru memperkuat suasana filmnya itu tidak terpancar dari editing filmnya. Dengan editing yang kacau, plot yang hadir jadi terasa awut-awutan dan membingungkan. Hal ini ditambah dengan alurnya yang memang tidak hanya berbicara perihal kompetisi catur komputer saja. Saat kisahnya berjalan menuju hal lain secara lebih luas khususnya ketika mengeksplorasi huruf Michael Papageorge (Myles Paige) saya sedikit kebngungan untuk memahami alurnya. Apalgi Computer Chess tidak jarang menampilkan hal-hal abstrak yang memperlihatkan sedikit kesan sureal di dalamnya, termasuk pada ending yang melibatkan huruf Peter (Patrick Riester) dan seorang pelacur yang beberapa kali muncul dalam film ini dan juga terlibat interaksi dengan Papageorge. Untungnya Andrew Bujalski masih "berbaik hati" dan cukup cerdas untuk menciptakan filmnya tidak semakin menciptakan pusing penonton awam menyerupai saya yang sama sekali tidak tahu menahu perihal  hal-hal berbau aktivitas komputer. Masih ada beberapa bahasa programer dalam dialognya tapi masih gampang untuk dimengerti. Pada karenanya film ini memang kental unsur geek dan komputer tapi tidak hingga menciptakan saya mengalah alasannya ialah dibentuk pusing oleh dialog-dialog "cerdasnya". Keputusan Bujalski untuk menentukan pemain yang bukan pemain film profesional melainkan mereka yang hebat di bidan komputer juga keputusan yang sangat tepat.
Pemilihan pemain yang menyerupai itu menciptakan para aktornya gampang dalam berimprovisasi perihal obrolan rumit yang muncul. Ya, film ini memang diisi oleh banyak improvisasi obrolan layaknya film-film mumblecore pada umumnya. Dengan hanya bermodalkan deapan halaman naskah, Bujalski membebaskan para "nerd actor" yang ada untuk mengembangka dialog-dialog mereka, dan itu berhasil. Mereka sanggup menghasilkan obrolan berisikan banyak hal berbau teknis tanpa perlu terkesan membingungkan. Jika pada karenanya beberapa pemain film terkesan kaku hal tersebut bagi saya malah memperkuat huruf mereka sebagai para nerd yang tidak terlalu arif dalam berkata-kata dan bersosialisasi. Bicara soal mereka para nerd yang sulit untuk bersosialisasi, harus diakui anggapan menyerupai itu memang selalu muncul di masyarakat. Jika melihat seseorang dengan rambut "aneh", kacamata besar, jarang bicara dan lebih sering berkutat dengan komputer atau gadget miliknya, sebutan nerd dan cupu yang sulit bergaul akan gampang menempel pada dirinya. Disinilah Bujalski dengan jeli membenturkan dua hal yang saling bertentangan. Yakni nerd dengan komputernya "melawan" sebuah komunitas yang mengeksplorasi perjalanan spiritual dan kehidupan yang beranggapan mereka para programer hidup dalam dunia yang sempit. Disisi lain para programer tersebut beranggapan bahwa dunia pemrograman komputer tidak sesempit itu alasannya ialah di dalamnya mereka harus berhadapan dengan rumus-rumus komputer yang rumit dan bisa dikembangkan secara luas.

Film ini memang terasa sebagai film dari nerd, tentang nerd dan untuk nerd, tapi Bujalski dalam membenturkan kedua hal bertolak belakang tersebut tidak pernah terasa berat sebelah. Dia membiarkan kedua belah pihak menyatakan pedoman mereka masing-masing. Disisi lain, film ini juga membahas perihal "human versus computer" dengan begitu menarik. Bagian inilah yang bagi saya merupakan aspek paling menarik dalam film, apalagi Bujalski menyelipkan beberapa hal abstrak yang cukup "misterius" dalam menjabarkan hal tersebut. Dari sini kita diberikan sebuah "pertanyaan" perihal sejauh mana komputer bisa berkembang dan melawan kemampuan otak manusia. Karena kalau bicara soal catur komputer, pada tahun 1996 Garry Kasparov seorang grandmaster catur berhasil dikalahkan oleh Deep Blue milik IBM meski pada karenanya memenangkan keseluruhan babak dengan skor 4-2. Secara keseluruhan Computer Chess memang akan sulit dinikmati banyak orang baik alasannya ialah topik yang diangkat maupun cara pembawaannya yang "aneh", tapi film ini masihlah bisa dinikmati oleh orang awam. Penuh dengan keanehan, aura nerd yang besar lengan berkuasa serta suasana bagaikan perjalanan ke dunia lain, Computer Chess adalah film yang cukup memuaskan.

Artikel Terkait

Ini Lho Computer Chess (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email