Diproduseri dan ditulis naskahnya oleh Steven Spielberg dan disutradarai oleh Tobe Hooper menciptakan Poltergeist menjadi salah satu film yang paling diantisipasi di masanya. Speilberg tengah meraih puncak kejayaan sesudah kesuksesan Jaws dan Raiders of the Lost Ark. Bahkan di tahun yang sama dengan Poltergeist, tepatnya seminggu sesudah film ini dirilis Spielberg juga akan merilis E.T. yang legendaris itu. Tobe Hooper sendiri sedang menjadi salah satu sutradara horror paling dipandang sejak kesuksesan Texas Chainsaw Massacre dan miniseri Salem's Lot. Pada karenanya kerja sama keduanya memang menuai kesuksesan dimana Poltergeist berhasil meraih pendapatan diatas $121 juta dan hingga sekarang dianggap sebagai salah satu film horror terbaik sepanjang masa. American Film Institue juga menempatkan film ini di peringkat 84 dalam daftar 100 Years...100 Thrills. Tidak hanya itu, Poltergeist juga berhasil meraih tiga nominasi Oscar meski pada karenanya tidak berhasil memenangkan satupun piala. Bahkan sanggup dibilang film ini berhasil memperkenalkan istilah Poltergeist bagi orang-orang yang sebelumnya tidak mengerti arti dibalik kata tersebut. Sebegitu menyeramkan dan hebatkah film horror ini?
Steve (Craig T. Nelson) and Diane Freeling (JoBeth Williams) yaitu sepasang suami istri yang hidup di sebuah kota kecil berjulukan Cuesta Verde. Mereka memiliki tiga anak, yaitu Dana (Dominique Dunne ), Robbie (Oliver Robins) dan Carol Anne (Heather O’Rourke). Mereka berlima hidup hening dan senang hingga suatu hari beberapa tragedi misterius mulai terjadi di rumah tersebut. Peristiwa poltergeist dimana benda-benda bergerak dengan sendirinya terjadi di rumah tersebut. Awalnya hal tersebut tidak terasa menakutkan, malah menunjukkan hiburan sendiri bagi mereka melihat sebuah bangku sanggup bergerak dan hal-hal unik lainnya. Bisa dibilang pada awalnya tragedi paranormal tersebut tidaklah mengerikan dan tidak terasa adanya bahaya bagi keluarga tersebut. Sampai suatu hari gangguan tersebut menjelma teror yang menyeramkan dimana semua berpuncak pada hilangnya si bungsu Carol Anne. Benarkah ada sekelompok makhluk halus yang menculik Carol Anne?
Dalam banyak sekali ulasan saya di blog ini sudah berulang kali saya menyatakan bahwa saya bukanlah pecinta karya-karya Spielberg. Saya tidak suka kebiasaannya yang selalu menunjukkan sentuhan dramatisasi berlebihan. Namun ada satu hal lagi yang tidak saya sukai dimana Spielberg seringkali terlalu mayoritas dalam menggarap film yang ia produseri. Hal itu terlihat terang dalam Super 8 dimana film itu lebih terlihat sebagai karya Spielberg dibanding J.J. Abrams meskipun Abrams mengakui bahwa ia yaitu penggemar karya-karya Spielberg. Hal yang sama kembali saya lihat dalam Poltergeist, bahkan pengaruhnya terasa jauh lebih besar. Tobe Hooper yang saya kenal yaitu seorang sutradara horror yang tidak ragu menyajikan adegan creepy dan sadis dengan suasana yang terasa begitu "kumuh" dalam filmnya. Hal itu sanggup dilihat dalam Texas Chainsaw Massacre ataupun Eaten Alive. Tapi yang terlihat disini yaitu bukan film yang saya harapkan muncul dari tangan Tobe Hooper. Nyaris tidak ada adegan yang begitu mengerikan dan menciptakan saya merinding. Rasa seorang Tobe Hooper mungkin hanya sanggup dilihat dalam satu atau dua adegan, misal ketika ada seorang abjad yang berhalusinasi melihat mukanya bertahap terkelupas. Tapi sisanya benar-benar lebih kental rasa seorang Steven Spielberg.
Kisah perihal sebuah keluarga yang tinggal di kota kecil tentu saja sudah menjadi ciri khas seorang Spielberg, hanya saja disini kisah keluarga itu dibalut dengan formula haunted house. Dibalut dengan imbas visual yang begitu canggih di jamannya memang menciptakan Poltergeist terasa Istimewa jikalau ditinjau dari segi teknologi. Lagi-lagi satu hal yang menjadi ciri khas dan kelebihan seorang Spielberg. Poltergeist yaitu sebuah film yang well made. Tapi jikalau ditinjau dari beling mata film horror, maka film ini nyaris tidak ada seram-seramnya. Dibanding sebuah film horror, film ini lebih pantas jikalau disebut film fantasi. Konsep perihal benda yang bergerak sendiri dan gangguan supra natural terang sebuah dasar yang cukup menjanjikan dan sanggup menjadi sebuah tontonan yang mengerikan jikalau digarap dengan baik. Namun sayangnya film ini dibentuk semoga lebih dekat sebagai tontonan keluarga yang ringan. Poltergeist pada karenanya hanya berakhir menjadi sebuah horror dalam ranah konsep, namun pada hasil karenanya yaitu sebuah film fantasi keluarga yang begitu ringan dan tidak mengerikan. Memang masih ada beberapa adegan yang cukup menegangkan, semisal adegan klimaksnya yang melibatkan tulang insan asli, tapi tetap saja itu tidak cukup. Bahkan di sebuah adegan titik puncak yang sudah cukup tegang tensinya, film ini masih sempat menyelipkan sedikit momen komedi.
Sebenarnya unsur keluarga yang dimasukkan tidaklah buruk. Sempat ada momen cukup ironis yang terasa menyentuh dimana keluarga Freeling mendatangkan paranormal untuk pertama kalinya. Disana diperlihatkan mereka sudah mulai "terbiasa" dengan gangguan makhluk halus dan hilangnya puteri mereka. Terasa sekali bagaimana impact tragedi tersebut pada psikologis keluarga Freeling. Tapi lagi-lagi bukan itu yang saya harapkan dari sebuah film horror. Segala hal ibarat dongeng yang mengharukan, akting elok ataupun imbas visual keren hanyalah bonus dalam film horror, alasannya yaitu yang paling penting yaitu sanggup tidaknya film tersebut menakut-nakuti saya, dan Poltergeist gagal melaksanakan hal tersebut. Tentu bukan tanpa alasan jikalau kesalahan ditimpakan pada Spielberg. Bahkan Directors Guild of America pernah melaksanakan pemeriksaan perihal sejauh mana tugas Spielberg dalam film ini, alasannya yaitu dari beberapa kru dan pemain muncul pernyataan bahwa secara de facto Spielberg yaitu sutradara film ini, dan mengarahkan mayoritas scene. Tentu saja saya lebih mengharapkan more Hooper and less Spielberg dalam film ini. Salah satu film paling overrated yang pernah saya tonton.
Ini Lho Poltergeist (1982)
4/
5
Oleh
news flash