Perkenalan saya dengan film ini dimulai sesudah saya membaca sebuah artikel wacana Prince Randian yang juga dikenal sebagai The Human Caterpillar. Dalam artikel tersebut saya terpukau dengan kemampuan Prince Randian yang meskipun tidak memiliki tangan dan kaki tapi bisa melinting dan menyalakan rokoknya sendiri hanya dengan mulut. Dalam artikel tersebut saya mengetahui bahwa Prince Randian pernah bermain dalam sebuah film berjudul Freaks bersama orang-orang lain yang juga mengalami kelainan pada tubuhnya. Film ini sendiri berbasis pada sebuah dongeng pendek yang ditulis oleh Tod Robbins dipadukan dengan pengalaman dari sang sutradara, Tod Browning yang di masa mudanya sempat hidup dalam rombongan sirkus. Pada awal perilisannya Freaks memang cukup menciptakan kontroversi dengan keputusannya untuk menggunakan para "freaks" sungguhan dibandingkan menggunakan make-up dan kostum. Awalnya Freaks yaitu sebuah film berdurasi 90 menit hingga kemudian banyak kontroversi muncul berkaitan dengan konten yang dianggap terlalu disturbing. Bahkan hingga ada seorang perempuan yang menuntut pihak MGM dimana sang perempuan mengaku mengalami keguguran akhir shock sesudah menonton Freaks. Akhirnya durasi dipotong hingga hanya 64 menit termasuk menciptakan ending gres yang lebih bahagia.
Freaks akan membawa kita melihat sebuah rombongan sirkus yang di dalamnya juga terdapat orang-orang dengan aneka macam macam kelainan fisik, mereka disebut sebagai freaks. Para freaks ini memang saling menjaga satu sama lain dan bersatu menghadapi segala kesulitan bersama. Kehidupan mereka memang berat, alasannya yaitu tidak hanya di dunia luar tapi orang-orang dalam sirkus pun sering mengejek mereka. Salah satu dari para freaks tersebut yaitu Hans (Harry Earles) seorang laki-laki dengan badan mini (cebol) yang menikah dengan perempuan yang juga punya kondisi badan sama, Frieda (Daisy Earles). Meski sudah menikah, Hans ternyata mulai terpengaruhi dengan perempuan lain. Wanita tersebut yaitu Cleopatra (Olga Baclanova) seorang pemain akrobat yang memang dikenal sebagai primadona dalam sirkus tersebut. Hans sendiri melaksanakan banyak hal bagi Cleopatra tanpa ia sadari bahwa sang perempuan sesungguhnya hanya menginginkan harta milik Hans. Cleopatra dan Hercules (Henry Victor) yang bahwasanya merupakan sepasang kekasih memang berencana menguras harta Hans dengan cara menciptakan Cleopatra menikah dengan Hans sebelum pada alhasil mereka berdua berniat menghabisi nyawa Hans. Diluar kisah utama tersebut Freaks juga menampilkan beberapa subplot mengenai masing-masing freaks yang aslinya diambil dari keseharian mereka di dunia nyata.
Durasi yang hanya 64 menit menyebabkan Freaks terasa begitu efektif dalam membangun konflik dan memperkenalkan masing-masing aksara dengan ciri khas masing-masing. Memang tidak semua anggota freaks menerima porsi yang besar, tapi setidaknya tiap-tiap dari mereka sudah meninggalkan impresi unik berkat ciri khas yang mereka miliki. Misalnya kemampuan Prince Randian yang bisa menyalakan rokok dengan mulutnya saja hingga kembar siam Daisy dan Violet yang bisa mencicipi stimulus fisik yang diterima kembaran masing-masing. Konfliknya sederhana, bahkan kita sudah bisa dengan gampang menjumpai konflik semacam ini dalam sinetron-sinetron lokal. Yang membuatnya unik tentu saja kehadiran para freaks dengan keunikan mereka masing-masing. Disatu sisi, para freaks selalu berhasil menjadi scene stealer, tapi disisi lain saya merasa mereka agak terlalu dieksploitasi disini. Tapi bukankah memang mereka menentukan jalan hidup sebagai entertainer dengan memanfaatkan kekurangan mereka? Pada alhasil hal itulah yang menciptakan saya tidak terasa terganggu dengan faktor eksploitasi terhadap para freaks.
Konten horornya memang tidak eksklusif menerjang sedari awal. Di paruh awal kita bukan akan disajikan horror konvensional wacana menakut-nakuti penonton lewat adegan menakutkan tapi lebih kepada kontennya yang punya kesan horror kuat. Di awal Freaks yaitu sebuah kisah wacana orang-orang berkekurangan yang hidup dalam olok-olokan orang-orang yang (katanya) normal namun mereka tetap bersatu dan terikat berpengaruh satu sama lain. Disaat para freaks yang dianggap sebagai monster tersebut saling menolong dan hidup dalam keharmonisan, justru dua sosok normal dalam diri Cleopatra dan Hercules menjadi sosok monster yang sesungguhnya. Muncul pertanyaan bahwa apakah monster bahwasanya yaitu dilihat dari luar (fisik) atau dalam (hati)? Freaks menjawab pertanyaan tersebut dengan pernyataan bahwa tidak penting bagaimana kondisi fisik seseorang, semua insan yaitu sama dan sosok monster bukan dilihat dari segi fisik tapi hati mereka.
Kemudian kita hingga pada bab titik puncak hingga ending yang digarap dengan begitu intens, menegangkan dan terasa disturbing. Melihat para freaks dengan sosok yang bisa dibilang menyeramkan mendakat secara perlahan dengan bersenjatakan pisau dibawah hujan lebat di malam hari sudah menjadi sebuah adegan yang menyeramkan. Yang mencengangkan yaitu bahwasanya film ini punya ending yang digarap dengan lebih vulgar dan disturbing lagi tapi kemudian dipotong akhir kontroversi yang merebak. Bahkan meski sudah dipotong tidak menghindarkan film ini dari kontroversi. Di U.K. film ini tidak boleh beredar hingga 30 tahun kemudian. Freaks yaitu sebuah tanggapan terhadap horror-horror monster semacam Dracula hingga Frankenstein namun dengan pendekatan monster yang berbeda namun tidak kalah mengerikan. Apakah ini film yang bagus? Tergantung bagaimana anda memandang Freaks. Jika anda melihat film ini sebagai bentuk eksploitasi berlebihan pada mereka yang berkekurangan maka ini yaitu film sampah yang ofensif. Tapi jikalau anda melihatnya sebagai sebuah kisah wacana kesetaraan yang dibalut unsur horror dan peristiwa romansa maka Freaks yaitu sebuah masterpiece.
Ini Lho Freaks (1932)
4/
5
Oleh
news flash