Friday, January 11, 2019

Ini Lho Grave Of The Fireflies (1988)

Jika menyebut nama Ghibli, niscaya yang terlintas di pikiran banyak orang yaitu film-film animasi indah, penuh fantasi serta keceriaan dan harapan. Mayoritas film Ghibli pun tidak akan menawarkan kita sosok penjahat menyerupai yang masuk akal muncul dalam film manapun termasuk animasi. Lihat saja film-film macam My Neighbor Totoro, Spirited Away sampai Ponyo dan anda akan mengerti yang aku maksudkan. Namun pada tahun 1988, Isao Takahata menawarkan sentuhan lain dalam film animasi Ghibli lewat Grave of the Fireflies. Sebuah film pembiasaan dari novel semi-autobiografi berjudul sama karya Akiyuki Nosaka, film ini tidak hanya puya tingkat realisme yang jauh lebih kental tapi juga atmosfer yang jauh dari kata ceria, berbeda dengan lebih banyak didominasi film Ghibli lainnya. Kisahnya berada pada masa perang dunia II dikala Jepang berperang melawan sekutu dan sering menerima serangan bom dari udara. Dengan setting di Kobe, film ini membawa kita pada kehidupan dua abang beradik, Seita dan Setsuko yang harus bertahan hidup di tengah hujan bom yang mewarnai tiap hari mereka. Keduanya harus hidup sendiri sesudah dalam suatu serangan udara ibu mereka tewas alasannya yaitu luka parah yang ia derita.

Seita yang tidak tega menceritakan itu pada Setsuko yang masih kecil menentukan tidak memberitahu maut ibu mereka. Sang ayah sendiri yaitu seorang angkatan bahari yang tentu saja sedang berada di medan perang dikala itu. Sendirian dan tidak punya daerah tinggal sesudah rumah mereka hancur, Setsuko dan Seita pergi keluar kota untuk tinggal bersama bibi mereka. Tapi disana kehidupan mereka tidaklah membaik. Selain alasannya yaitu serangan udara yang tidak kunjung berhenti, sang bibi juga perlahan mulai menunjukkan ketidak sukaannya kepada Setsuko dan Seita yang dianggapnya malas dan tidak berguna. Dari situlah usaha abang beradik ini untuk bertahan hidup lewat usaha mereka sendiri terus berlanjut. Sebuah usaha yang jauh dari kata gampang dan tentunya penuh dengan penderitaan. Ya, akan ada banyak penderitaan yang menyesakkan disini. Grave of the Fireflies memberikan pemandangan yang "aneh" dan cukup mengagetkan bahkan sedari adegan pembukanya. Film Ghibli yang dibuka dengan narasi dari huruf utama yang bercerita wacana kematiannya tentu saja terasa begitu mengejutkan. Sedari awal nuansa depresif sudah sangat terasa. Bahkan sesudah kita mulai dibawa masuk kedalam ceritanya, ketegangan pribadi terasa alasannya yaitu belum apa-apa aku sudah disuguhi adegan serangan udara. 
Grave of the Fireflies memang tidak setengah-setengah dalam menghadirkan "terornya". Kesan tragis dan mengerikan terpancar terang dari visualnya, khususnya yang muncul di awal film dengan banyaknya kematian, mayat-mayat hangus yang berserakan, korban-korban dengan luka parah, hingga kuburan masal dimana jenazah korban dibuang bagaikan sampah kedalam sana. Tidak ada fantasi, yang ada hanya bencana dalam film ini. Tapi walaupun pemandangan-pemandangan tersebut begitu tragis, tapi bukan dari situlah aspek paling menyesakkan dan menyedihkan tiba dalam film ini. Yang paling menyakitkan yaitu bagaimana kita melihat Setsuko dan Seita berusaha bertahan hidup dalam kondisi yang sulit tersebut. Terasa sangat sulit bagi aku melihat Setsuko yang lucu dan menggemaskan itu harus hidup menderita dan kelaparan. Apalagi diawal kita benar-benar akan diperlihatkan sosok Setsuko yang begitu ceria, lucu dan berlarian kesana kemari sambil tertawa. Melihat bocah kecil yang lucu itu perlahan mulai menderita, kelaparan bahkan sakit-sakitan terang bukan hal yang gampang dan menyenangkan. Tapi film ini tidak hanya menunjukkan Seita dan Setsuko menderita saja, alasannya yaitu dengan penderitaan tersebut kita akan melihat keduanya secara perlahan menjadi lebih berpengaruh dan lebih dewasa. Tapi bahkan aspek pendewasaan yang berpengaruh itu juga turut menambah kesan tragis dalam film ini.
Kemudian aku teringat bahwa film ini diangkat dari sebuah novel semi-autobiografi yang berarti banyak hal dalam film ini yang sungguh-sungguh terjadi. Pastinya hal tersebut semakin menambah kesan tragis pada ceritanya. Apalagi sesudah aku melihat bahwa begitu perang usai sekalipun dimana banyak orang yang mulai menjalani kehidupan damai, senang serba berkecukupan, banyak orang yang kehilangan harta bendanya, kehilangan orang-orang yang ia sayangi, kehilangan kehidupannya. Bagi orang-orang menyerupai itu rasaya tidak lagi menjadi perbedaan apakah perang masih berlanjut atau tidak. Sungguh menyesakkan. Setelah melihat film ini tentu saja aku pribadi tersadar begitu mengerikan dan menyedihkannya dampak dari sebuah peperangan. Pasti banyak juga penonton yang akan pribadi mengutuk peperangan dan menyebut Grave of the Fireflies sebagai sebuah anti-war movie. Tapi aku punya pendapat yang berbeda. Bagi aku Isao Takahata tidaklah menciptakan sebuah film yang mengkampanyekan anti peperangan. Memang kita akan melihat banyak dampak jelek dari peperangan tapi aku tidak menangkap bahwa Isao Takahata mencoba mengutku perang itu. Bahkan di beberapa kesempatan ia menunjukkan santunan atau kekaguman pada angkata bersenjata Jepang. 

Grave of the Fireflies jauh lebih "sederhana" dari sebuah anti-war movie. Ini "hanya" kisah wacana abang beradik yang harus menjalani kehidupan yang berat di masa peperangan, khususnya di Jepang dikala mereka harus bertahan dari serbuan pasukan udara sekutu. Ini yaitu kisah wacana kehidupan yang mendadak hancur dalam waktu singkat. Dibalik segala kesuraman dan penderitaan yang ada, film ini masih mempunyai keindahan yang biasa dimiliki fim-film Ghibli, yakni pada aspek visual dan musiknya. Masih ada gambar-gambar indah yang memukau lewat animasi 2 dimensi, jauh lebih manis daripada animasi 3d jaman kini meski film ini rilis pada tahun 1988. Sedangkan musik garapan Michio Mamiya mampu dengan tepat memperkuat adegan-adegan yang ada, dengan kata lain dramatisasi dan kesan tragisnya makin berpengaruh dengan scoring milik Mamiya. Overall ini tidak hanya film Ghibli yang paling menyesakkan dan menyedihkan tapi mungkin salah satu film bertemakan peperangan yang paling menciptakan aku tidak nyaman menontonnya. Dengan kekuatan dongeng yang begitu mendalam, tidak peduli film ini dipandang sebagai anti-war atau bukan tetap saja Grave of the Fireflies adalah film yang manis dan begitu mendalam.

Artikel Terkait

Ini Lho Grave Of The Fireflies (1988)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email