Istilah grindhouse berasal dari sebutan kepada bioskop-bioskop di kala 70-an yang memutar film-film eksploitasi, dimana film dengan genre tersebut memang jarang menerima daerah di bioskop umum. Film-film dengan genre eksploitasi juga dikenal sebagai film yang jauh dari kata "nyeni" lantaran memang film-film tersebut mengekploitasi hal-hal khsus semisal sadisme, seksual hingga ras kulit gelap dalam blaxploitation. Tapi bagaimana kalau film dari genre yang sering diidentikkan dengan selera rendahan tersebut dibentuk oleh dua sutradara kenamaan, yaitu Robert Rodriguez dan Quentin Tarantino? Robert Rodriguez memang tidak hanya dikenal sebagai sutradara film bawah umur menyerupai Spy Kids hingga The Adventures of Sharkboy and Lavagirl tapi ia juga pernah menciptakan film-film menyerupai El Mariachi yang cukup mendekati tipikal film-film grindhouse. Sedangkan Tarantino sendiri memang populer sering mengangkat genre film yang dipandang sebelah mata menjadi sebuah karya luar biasa. Sebut saja blaxploitation dalam Jackie Brown hingga kung-fu dalam Kill Bill. Grindhouse juga dikemas dalam format yang unik dimana dua film Rodriguez dan Tarantino digabung menjadi satu film (double feature) berdurasi 191 menit, dimana format semacam itu sering digunakan dalam film-film grindhouse dahulu.
Setiap sebelum film dimulai, Grindhouse menampilkan fake trailer yang dibentuk oleh sutradara ternama mulai dari Machete yang disutradarai Robert Rodriguez, Werewolf Women of the SS buatan Rob Zombie, Don't kaya Edgar Wright dan Thanksgiving karya Eli Roth. Selain itu untuk versi screening yang ditayangkan di Kanada juga menampilkan trailer Hobo with the Shotgun milik Jason Eisener. Film pertama yaitu Planet Terror milik Rodriguez yang mengisahkan seorang penari go-go berjulukan Cherry Darling (Rose McGowan) yang menentukan untuk kabur dan keluar dari pekerjaannya. Di sebuah kafe ia bertemu dengan mantan kekasihnya, El Wray (Freddy Rodriguez). Di daerah lain, terjadi sebuah konfrontasi antara sebuah pasukan militer yang dipimpin Lt. Muldoon (Bruce Willis) dengan seorang ilmuwan berjulukan Dr. Abby (Naveen Andrews). Konfrontasi tersebut berujung pada terlepasnya sebuah gas misterius yang nantinya akan menjadikan sebuah wabah penyakit misterius yang akan menjadikan sebuah teror mengerikan di daerah tersebut. Berlanjut ke segmen kedua yaitu Death Proof milik Quentin Tarantino yang berkisah di Austin, Texas. Jungle Julia (Sydney Tamiie Politier), seorang DJ radio populer disana sedang merayakan ulang tahun bersama dua orang teman wanitanya. Di sebuah kafe mereka bertemu dengan seorang laki-laki misterius yang ternyata sudah beberapa usang menguntit mereka. Pria tersebut berjulukan Stuntman Mike (Kurt Russell) yang tanpa mereka duga akan menawarkan teror maut bagi para perempuan tersebut.
Meski bissa ditonton secara terpisah, tapi bagi aku langsung Grindhouse yaitu satu kesatuan yang akan terasa maksimal kalau disaksikan secara keseluruhan. Anda tetap sanggup menikmati Death Proof tanpa menonton Planet Terror terlebih dahulu, begitu juga sebaliknya, tapi kepuasan terbesar akan tiba kalau anda menyaksikan pertunjukkan 3 jam lebih yang disajikan oleh Tarantino dan Rodriguez ini. Hal ini disebabkan lantaran Grindhouse tidak hanya memiliki dua film panjang ini saja tapi juga beberapa fake trailer yang tidak kalah asing dan fitur-fitur unik menyerupai iklan produk yang muncul sebelum tiap filmnya diputar. Mungkin semua trailer tersebut sudah sanggup ditonton di YouTube dan iklan yang ada tidak bekerjasama dengan kisah filmnya dan kalau boleh dibilang tidak penting. Tapi tetap saja semua hal tersebut yaitu aspek-aspek yang saling mengisi dengan begitu sesuai. Singkatnya kalau anda ingin mencicipi sensasi bekerjsama menyerupai dikala orang-orang menonton film eksploitasi di bioksop grindhouse pada kala 70-an maka menonton sajian ini secara keseluruhan akan jauh lebih memuaskan. Tapi bagaimana dengan kualitas dua film yang menjadi sajian utama disini? Jawabannya yaitu memuaskan.
Dalam Planet Terror Robert Rodriguez tahu benar bagaimana cara menghasilkan sebuah film eksploitasi yang penuh kegilaan dengan adegan-adegan sinting super menghibur lengkap dengan huruf yang tidak kalah asing namun memorable. Cerita memang nomor dua, tapi aku sendiri tidak berharap menerima kisah berbobot dikala menonton film ini, kegilaan maksimal yang menghibur yaitu apa yang aku harapkan, dan Robert Rodriguez berhasil memenuhi impian aku tersebut. Pada dasarnya Planet Terror yaitu sebuah film zombie, namun Rodriguez dengan sukses menawarkan suntikan kegilaan berlipat lipat. Bicara soal action tentu saja ada ledakan, dan bicara soal horror sudah niscaya ada begitu banyak darah yang tumpah. Tapi sekali lagi kegilaan Rodriguez menciptakan semuanya menjadi semakin keren. Berondongan peluru tidak hanya tumpah dari senapa biasa, lantaran ada sosok Cherry si perempuan seksi mantan penari go-go yang bertransformasi menjadi action heroine seksi dengan kaki kanan yang diganti dengan senapan. Bahkan senapan itu sanggup menjadi menyerupai mesin jet yang menciptakan Cherry sanggup terbang untuk lalu menghabisi para zombie dengan begitu keren. Jika itu belum cukup masih ada sosok Dr. Dakota Block (Marley Shelton) yang sanggup melempar suntikan bius menyerupai sebuah senjata rahasia. Karakter wanitanya tidak hanya elok dan seksi tapi juga tidak kalah gila, bahkan ada huruf polisi perempuan yang kostumnya hanya setengah tubuh menyerupai sebuah bikini.
Zombie-nya unik dan tidak kalah gila, lantaran tubuh mereka akan meleleh bertahap kalau tidak menghirup tabung gas yang merupakan penawar virusnya. Hal itu menciptakan kita sanggup melihat adegan yang menampilkan Quentin Tarantino sebagai salah satu zombie yang mencoba memperkosa Cherry namun alat kelaminnya keburu meleleh duluan. Ada juga Bruce Willis yang bertransformasi menjadi separuh zombie separuh monster menjijikkan. Planet Terror mengingatkan aku akan kegilaan film-film Jepang menyerupai Machine Girl ataupun Tokyo Gore Police. Gila, tak berotak tapi sangat menghibur dan keren. Lalu bagaimana dengan Death Proof yang hingga kini sering dianggap sebagai film Tarantino yang paling tidak disukai? Filmnya masih sangat Tarantino dimana begitu banyak obrolan tempelan yang jadi ciri khasnya sebelum pada kesannya film hingga pada momen asing yang ditunggu-tunggu. Saya sendiri merupakan pecinta film Tarantino dan menganggap Death Proof bukanlah film yang buruk, hanya saja tidak menyerupai yang aku harapkan muncul dari film macam Grindhouse. Dari segi certia Tarantino melaksanakan penyederhanaan yang memang perlu, lantaran film macam ini tidak perlu naskah cerdas menyerupai Pulp Fiction.
Ada cukup banyak adegan brutal disini, khususnya dikala kendaraan beroda empat milik Stuntman Mike menghantam kendaraan beroda empat yang berisi empat orang perempuan dan menjadikan kematian sesaat bagi keempat penumpangnya. Adegan tersebut terasa begitu brutal dan penuh momen sadis. Tapi sekali lagi pengemasan Tarantino yang masih berpegang pada formula miliknya yang mengandalkan obrolan agak kurang maksimal disini, apalagi ia harus menurunkan tingkat kejeniusan kisah yang jadi kekuatannya. Pada kesannya Death Proof menjadi agak nanggung, dimana tidak sanggup dibilang cerdas menyerupai film-film Tarantino lain, tapi juga terasa kurang asing untuk film eksploitasi. Untungnya film ini punya salah satu adegan car chase paling keren dan paling menegangkan sepanjang masa. Dengan kecepatan tinggi dua kendaraan beroda empat saling kebut dan saling serang. Terdengar biasa? Tunggu hingga anda tahu bahwa di salah satu mobilnya ada huruf Zoe Bell yang bergelantungan di kap mesin. Zoe Bell yang dasarnya merupakan stuntwoman favorit Tarantino (ia menjadi double Uma Thurman di Kill Bill) melaksanakan adegan stunt tersebut dengan luar biasa. Selain itu ada juga sosok Kurt Russell yang kembali menjadi huruf macho nan badass. Sayang porsi Mary Elizabeth Winstead begitu minim. Pada kesannya kalau berbicara keseluruhan, Grindhouse yaitu kegilaan yang sangat menghibur, baik itu dari kedua filmnya hingga fake trailers yang mengiringi film tersebut.
Ini Lho Grindhouse (2007)
4/
5
Oleh
news flash