Monday, January 14, 2019

Ini Lho Cosmopolis (2012)

Seorang David Cronenberg yang dikenal sebagai master of body horror dan sudah banyak menghasilkan aneka macam film mahir menggunakan Robert Pattinson yang selama ini sering dikritisi kemampuan aktingnya? Jangan terlalu terkejut, lantaran Pattinson gotong royong bukanlah pemain film yang buruk, hanya saja jangkauan abjad yang bisa ia mainkan masih sempit. Pada karenanya disaat ia mendapatkan tokoh dengan karakterisasi dangkal menyerupai Edward Cullen aktingnya terlihat buruk. Cronenberg tampaknya menyadari potensi dari sang pemain film dan memilihnya untuk menggantikan Colin Farrell sebagai bintang utama dalam sebuah film yang disesuaikan dari novel Cosmopolis karangan Don DeLilo. Namun Cosmopolis bukanlah sebuah body horror, lantaran menyerupai yang sudah dilakukannya selama beberapa tahun tearkhir Cronenberg masih berusaha mengesplorasi genre diluar body horror yang sudah membesarkan namanya itu. Cosmopolis akan mengajak kita berkeliling Manhattan dengan sebuah limousine glamor milik seorang milyuner muda berjulukan Eric Parker (Robert Pattinson). Seperti Holy Motors, film ini akan membawa kita pada sebuah perjalanan abstrak bersama seorang abjad dan limousine-nya.

Di tengah kondisi kota yang tengah begitu ramai lantaran kedatangan Presiden Amerika Serikat, pemakaman seorang sufi rapper ternama Brutha Fez (K'naan) serta unjuk rasa anarkis yang terjadi, limousine milik Eric Parker melaju dengan perlahan. Kemana tujuannya? Menuju ke barber shop untuk memotong rambut. Ya, sekilas memang abnormal melihat Eric menempun keramaian itu hanya untuk memotong rambutnya. Perjalanan yang ditempuh tentunya tidak biasa saja lantaran sepanjang perjalanan akan ada banyak orang yang "mampir" ke limousine Eric mulai dari Didi (Juliette Binoche) seorang konsultan seni yang juga selingkuhan Eric dimana mereka berdua berafiliasi seks di dalam limo, Vija (Samantha Morton) chief advisor Eric, Jane (Emily Hampshire) kepala keuangan Eric dan masih banyak lagi termasuk seorang dokter yang tiba untuk menyelidiki kondisi prostat Eric yang mendiagnosa bahwa Eric punya prostat yang tidak simetris. Limousine milik Eric ialah limo yang sangat canggih, penuh dengan teknologi tinggi termasuk touch screen dan anti peluru. Eric sendiri ialah laki-laki yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan di dalam limo pun ia benar-benar terisolasi dari dunia luar. Bagaikan sebuah pemerintahan kapitalis yang tidak mempedulikan hal lain selain kepuasan pribadi. Tidak mempedulikan betapa carut marutnya kondisi rakyat,sama menyerupai Eric yang bahkan tak bergeming dikala limo miliknya diserbu para demonstran yang anarkis.

Dari begitu banyaknya orang, begitu ironis melihat satu-satunya yang tidak mampir ialah istri Eric sendiri, Elise (Sarah Gadon). Eric dan Elise gres menikah beberapa ahad namun sudah beberapa usang tidak berafiliasi seks. Keduanya bertemu tapi lebih sering secara tidak sengaja, menyerupai dikala Eric melihat Elise di dalam taksi hingga melihatnya di laur gedung teater. Diantara begitu banyak hal wacana bisnis dan politik yang mampir dalam kehidupan seorang milyuner menyerupai Eric ternyata justru cinta dari istrinya yang tidak singgah. Namun bukannya Eric tanpa cinta, lantaran beliau punya selingkuhan dan juga berafiliasi seks dengan salah seorang bodyguard wanitanya. Kaprikornus kurang lebih berdasarkan saya Cosmopolis ialah sebuah kisah tentnag seorang atau bisa juga sebuah sistem kapitalis yang menutup mata dan telinganya akan hal diluar dirinya. Limo glamor dan canggih tersebut ialah citra kemewahan dan kemegahan hidupnya. Selain itu dengan segala kekayaan dan kekuasaan yang ia miliki Eric bisa dengan gampang tidak mempedulikan hal lain hanya untuk melaksanakan hal sederhana yaitu potong rambut. Ah, sungguh hal ini mengingatkan saya pada beberapa oknum yang menghabiskan waktu dan uang begitu banyak untuk melaksanakan hal yang gotong royong tidak penting.
Cosmopolis naskahnya ditulis sendiri oleh Cronenberg dan kita bisa lihat bagaimana surealisme muncul gotong royong bukan pada alur dasarnya tapi lebih pada karakter-karakternya. Tinda tanduk karakternya menyerupai mengadakan aneka macam pertemuan di limo dan entah kapan tiba-tiba menghilang, kemudian bagaimana baris obrolan penuh filosofis dibacakan ialah bentuk surealisme dari film ini. Semua tokohnya berbicara dengan cara bicara yang terdengar datar. Selain itu baris obrolan yang dilontarkan seringkali terasa tidak saling berhubungan. Misalkan salah satu tokoh bertanya seseuatu, kemudian tokoh yang lain akan melontarkan tanggapan yang terasa tidak nyambung dengan apa yang sebelumnya dikatakan/ditanyakan. Tidak nyambung disini baik itu dari kata-katanya hingga emosi serta cara berbicara yang diperlihatkan oleh sang aktor. Namun bila diperhatikan baik-baik, setiap dialognya punya aneka macam makna mengenai segala hal dalam kehidupan, mulai dari hal besar hingga hal kecil yang seolah bagaikan kata-kata tidak penting namun gotong royong esensial. Hal inilah yang menciptakan Cosmopolis ialah sebuah tantangan besar bagi penontonnya. Didominasi oleh banyak obrolan yang begitu filosofis dan penuh metafor, maka sekali saja anda mengalihkan perhatian diapstikan makna yang ada akan terlewat. 

Robert Pattinson sebagai Eric bisa dikatakan ialah pilihan yang tepat. Sosok milyuner yang flamboyan tentu sangat pas dengan tampilan fisik Pattinson. Lalu menyerupai yang saya bilang tadi bahwa Pattinson ialah pemain film yang tidak jelek bila abjad yang dimainkan tepat. Dalam Cosmopolis yang penuh dengan tokoh yang bicara dengan nada datar layaknya robot Pattinson ialah pilihan yang tepat. Datarnya obrolan bukan disebabkan bad acting tapi lebih kearah karakterisasi. Hampir semua karakternya bagaikan robot dan makin menciptakan saya merasa bahwa Cosmopolis ber-setting di dunia lain layaknya film-film David Lynch. Namun sayangnya hal itu menciptakan saya tidak mencicipi sedikitpun ikatan emosional baik dengan abjad ataupun jalan ceritanya. Semuanya kosong dan itu menciptakan penonton rawan mencicipi kebosanan. Karakterisasi menyerupai ini sah saja, lantaran di film-film Lynch saya menjumpai beberapa abjad macam ini, namun bedanya di film Lynch surealisme pada karakternya tidak tanggung-tanggung. Alur yang disampaikan juga sangat gila. Sedangkan dalam Cosmopolis alurnya penuh dengan dialog, tidak terlalu twisty dan karakternya terasa tanggung. 

Sesungguhnya perjalanan yang menimpa Eric cukup menarik. Dilihat dari karakternya seiring berjalannnya waktu Eric perlahan mulai berubah dari sosok milyuner yang hambar penuh kemapanan hingga lama-lama bermetamorfosis milyuner yang tengah terancam gulung tikar serta membuatnya lebih humanis dengan mulai mencicipi takut dan murung akhir aneka macam permasalahan yang ada. Di paruh akhir, hal Ini bagaikan sebuah kapitalisme yang perlahan mulai jatuh, dunia yang mulai mencapai zaman dystopia, dan tentunya seorang milyuner tanpa perasaan yang mulai menemukan sebuah perasaan. Cosmopolis juga sebuah kisah wacana seseorang yang mendambakan sebuah keseimbangan dalam hidupnya namun gagal mendapatkan itu, terlihat dari metafora wacana prostat tidak simetris milik Eric. Cosmopolis ialah sebuah film penuh filosofis yang ditampilkan dengan konsep yang brilian. Cronenberg juga begitu mahir dalam menampilkan gambar-gambar yang variatif meski setting hanya didalam sebuah limo. Tapi sayang film ini punya satu kekurangan besar yang vital, yakni tidak adanya emosi yang terbangun sehingga meski penonton bisa menangkap filosofi dan muncul dengan interpretasi masing-masing, mereka tetap tidak akan mencicipi bahwa ini ialah film yang mempunyai hati. Cosmopolis bercerita wacana insan yang bagaikan robot, namun filmnya sendiri terasa menyerupai robot yang tidak berperasaan.


Artikel Terkait

Ini Lho Cosmopolis (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email